Demi mendapatkan biaya pengobatan ibunya, Arneta rela mengorbankan hidupnya menikah dengan Elvano, anak dari bos tempat ia bekerja sekaligus teman kuliahnya dulu.
Rasa tidak suka yang Elvano simpan kepada Arneta sejak mereka kuliah dulu, membuat Elvano memperlakukan Arneta dengan buruk sejak awal mereka menikah. Apa lagi yang Elvano ketahui, Arneta adalah wanita yang bekerja sebagai kupu-kupu malam di salah satu tempat hiburan malam.
"Wanita murahan seperti dirimu tidak pantas diperlakukan dengan baik. Jadi jangan pernah berharap jika kau akan bahagia dengan pernikahan kita ini!"
Follow IG @shy1210_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SHy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 - Cahya...
Arneta terjetuh akibat dorongan Elvano. Meringis kesakitan akibat bokongnya cukup keras menyentuh lantai. "Aku bukan wanita murahan, El." Lirih Arneta. Entah sampai kapan suaminya itu akan memberikan gelar kepada dirinya seperti itu.
Mengabaikan rasa sakitnya, Arneta gegas bangkit dari posisi duduk. Hendak kembali memberikan bantuan pada Elvano yang nampak sudah berjalan sempoyongan menuju tangga. Bukannya tidak kapok membantu Elvano. Hanya saja, Arneta takut bila pria itu terjatuh saat menaiki tangga nantinya.
"Sheina... dimana kamu sayang... aku sangat merindukan kamu." Sembari menaiki anak tangga, Elvano kembali bergumam menyebut nama mantan kekasihnya itu.
Arneta tidak memperdulikan dulu nama yang disebutkan oleh Elvano. Yang ia perdulikan saat ini adalah keselamatan Elvano. Walau pria itu berusaha keras menolak kebaikannya, namun, Arneta tetap berusaha membantu. Untuk saja pemberontakan yang dilakukan Elvano tak berlangsung lama karena pria itu keburu tidak sadarkan diri di tengah anak tangga.
"Tubuhnya ternyata berat juga." Dengan susah payah Arneta membawa Elvano masuk ke dalam kamarnya kemudian membaringkannya ke atas ranjang. Agar tidur Elvano terasa lebih nyaman, dia membuka sepatu yang masih terpasang di kaki pria itu. Tak ingin berlama-lama di sana, Arneta lekas keluar dari dalam kamar Elvano. Menurutnya bantuan yang ia berikan baru saja sudah cukup untuk Elvano.
"Sheina, siapa nama wanita yang tadi Elvano sebut?" Arneta bertanya-tanya. Seketika dia teringat alasannya diminta menikah dengan Elvano karena kekasih El pergi meninggalkannya sebelum hari pernikahan mereka tiba. "Sepertinya Sheina adalah wanita yang dimaksud Tuan Keenan waktu itu."
Arneta tidak ingin terlalu ambil pusing dengan hal tersebut. Dia juga tidak merasa cemberu karena El menyebut nama wanita lain di depan dirinya. Toh ia menikah dengan Elvano karena keterpaksaan. Jadi sangat wajar bila Elvano masih mencintai wanita lain dan tidak bisa menghargai kehadirannya.
Pukul tujuh pagi, Arneta nampak sudah bersiap pergi menuju kantor. Baru saja keluar dari dalam kamar, Arneta melirik ke arah kamar Elvano yang masih tertutup rapat. "Apa dia belum bangun?" Arneta penasaran. Dia ingat jika Elvano juga harus bekerja seperti dirinya. Namun, Arneta sadar diri agar tidak lancang masuk ke dalam kamar tersebut. Sudah cukup tadi malam ia masuk karena keadaan genting.
"Lebih baik aku pergi saja." Arneta memilih untuk tidak memperdulikannya dari pada berdebat lagi dengan Elvano nantinya. Untuk minum dan sarapan Elvano, Arneta memang tidak mempersiapkannya atas perintah Elvano sendiri yang tidak ingin Arneta mengurus dirinya.
Tak lama berselang setelah Arneta pergi meninggalkan rumah, Elvano yang tadinya masih tertidur akhirnya terjaga. Dia melenguh merasakan sakit di bagian kepala akibat pengaruh alkohol yang ia minum tadi malam.
"Sudah jam berapa ini?" Elvano terjingkat kaget saat melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Rasa sakit di kepalanya seketika lenyap begitu saja saat ia mengingat jika pagi ini ia memiliki pertemuan penting dengan rekan bisnisnya.
Elvano gegas membersihkan tubuhnya. Sembari mengguyur tubuhnya dengan air di dalam kamar mandi, Elvano mengingat-ingat kejadian tadi malam. Dia mencoba mengingat bagaimana dirinya bisa berada di dalam kamar.
