NovelToon NovelToon
Married By Accident

Married By Accident

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Paksa / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Coffeeandwine

Riin tak pernah menyangka kesalahan fatal di tempat kerjanya akan membawanya ke dalam masalah yang lebih besar yang merugikan perusahaan. Ia pun dihadapkan pada pilihan yang sulit antara kehilangan pekerjaannya, atau menerima tawaran pernikahan kontrak dari CEO dingin dan perfeksionis, Cho Jae Hyun.

Jae Hyun, pewaris perusahaan penerbitan ternama, tengah dikejar-kejar keluarganya untuk segera menikah. Alih-alih menerima perjodohan yang telah diatur, ia memutuskan untuk membuat kesepakatan dengan Riin. Dengan menikah secara kontrak, Jae Hyun bisa menghindari tekanan keluarganya, dan Riin dapat melunasi kesalahannya.

Namun, hidup bersama sebagai suami istri palsu tidaklah mudah. Perbedaan sifat mereka—Riin yang ceria dan ceroboh, serta Jae Hyun yang tegas dan penuh perhitungan—memicu konflik sekaligus momen-momen tak terduga. Tapi, ketika masa kontrak berakhir, apakah hubungan mereka akan tetap sekedar kesepakatan bisnis, atau ada sesuatu yang lebih dalam diantara mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Coffeeandwine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Floral and Feelings

Pagi itu, di jalanan kota Seoul yang mulai sibuk, udara terasa masih segar dengan hembusan angin dingin. Jae Hyun sudah tiba di depan gedung apartemen Riin tepat pukul 7 pagi, sesuai jadwal yang ia buat. Ia memilih menunggu di luar, bersandar santai di sisi mobil hitamnya yang berkilau di bawah sinar matahari.

Pria itu melirik jam tangan sambil menghela napas. 'Lebih baik menunggu di sini daripada harus menghadapi Ah Ri di lantai atas' pikirnya. Gadis itu terlalu suka mencampuri urusan pribadinya dengan Riin, sering kali dengan komentar tajam namun penuh tawa yang membuat Jae Hyun malas berdebat.

Beberapa menit kemudian, suara langkah ringan terdengar mendekat. Jae Hyun mendongak dan langsung terpaku. Riin muncul dari pintu depan, mengenakan gaun biru muda selutut yang melambai lembut di setiap langkahnya. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai, memantulkan kilau keemasan di bawah sinar matahari pagi. Wajahnya dipulas dengan riasan sederhana_hanya sedikit blush on dan lipstik warna lembut_cukup untuk mempertegas kecantikannya tanpa terlihat berlebihan.

Sejenak, Jae Hyun seperti lupa cara berkedip. Entah kenapa, pemandangan ini membuat pikirannya kosong. Ada sesuatu yang begitu alami dan menenangkan tentang penampilan Riin pagi ini, seperti ia adalah bagian dari keindahan pagi yang tidak tergantikan.

Riin melambai di depan wajahnya, memecah lamunannya. “Sajangnim! Kau baik-baik saja?” tanyanya dengan alis terangkat. Ada nada bercanda dalam suaranya, tapi juga sedikit kekhawatiran.

“Oh, iya.” Jae Hyun segera mengalihkan pandangannya, mencoba menormalkan ekspresinya. “Ayo cepat naik.” Suaranya terdengar sedikit canggung, sesuatu yang jarang terjadi.

Riin mendekat sambil tersenyum kecil. “Nanti bisa tolong berhenti sebentar di toko bunga?” tanyanya saat membuka pintu mobil.

Jae Hyun memutar tubuhnya menghadapnya. “Untuk apa?” tanyanya, matanya menyipit, mencoba menebak alasan gadis itu.

“Aku ingin membeli bunga untuk ibumu,” jawab Riin dengan tenang.

Jae Hyun menghela napas. “Bukankah sudah kubilang aku sudah menyiapkan hadiah? Kau tak perlu repot lagi.”

“Aku tahu,” balas Riin sambil menatapnya dengan mata yang jernih. “Tapi rasanya tetap saja kurang sopan jika aku datang tanpa membawa apapun. Apalagi...” suaranya merendah di akhir kalimatnya. “...ini pertama kalinya aku menemui seseorang yang akan kusebut sebagai ibu mertua. Meskipun hanya sebatas kontrak.”

