Setelah patah hati, untuk pertama kalinya Rilly mendatangi sebuah club malam. Siapa sangka di sana adalah awal mula hidupnya jadi berubah total.
Rilly adalah seorang nona muda di keluarga Aditama, namun dia ditawan oleh seorang Mafia hanya karena salah paham, hanya karena Rilly menerima sebuah syal berwarna merah pemberian wanita asing di club malam tersebut.
"Ternyata kamu sudah sadar Cathlen," ucap seorang pria asing dengan bibir tersenyum miring.
"Siapa Cathlen? aku Rilly! Rilly Aditama!!" bantah gadis itu dengan suara yang tinggi, namun tubuhnya gemetar melihat semua tatto di tubuh pria tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TSM Bab 32 - Sakitnya Terasa Nyata
Note: Baca malam hari!
Awalnya Rilly memang begitu berani, tapi disaat menyangkut tentang harga dirinya seperti ini mendadak keberanian itu pudar.
Jadi Jallang adalah satu-satunya hal yang paling dia hindari di dunia ini, namun kini Rilly terjun bebas di dalamnya.
Dengan langkah perlahan Rilly mendekat, sementara Zeon segera menarik tangannya hingga jatuh di atas pangkuan pria tersebut.
Jantung Rilly bergemuruh, merasa jijjik pada semuanya, pada Zeon dan terlebih pada dirinya sendiri.
"Jangan Tuan," mohon Rilly saat Zeon mulai meraba tubuhnya. Dia benar-benar memohon, bukan hanya sekedar pura-pura.
Kata Liam berhenti menggunakan perasaan dan terus gunakan otak. Tapi nyatanya tak semudah itu untuk merealisasikan. Nyatanya hati itu tetap memimpin, Rilly begitu terpukul dengan perlakuan seperti ini.
Dia benar-benar membenci Liam, seseorang yang mendorongnya ke kubangan dosa.
Sementara Zeon tak peduli pada semua penolakan Airish, makin dia ditolak justru hasrat itu semakin membuncah.
Rilly tak ingin dicium bibirnya, jadi dia mendongak dan mengarahkan leher. Saat itu Zeon mengdirup dalam-dalam aroma tubuh Airish. Apa yang jadi fantasinya selama ini seolah dalam sekejab tersalurkan melalui Airish.
"Kamu sangat nikmat."
"Tubuh mu indah sekali."
"Kamu begitu sempit."
Apa yang dirasakan oleh Zeon adalah keinginannya selama ini dalam bercinta. Tapi tak pernah dia temukan di wanita manapun, dan fantasi itu seolah jadi nyata karena parfum hipnotis tersebut.
Rilly telah menyingkir dari tubuh Zeon, pria itu memuaskan dirinya sendiri. Rilly juga memunggungi Zeon, tak kuasa melihat pria itu menanggalkan semua bajunya.
Rilly menangis tanpa suara.
Mendengar semua rancauan itu hatinya seperti terirris.
Dia memang tidak tersentuh, namun sakit dihatinya tetap terasa nyata. Tetap saja dia merasa hinna.
Sampai waktu berlalu cukup lama dan Zeon menumpahkan semua laharnya di sembarang tempat. Lalu ambruk dalam mimpinya yang paling indah.
"Kamu adalah wanita ku," gumam Zeon diantara setengah sadarnya. Hanya Airish lah yang mampu memberinya kepuasan hakiki seperti ini.
Dan Rilly masih setia dengan air mata yang jatuh tak bisa dicegah. Di akhir permainannya, Rilly menarik bajunya sendiri hingga kancingnya terlepas. Melepas ikat rambut dan membuatnya tergerai asal.
Dia menuju pintu dan mengetuknya dengan kuat.
"Buka! aku mohon buka pintunya!" pekik Rilly dengan lirih, tak ada lagi sandiwara yang dia perankan, karena nyatanya Rilly benar-benar ingin segera keluar dari tempat itu.
Dom yang mendengar suara itu pun membuka pintunya, Rilly dengan segera menarik pintu itu dan berlari keluar.
Dom dan yang lainnya tak sempat mengejar Airish, mereka segera memeriksa keadaan sang Tuan yang telah terkapar dalam kenikmatan. Tubuhnya polos dan tergelak di atas kerja.
Mereka semua masuk dan melihat tanda kepuasan milik sang Tuan bercecer dimana-mana.
"Astaga!" mereka semua tertawa dan mulai memasangkan kembali baju Zeon.
Dom merasa senang saat melihat tuannya pun puas seperti ini.
Sementara itu Rilly memutuskan untuk segera pulang. Saat itu waktu masih jam 11 malam, harusnya dia bekerja hingga pagi. Tapi Rilly tak peduli, saat itu juga dia berlari keluar dan memanggil taksi.
Hampir jam 12 malam Rilly tiba di rumah.
Air mata itu belum kering juga, bahkan kini keluar keringat dingin di kedua telapak tangan Rilly.
Rancauan Zeon seperti menghantui pikirannya, Rilly benar-benar merasa hinna.