"Apa wanita murahan itu yang sudah membantuku masuk ke kamar?!" Amarah di dalam hati Elvano terasa membara membayangkan tubuhnya disentuh oleh tangan kotor Arneta. "Sialan! Aku harus mandi kembang tujuh rupa kalau begini!" Sebegitu jijiknya Elvano pada Arneta hingga mengira Arneta adalah najis yang harus segera ia bersihkan.
Pukul delapan pagi, Elvano baru selesai bersiap-siap. Dengan langkah cepat ia keluar dari dalam rumah dan melajukan mobil miliknya menuju perusahaan. "Bisa jatuh martabatku kalau datang terlambat ke pertemuan kali ini!" Elvano merutuki diri yang memilih menghilangkan rasa sesak kehilangan Sheina tadi malam dengan pergi ke klub. Andai saja dia berdiam diri di dalam rumah, saat ini dia pasti tidak akan datang terlambat ke perusahaan.
Setibanya di perusahaan, Elvano segera menuju ruangan kerjanya berada. Seorang wanita cantik yang menjadi sekretaris Elvano nampak sudah menunggu dengan wajah cemas.
"Akhirnya anda datang juga, Tuan. Perwakilan dari perusahaan Angkasa Corp sudah datang sejak sepuluh menit yang lalu."
"Ck. Apa Carlos sudah berada di sana?" Tanya El seraya melangkah masuk ke dalam ruangan kerjanya. Saskia pun mengikuti langkahnya dari belakang.
"Sudah, Tuan. Saya juga sudah menyiapkan semua yang Tuan butuhkan di sana."
El tak lagi memberikan tanggapan. Dia segera meletakkan tas kerjanya di atas meja kemudian bergegas menuju ruangan rapat.
"Maaf, saya datang terlambat." El nampak sungkan saat baru saja masuk ke dalam ruangan rapat.
"Tidak masalah, Tuan El. Kami juga baru saja datang." Sahut salah satu perwakilan dari perusahaan Angkasa hingga membuat pandangan El tertuju ke arah orang tersebut.
"Cahya!!" El terkesiap menatap sosok yang cukup dikenalinya itu. Sosok yang ditatap oleh El pun nampak tersenyum menatap kepadanya.
El berusaha menormalkan detak jantungnya yang berdetak cukup kencang saat melihat sosok Cahya. Mencoba tenang dan lekas menyalami Cahya.
"Sungguh tidak disangka ya, hampir dua tahun tidak bertemu kita akhirnya dipertemukan kembali dalam kondisi seperti ini." Kata Cahya.
El melukis senyum di wajah tampannya. "Apa kamu adalah sekretaris baru dari Tuan Darwin?" Tanya El.
Cahya menggelengkan kepala. "Tidak. Aku adalah anaknya."
El tak dapat berkata-kata. Dia sungguh terkejut dengan pernyataan Cahya. Bagaimana tidak, selama ia mengenal Cahya, dia sama sekali tidak tahu siapakah orang tua Cahya. Sama seperti dirinya, Cahya juga adalah wanita yang suka menutupi jati diri aslinya dari orang lain.
Percakapan keduanya tidak berlangsung lama mengingat tujuan mereka bertemu saat ini. Keduanya lekas memulai rapat pagi itu dengan profesional hingga akhirnya berakhir dua jam kemudian.
Seusai rapat, El menawari Cahya untuk berbincang dengan dirinya di dalam ruangan kerjanya sejenak sebelum Cahya kembali ke perusahaan keluarganya. Tawaran dari El tentu tidak akan disia-siakan oleh Cahya begitu saja. Apa lagi berdekatan dengan El adalah hal yang ia inginkan sejak dulu.
"Aku sungguh tidak menyangka jika saat ini kamu menikah dengan Arneta, El. Aku pikir kamu akan menikahi kekasihmu itu. Bukannya Arneta yang kamu tahu sendiri bagaimana sifatnya sejak dulu."
Tatapan mata El berubah dingin mendengar perkataan Cahya. "Semuanya terjadi begitu saja. Seperti yang kamu tahu dari dulu, aku tidak pernah suka dengan wanita seperti Arneta!" El rasanya sangat malas membahas tentang istrinya itu.
"Jika kamu tidak suka, lantas kenapa kamu menikahinya? Aku berpikir jika Om Keenan juga tidak pantas berbesanan dengan orang tua Arneta yang jauh dari standart keluarga kalian." Tanya Cahya sekaligus mengejek status keluarga Arneta yang hanya berasal dari golongan rendah.
Kedua tangan El terkepal erat. Dia selalu saja kesal jika mengingat alasan dirinya bisa menikahi Arneta. Wanita yang sampai saat ini masih ia anggap sebagai wanita murahan atau kupu-kupu malam.
***
Sebelum lanjut ke bab berikutnya, jangan lupa berikan rate bintang 5 ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️, like, komen dan giftnya dulu teman-teman🤗
Dan jangan lupa follow instagram @shy1210 untuk seputar info karya. Terima kasih kesayangan semua🤗🤗
jangan cma merasa enggak enak hati aja tan🤭🤭
Ditunggu ungkapan permintaan maafnya juga.