Jae Hyun terdiam sejenak, menatap gadis itu dalam diam. Ada sesuatu di nada suaranya yang membuatnya merasa aneh, sebuah kejujuran yang sederhana namun menyentuh. Ia menghela napas pelan sebelum berkata, “Sepertinya aku mulai merasa khawatir. Dilihat dari sifatmu, aku rasa ibuku akan sangat menyukaimu.”

Riin mengerutkan kening, bingung dengan maksud ucapannya. “Apakah itu hal yang baik atau buruk?” tanyanya hati-hati.

“Entahlah.” Jae Hyun mengangkat bahu, kemudian tersenyum samar. “Kita pikirkan nanti saja. Aku akan mengantarmu ke toko bunga.”

Riin mengangguk, lalu masuk ke dalam mobil. Namun, saat hendak memasang seatbelt, ia terlihat kesulitan menarik sabuk itu. Setelah beberapa kali mencoba, ia menyerah dan mendesah pelan.

Jae Hyun, yang memperhatikan dari sudut matanya, menghela napas kecil sebelum membungkuk untuk membantunya. Tangannya meraih sabuk pengaman, membuat jarak mereka semakin dekat. Riin menahan napas, merasa sedikit canggung dengan kedekatan ini. Namun, setelah Jae Hyun selesai memasang seatbelt, ia tidak segera menjauh. Sebaliknya, pria itu menatapnya dengan intens, matanya penuh arti yang sulit ditebak.

“Ada apa? Kenapa kau menatapku seperti itu?” tanya Riin dengan nada gugup, matanya berusaha menghindar.

Jae Hyun menyeringai kecil. “Apa kau sengaja melakukan ini untuk menggodaku? Bukankah memakai seatbelt itu cukup mudah?”

Riin membelalakkan matanya, tidak percaya dengan tuduhan itu. “Jangan terlalu percaya diri! Kau tidak semenarik itu!” omelnya sambil mendorong pelan kening Jae Hyun dengan telunjuknya.

Jae Hyun tertawa kecil, tapi saat ia hendak menjauhkan tubuhnya, Riin tiba-tiba menghentikannya. “Tunggu dulu!” serunya.

Jae Hyun mengangkat alis. “Kenapa? Apa sekarang kau berubah pikiran dan benar-benar ingin menggodaku?” godanya.

“Bukan itu!” balas Riin dengan kesal. “Apa kau sedang demam?” tanyanya tiba-tiba, mengingat perbedaan suhu yang ia rasakan di ujung jarinya saat menyentuh dahi pria itu tadi.

“Tidak,” elak Jae Hyun cepat, meskipun keringat tipis di dahinya mengkhianati jawabannya.

Namun Riin tidak menyerah. Kali ini, ia menempelkan telapak tangannya langsung ke kening Jae Hyun, membuat pria itu membeku sejenak. “Kau benar-benar demam,” katanya yakin, tatapannya penuh kekhawatiran.

“Aku hanya kurang istirahat,” jawab Jae Hyun sambil menghela napas. Ia menyalakan mesin mobil, berusaha mengalihkan perhatian. “Sudahlah, itu tidak penting. Ayo berangkat.”

“Tunggu,” potong Riin, kali ini suaranya lebih tegas. “Pasti ini karena kau meminjamkan jaketmu padaku, kan? Ah Ri bilang kau terkena flu sehari setelahnya.”

Jae Hyun hanya mengangkat bahu. “Hanya flu biasa. Tidak akan membuatku mati.”

Riin melipat tangan di depan dada, menatapnya tajam. “Sekarang kau bicara seperti itu, padahal sebelumnya kau bilang kau tidak mudah sakit,” ejeknya.

Jae Hyun meliriknya sebentar, lalu menggeleng kecil. Gadis ini benar-benar tidak mudah menyerah, pikirnya sambil menahan senyum. Namun, dalam hati, ia merasa senang karena ada yang benar-benar peduli padanya, meskipun ia terlalu keras kepala untuk mengakuinya.

***

Mobil hitam Jae Hyun berhenti di depan sebuah toko bunga kecil yang berlokasi di sudut jalan yang tenang. Toko itu dihiasi etalase kaca yang dipenuhi bunga berwarna-warni_mawar merah, anyelir putih, lili kuning, hingga anggrek ungu. Sebuah papan kayu sederhana menggantung di atas pintu bertuliskan “Floral Harmony”. Riin turun dari mobil dengan langkah ringan, tampak bersemangat meski Jae Hyun masih menunjukkan raut wajah datar khasnya.

