Dalam rumah tangga, CINTA saja tidak cukup, ... Masih diperlukan kesetiaan untuk membangun kokoh sebuah BIDUK.
Namun, tak dipungkiri TAKDIR ikut andil untuk segala alur yang tercipta di kehidupan FANA.
Seperti, Fasha misalnya; dia menjadi yang KEDUA tanpa adanya sebuah RENCANA. Dia menjadi yang KEDUA, walau suaminya amat sangat MENCINTAI dirinya. Dia menjadi yang KEDUA, meski statusnya ISTRI PERTAMA.
Satu tahun menikah, bukannya menimang bayi mungil hasil dari buah cinta. Fasha justru dihadapkan kepada pernikahan kedua suaminya.
Sebuah kondisi memaksa Samsul Bakhrie untuk menikah lagi. Azahra Khairunnisa adalah wanita titipan kakak Bakhrie yang telah wafat.
Tepatnya sebelum meninggal, almarhum Manaf memberikan wasiat agar Bakhrie menikahi kekasihnya yang telah hamil.
Wasiat terakhir almarhum Manaf, akhirnya disetujui oleh Bakhrie dan keluarganya tanpa melihat ada hati yang remuk menjadi ribuan keping.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAYM SEPULUH
Baru kemarin perjalanan Indonesia ke Dubai dilaluinya. Fasha masih harus pulang lagi ke Indonesia setelah semua yang terjadi hari kemarin dirasa begitu menyakitkan.
Tamparan keras dari tangan Bachrie, masih menyisakan trauma berat. Orang yang terus memproklamirkan kata Cinta, Sayang, tega sekali melayangkan tangan di depan Azahra seolah Fasha tak ada lagi harga dirinya.
Diteriaki dan dicaci mertua karena tak kunjung hamil, Fasha masih sanggup mendongakkan kepala demi Bachrie tercinta.
Dimadu dan harus bersaing perhatian dengan Azalea dan Azahra? Pun Fasha tak apa, tapi jika pipi yang tak pernah disentuh rasa sakit itu disakiti, perihnya hingga ke dada.
Di sepanjang perjalanan pesawat, dari take off hingga landing, Fasha masih sanggup menikmati keheningannya.
"Sudah sampai, Nona." Pramugari sudah menegur berulang kali. "Nona!"
"I-iya," kejut Fasha yang tak cukup mampu mengeluarkan suaranya. Terasa berat dan hanya menyisakan lirih yang menyayat.
"Kalau ada masalah, jangan bepergian. Nanti takut ada yang berbuat jahat." Pramugari menasehati, seolah tahu bahwasanya apa yang Fasha lalui detik ini tidaklah mudah.
Fasha tak menjawab, wanita itu hanya tersenyum, yah, senyum yang menyuarakan terima kasihnya pada perempuan tersebut.
Fasha lekas bangkit dan keluar dari pesawat disambut angin yang berembus kencang, hijab putihnya beterbangan. Langkah kakinya bergontai keluar dari arena landasan.
Entah sudah sampai mana, Fasha tak menyimak ke mana langkah sang kakinya mengarah. Dia hanya harus melangkah untuk sebuah pelukan dari sang ayah tapi, entahlah.
Orang orang di sekitarnya mulai kabur, tangan yang menjinjing tas kian melemah, dan Fasha hanya hanya sempat melihat raut panik seseorang yang menyebutnya NONA ACHA sebelum seluruh pandangan menjadi gelap.
Di kemudian menit, Fasha membuka mata yang lelah terpejam. Di sisinya, terulas senyum kecil yang tampak manis.
"Nona sudah siuman." Fasha masih sibuk bergeming sambil mencari data- data ingatan di otak yang barusan hilang untuk beberapa saat.
"Alhamdulillah, Nona siuman."
Entah sedari kapan Gantara ada di sini bersamanya. Fasha celingukan dan mencari tahu di mana dirinya berada.
Sebuah sofa tunggu untuk beristirahat, beberapa orang juga bersyukur. Agaknya mereka yang ikut panik ketika dirinya tak sadarkan diri.
"Kenapa Acha di sini, Bang?" Fasha ingin bangun, dan Gantara membantunya duduk walau Fasha berusaha untuk menolaknya.
Bagaimana pun, Gantara bukan mahram Fasha, karena selain King Miller, Opa Axel, dan ketiga saudara lelakinya, tidaklah pantas seorang Fasha disentuh pria mana pun selain dari pada Bachrie saja.
