Ayundya Nadira adalah seorang istri dan ibu yang bahagia. Pernikahan yang sudah lebih dari 20 tahun mengikat dirinya dengan suami dengan erat.
Pada suatu sore yang biasa, dia menemukan fakta bahwa suaminya memiliki anak dengan wanita lain.
Ternyata banyak kebenaran dibalik perselingkuhan suaminya.
Dengan gelembung kebahagiaan yang pecah, kemana arah pernikahan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Andila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Orang yang Buruk, Maka Pikirannya Juga Buruk.
Nindi terkesiap saat mendengar ucapan sang papa. Matanya terbelalak lebar, karena merasa terkejut dengan apa yang papanya inginkan.
"Papa ingin bertemu dengan Ayun?" tanya Nindi dengan lirih, dan dijawab dengan anggukan kepala sang papa.
"Sebagai orang tua, papa harus meminta maaf atas apa yang telah adikmu lakukan," ucap Abbas dengan tajam. Tidak ada sedikit pun keraguan diraut wajahnya, yang ada malah ketegasan dalam setiap kata yang dia ucapkan.
Nindi terdiam dengan tatapan sendu. "Aku tidak sanggup untuk bertemu dengan Ayun, Pa. Aku malu menampakkan wajahku di hadapannya karena ulah Sherly." Lirihnya dengan terisak. Bagaimana mungkin dia sanggup menatap wanita itu saat sedang seperti ini?
"Apa kau sangat dekat dengannya?" tanya Abbas. Dia bisa melihat ketulusan dan rasa sayang dari sorot mata Nindi untuk wanita yang bernama Ayun itu.
Nindi menggelengkan kepalanya untuk menjawa pertanyaan sang papa. "Dua kali aku bertemu dengannya. Pertama kali secara tidak sengaja, lalu kami berkenalan dan entah kenapa langsung menjadi akrab. Yang kedua, aku bertemu dengannya dikedai Sherly, saat Ayun memergoki suaminya sedang bersama adikku." Dia terisak saat mengingat tentang kejadian itu.
Keanu memeluk tubuh sang istri dan mencoba untuk menenangkannya. Dia tidak mau terjadi sesuatu dengan Nindi karena masalah ini.
"Dia sudah cukup dewasa untuk mempertanggung jawabkan semua perbuatannya, Pa. Kenapa Papa harus menemui wanita itu?" tanya Keanu. Terlihat jelas jika dia tidak setuju dengan keinginan mertuanya itu, apalagi kalau sampai membuat kesehatan istrinya memburuk.
"Papa tau, Ken. Tapi sebagai orang tua, papa tidak bisa menutup mata untuk masalah ini. Papa udah berusaha untuk menasehati Sherly, tapi dia tidak mau mendengarnya. Jadi yang bisa papa lakukan adalah meminta maaf pada wanita itu, setidaknya papa turut bersedih dengan apa yang terjadi padanya," ucap Abbas sambil menghela napas kasar. Diumur segini, dia masih saja harus dihadapkan dengan masalah yang sangat tidak masuk akal.
Keanu terdiam. Sepertinya keputusan sang mertua sudah final dan tidak bisa diganggu gugat lagi, jadi yang harus mereka lakukan sekarang adalah menghubungi wanita yang akan mereka temui.
Sementara itu, di tempat lain terlihat Ayun sedang membersihkan rumah. Dia yang sedang fokus mengepel lantai tersentak kaget saat mendengar teriakan seseorang.
"Ayun, di mana kau?" teriak Evan membuat suaranya menggema di rumah itu. Dia melemparkan tas kerjanya ke atas sofa hingga menimbulkan suara berisik yang lumayan kuat, dan berjalan masuk untuk mencari keberadaan sang istri
Ayun yang sedang berada di dapur bergegas meletakkan alat tempurnya, dan melangkahkan kaki menuju ruang depan saat mendengar teriakan Evan.
"Ada apa, kenapa kau-"
"Dasar perempuan licik! Kau bawa ke mana anak-anakku, hah?" tanya Evan dengan tajam dan kilat kemarahan yang tersorot dari kedua matanya.
