Kehamilan merupakan sebuah impian besar bagi semua wanita yang sudah berumah tangga. Begitu pun dengan Arumi. Wanita cantik yang berprofesi sebagai dokter bedah di salah satu rumah sakit terkenal di Jakarta. Ia memiliki impian agar bisa hamil. Namun, apa daya selama 5 tahun pernikahan, Tuhan belum juga memberikan amanah padanya.
Hanya karena belum hamil, Mahesa dan kedua mertua Arumi mendukung sang anak untuk berselingkuh.
Di saat kisruh rumah tangga semakin memanas, Arumi harus menerima perlakuan kasar dari rekan sejawatnya, bernama Rayyan. Akibat sering bertemu, tumbuh cinta di antara mereka.
Akankah Arumi mempertahankan rumah tangganya bersama Mahesa atau malah memilih Rayyan untuk dijadikan pelabuhan terakhir?
Kisah ini menguras emosi tetapi juga mengandung kebucinan yang hakiki. Ikuti terus kisahnya di dalam cerita ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon senja_90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Geng Ibu Sosialita (SUDAH REVISI)
"Loh. Bukankah itu menantunya Jeng Naila, ya?" tanya salah satu teman sosialitanya.
Lalu, wanita geng sosialita yang beranggotakan lima orang itu memperhatikan penampilan Arumi dari atas kepala hingga ke ujung kaki.
"Itu 'kan menantunya Jeng Naila yang mandul itu toh!" seru salah satu wanita paruh baya berambut sebahu.
"Sst! Pelankan suaramu! Jangan sampai terdengar oleh Jeng Naila."
Mendengar bisikan-bisikan meresahkan itu, Naila dibuat geram. Wanita itu mendengus dengan kesal. "Kalau kalian mau bergosip, tunggu sampai aku pergi!"
Seketika, keempat wanita itu membungkam. Tak ada yang berani membuka mulut lagi.
Lena, salah satu dari mereka menghampiri Arumi. Ia menyambut menantu Naila dengan ramah. Senyum manis tersungging di bibir wanita paruh baya itu. "Ayo, ke sini! Bergabung bersama kami."
Wanita paruh baya itu menyentuh pundak Arumi, menariknya dengan lembut. "Kebetulan Arumi ada di sini, kita bisa berbelanja bersama-sama."
Sontak, semua orang yang ada di sana terkejut mendengar perkataan Lena, tanpa terkecuali Naila dan gadis yang berdiri di tengah-tengah perkumpulan ibu-ibu sosialita.
"Jeng Lena, kenapa mengajak menantu Jeng Naila ikut serta bersama kita!"
"Benar! Merusak suasana saja," timpal yang lain.
Dengan lemah lembut, Lena berkata, "Memangnya kenapa kalau aku mengajak Arumi gabung bersama kita?" Ia menatap kelima wanita paruh baya itu satu persatu. "Aku rasa, semakin banyak orang yang ikut bergabung maka akan semakin seru."
Lena mengusap bahu Arumi. "Jangan takut, ada Tante di sini," bisiknya.
***
Arumi melepas seragam scrub yang berwarna hijau lalu meletakannya ke dalam tempat pakaian kotor. Wanita cantik itu mencuci tangan menggunakan sabun kemudian berjalan menuju ruangan khusus yang digunakan olehnya untuk beristirahat.
Jam dinding di ruangan itu menunjukan pukul dua belas malam. Sudah hampir sepuluh jam Arumi berada di rumah sakit, dia merasakan seluruh tubuh terasa pegal dan mulai mengantuk. Untung saja sebelum turun dari mobil, tadi siang wanita itu sudah meminta Burhan, sang sopir untuk menjemput jadi dia tidak perlu menyetir sendirian menembus dinginnya udara malam hari.
Ketika Arumi menuju loker untuk mengambil tas dan barang berharga lainnya, telepon genggam wanita itu berdering.
"Halo, Pak. Sudah sampai mana?" tanya Arumi sambil mengunci pintu loker.
"Saya sudah ada di parkiran, Bu," jawab Burhan di seberang sana.
"Bapak tunggu sebentar, saya turun sekarang!" titah wanita itu.
Dia berjalan di koridor rumah sakit yang sepi menuju parkiran saat seorang perawat menyapa wanita itu.
"Dokter Arumi sudah mau pulang?" Seorang perawat yang berjaga di shift malam berjalan ke arahnya sambil membawa cairan infus di atas troli.
"Benar, Pak Burhan sudah menunggu di parkiran. Kalau begitu, saya pulang duluan ya, Suster. Bye!" Arumi melambaikan tangan ke arah gadis itu.
Biasanya dia akan menghabiskan waktu beberapa menit untuk berbincang dengan perawat itu, tetapi untuk kali ini Arumi lebih memilih segera bergegas pulang sebab rasa kantuk sudah menguasai kedua pelupuk mata wanita itu. Dengan sisa tenaga yang masih tersisa dia mengetuk jendela mobil.
"Apakah kita langsung pulang, Bu?" tanya Burhan dari balik kemudi.
"Iya, Pak, tapi tolong jangan ngebut-ngebut karena jalanan pasti licin akibat hujan tadi sore," pinta Arumi mencoba memperingatkan Burhan agar lebih berhati-hati dalam mengendarai mobil.
Tanpa menunggu lama, Burhan segera menginjak pedal gas meninggalkan parkiran rumah sakit. Mobil Alphard series terbaru perlahan membelah jalanan ibu kota. Suasana lenggang memudahkan pria berusia separuh baya itu berlenggak lenggok di atas aspal mulus menuju kediaman Mahesa.
Empat puluh menit berlalu, kini kendaraan itu sudah berada di pekarangan rumah mewah berlantai dua. Rumah yang bernilai di atas 1M dibeli atas jerih payah Arumi dan Mahesa. Satu bulan setelah menikah, mereka berdua memutuskan untuk menyewa sebuah apartemen kecil sambil menabung membeli rumah impian yang kelak menjadi surga bagi pasangan suami istri itu.
"Bu Arumi, kita sudah sampai di rumah." Burhan mencoba membangunkan Arumi yang masih terlelap di kursi belakang.
Tidak mendapatkan jawaban, Burhan membangunkan Arumi dengan menaikan satu oktaf suaranya. "Bu, kita sudah sampai!"
Perlahan Arumi membuka mata saat mendengar suara serak seorang pria membangunkan wanita itu dari kursi depan. Dia merubah posisi duduknya menjadi tegak sambil mengumpulkan nyawa yang sempat berkelana kemana-mana.
"Nanti tolong mobil ini langsung masukan ke dalam garasi." Arumi turun dari dalam mobil.
Mbak Tini yang saat itu masih belum memejamkan mata segera bergegas membukakan pintu untuk sang majikan kala mendengar deru mesin kendaraan berhenti di depan rumah.
"Ibu mau saya buatkan teh chamomile?"
"Tidak, Mbak. Saya mau langsung istirahat." Arumi menaiki anak tangga menuju pintu masuk rumah berlantai dua dengan hati-hati. Saat berada di depan pintu, wanita itu membalikan badan dan bertanya, "Mas Mahes ada di kamar?"
TBC
Jangan lupa tinggalkan jejak cinta ya Kak. Terima kasih. 🥰