Gantara yang tadinya berjongkok di depan sofa, kini beranjak berdiri. "Nona pingsan, kebetulan sekali, kita bertemu di sini."
Fasha mengusap pelipis yang sedikit masih nyeri. Sebelum hilang sadar, Fasha sempat merasakan ringan di kepalanya, mungkin karena terlalu lelah bolak- balik Jakarta Dubai.
"Memang Bang Tara dari mana?"
"Kairo," jawab Gantara, "kebetulan, salah satu teman kuliah saya di Al-Azhar dulu, ada yang menikah."
"Oh." Fasha manggut- manggut, pantas saja mereka sama- sama berada di gate penerbangan internasional.
"Lu nggak apa- apa, Cadel?"
Rayyan datang dengan napas tersengal- sengal setelah berlarian. Barusan, Gantara memberitahukan kondisi Fasha pada pemuda berandal beranak tiga itu.
Sebelumnya, Rayyan sudah dikabari Fasha akan kepulangannya ke Indonesia kembali, dan Rayyan sengaja siaga di jam- jam pesawat yang ditumpangi oleh Fasha landing.
Tadi, saat Gantara menelepon, Rayyan sedang ada di jalan. Dan akhirnya sampai sini juga walau harus berlarian saking paniknya.
"Lu kecapean hah?!" Rayyan memeriksa kening Fasha yang sedikit hangat memang.
"Nggak juga," lirih Fasha.
"Kita ke Rumah Sakit!" Tak butuh waktu lama, adik bungsu Fasha memutuskan tindakan secara sepihak. "Lu sekalian ikut Gue ajah, Bang!" titahnya pada Gantara.
Fasha bisa apa selain menurut. Lagi pula, Fasha tak memiliki daya untuk menolak dan berontak, energinya telah habis diserap oleh masalah rumah tangganya yang pelik.
Ada Rumah Sakit yang paling dekat dengan bandara. Di sana Fasha akhirnya dilarikan dan mendapatkan pemeriksaan lanjutan.
Sedari awal kedatangan, Fasha diarahkan ke ruangan obgyn. Yang sebenarnya, Fasha sendiri sempat meragukan arahan dokter.
Satu tahun setengah hidup bersama Bachrie, Fasha sudah bosan memeriksakan diri ke dokter kandungan dan hasilnya negatif.
Meski demikian, Fasha mengikuti prosedur pemeriksaan. Sampai puncaknya, Fasha menerima informasi mengejutkan dari dokter wanita itu.
Salah seorang perawat pun keluar untuk memberikan kabar kepada dua lelaki yang menunggu di depan pintu obgyn.
Terutama, kepada Gantara, perawat itu tersenyum amat manis. "Selamat Tuan, Anda akan menjadi seorang ayah."
Rayyan melongo, maksudnya, Fasha yang hamil? Kenapa Gantara yang menjadi ayah?
"Aamiin." Gantara berkata lirih.
Harapannya, semoga kelak dia menemukan seseorang yang mampu menggantikan posisi Fasha di dalam hatinya dan ucapan yang dianggap doa itu terijabah pula pada akhirnya.
"Bang!" Rayyan menepuk Gantara yang sempat hening bercelaru, "titip Kak Cadel, ya. Rayyan mau kabarin Papap sama yang lain dulu."
"Baik." Gantara tersenyum, sebelum kemudian menatap Fasha yang baru keluar dari ruangan dokter spesialis kandungan.
Gantara menyimak, ada ketidak bahagiaan di mata berair Fasha. "Nona kenapa?"
Tak peduli jika dianggap lancang, Gantara ingin tahu, apa yang membuat cinta dalam diamnya ini menangis pasca mengetahui kabar kehamilan?
Fasha terduduk di kursi tunggu, memegangi perut yang masih rata. "Kenapa harus hamil di saat seperti ini? ... Acha nggak kuat lagi."
"Kenapa begitu hm?" Gantara langsung mencecar menyelidik. "Nona ada masalah?"
Sontak, pertanyaan Gantara membuat Fasha terlonjak kaget. "M-maaf, Bang. Acha, ... Acha lagi ngawur. Anggap saja, Bang Tara nggak pernah denger kata- kata Acha yang barusan."
Gantara bergeming saat Fasha bangkit dan berjalan menjauhinya. Yah, ... Gantara yakin pasti ada apa- apa dengan wanita itu, tapi, Gantara pun sadar, Fasha bukan wanita yang bisa digapai pria yang bukan mahramnya.
...Semoga sisa vote kalian untuk nopel ala kaday ini. Update lagi siang ya......