Ayun mematung di tempatnya berdiri saat mendengar ucapan laki-laki itu. Tubuhnya terasa kaku, dengan wajah tegang dan terkejut yang terlihat jelas.
"Kenapa kau diam? Kau tidak mendengar ucapanku?" bentak Evan. Dia melangkahkan kakinya untuk menghampiri wanita itu, lalu mencengkram erat pergelangan tangan Ayun.
Ayun terkesiap saat tangannya dicengkram kuat oleh Evan. Dia seperti baru tersadar dari keterkejutannya, dan dengan cepat menghempaskan tangan laki-laki itu dari tangannya sendiri.
"Apa-apaan kau ini, Mas? Apa kau tidak bisa bertanya dengan benar?" sentak Ayun. Dia menatap dengan nanar, dan penuh kecewa atas apa yang Evan lontarkan.
"Dengan benar kau bilang?" Evan menatap sinis. "Apa kau pikir ada, suami yang bisa bertanya dengan benar saat istrinya membawa anak mereka kabur?" Ketusnya dengan tajam.
Ayun mengernyitkan kening dengan tidak mengerti. Kabur? Kenapa laki-laki itu mengatakan jika dia membawa anak mereka kabur?
"Kenapa kau diam? Cepat katakan di mana anak-anakku!" bentak Evan lagi membuat Ayun tersentak kaget.
Ayun baru mengerti jika sepertinya Evan sedang salah paham padanya. "Aku tidak membawa mereka kabur, tapi aku membawa Adel ke rumah sakit karena dia demam tinggi." Dia menjawab dengan ketus, dan nada suara yang naik satu oktaf.
"Rumah sakit? Hah, kau pikir aku percaya dengan bualanmu itu?" Evan tersenyum sinis dengan tatapan mengejek. Apa wanita itu pikir bisa membohonginya?
Ayun yang melihat ketidak percayaan diwajah suaminya hanya bisa menghela napas kasar saja. Apapun yang dia katakan, sepertinya tidak akan pernah didengar oleh laki-laki itu.
"Kalau kau ingin mencari alasan, setidaknya gunakan pikiranmu. Apa kau pikir ada, orang yang sehat tiba-tiba jatuh sakit?" Evan tergelak melihat kebod*ohan Ayun. "Dan pas sekali ya, waktunya saat tidak ada orang di rumah ini." Masih tersisa gelak tawa dibibirnya dengan tatapan mengejek.
"Memang ya, kalau orang berperilaku buruk itu pikirannya juga pasti akan selalu buruk."
Deg.
Evan langsung membalikkan tubuhnya saat mendengar suara baritone seseorang. Matanya membulat sempurna saat melihat kedua anaknya ada di hadapannya saat ini.
"Ka-kalian, kalian baik-baik saja?" tanya Evan dengan lirih. Dia lalu berjalan mendekati Adel yang sedang dirangkul oleh Ezra.
"Tentu saja. Dokter sudah merawat adikku dengan baik," jawab Ezra dengan sarkastik, membuat langkah Evan terhenti. "Kenapa, apa Anda mengkhawatirkan kami yang menurut Anda sedang dibawa kabur?" Dia tergelak. Tepatnya sedang menertawakan apa yang ayahnya lakukan.
Evan mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Rasa malu dan kesal bercampur dalam hatinya. Dia lalu melirik ke arah Ayun dengan tajam, dia yakin pasti wanita itu sengaja tidak memberi kabar karena ingin mempermalukannya seperti ini.
"Lihat, Adel. Ayahmu saaangat lucu sekali, kakak yakin abis ini dia pasti akan menyalahkan ibu lagi," ucap Ezra dengan gelak tawa yang masih tersisa diwajahnya, sementara Adel hanya diam sambil menatap ayahnya penuh kecewa. Dia ingat betul bagaimana sang ayah menuduh ibunya dengan tidak berperasaan.
Evan yang mendengar semua itu tentu saja menjadi sangat murka, tetapi dia mencoba untuk mengendalikan emosinya di hadapan Adel.
"Adel, kenapa gak bilang sama ayah kalau sakit, hem?" tanya Evan sambil mendekati Adel, menggenggam kedua tangan putri kesayangannya.
"Bukankah Ayah sedang bersama dengan wanita itu?"
•
•
•
Tbc.