“Aku tidak lama, kau tunggu saja di sini,” ucap Riin sambil menutup pintu mobil dengan hati-hati.

Jae Hyun hanya mengangguk pelan tanpa kata. Begitu pintu mobil tertutup, ia menyandarkan kepala ke kursi dan memejamkan mata. Sakit kepala yang ia rasakan sejak pagi semakin terasa berdenyut. Udara hangat di dalam mobil seakan menambah rasa lesu yang menyerang tubuhnya. Tangannya mengusap pelipis perlahan, mencoba meredakan denyut itu. Namun, Jae Hyun tahu, ini bukan hanya karena kurang tidur atau flu biasa_tekanan pekerjaan dan tanggung jawab keluarga juga ikut memainkan peran besar.

Di dalam keheningan, pikirannya melayang pada pertemuan nanti. Ia sudah bisa membayangkan bagaimana ibunya akan memandangi Riin dengan tatapan penuh selidik. Jae Hyun menghela napas panjang. Ibunya, meski dikenal ramah, memiliki naluri tajam untuk menilai orang. Akan seperti apa Riin menghadapi keluarganya nanti?

Ketukan di kaca jendela membuyarkan lamunannya. Jae Hyun membuka mata dan menoleh. Riin berdiri di luar dengan senyum kecil, membawa dua buket bunga yang masing-masing dibungkus kertas cokelat polos yang dihiasi pita sederhana. Tanpa menunggu, Jae Hyun keluar dari mobil dan menghampirinya.

“Kau membawa dua buket?” tanyanya sambil membantu Riin menyimpan bunga-bunga itu di kursi penumpang belakang.

“Ah Ri bilang kau memiliki seorang kakak perempuan. Kupikir, sebaiknya aku membawa sesuatu untuknya juga,” jawab Riin sambil menatap Jae Hyun penuh harap.

Jae Hyun terdiam sejenak, matanya tertuju pada bunga-bunga itu. Pikirannya berkecamuk, tapi satu hal jelas: Riin memiliki perhatian terhadap detail yang luar biasa. 'Firasatku mengatakan... seluruh keluargaku akan menyukai dan berpihak padanya' batin Jae Hyun sambil menghela napas kecil.

Riin memiringkan kepala, menatapnya curiga. “Kenapa? Apa aku terlalu lancang mengambil keputusan sepihak?” tanyanya, nada suaranya sedikit ragu.

“Tidak,” jawab Jae Hyun akhirnya. “Mereka pasti menyukainya. Terima kasih.” Suaranya terdengar lebih tulus dari yang ia harapkan.

Riin tersenyum kecil, tampak lega. “Ternyata pria menyebalkan sepertimu juga bisa mengucapkan terima kasih,” godanya dengan senyum lebar yang sulit ditahan.

Jae Hyun menatapnya dengan tatapan datar, tapi ujung bibirnya sedikit terangkat, nyaris seperti senyuman. “Tentu saja. Aku juga bisa mengatakan kalimat ‘kau dipecat’ pada karyawan yang hobi meledek bosnya,” balasnya dingin, nada suaranya setengah serius.

Riin mendengus kesal sambil melipat tangan di dada. “Ck, kau memang pandai merusak suasana. Dasar menyebalkan!” Ia menghentakkan kaki kecilnya, lalu bergegas masuk ke mobil tanpa menunggu respons Jae Hyun.

Di dalam mobil, Riin menarik sabuk pengamannya. Kali ini, setelah perjuangan kecil, ia berhasil memasangnya sendiri. Ia melirik Jae Hyun sekilas ketika pria itu masuk ke kursi pengemudi. Wajahnya terlihat semakin pucat, bahkan bibirnya sedikit memucat. Namun, Riin memilih untuk diam. Sikap menyebalkan Jae Hyun sebelumnya membuatnya enggan menunjukkan perhatian lebih.

Jae Hyun, di sisi lain, hanya menatap lurus ke depan, fokus pada jalan. Tangannya menggenggam setir dengan erat, tapi tekanan di kepalanya membuat fokusnya terasa goyah. Ia tahu tubuhnya sedang memprotes keras karena kurangnya istirahat. Namun, seperti biasanya, ia memilih mengabaikan rasa sakit itu.

Perjalanan dilanjutkan dalam keheningan. Suara lembut dari radio mengalun, namun tidak cukup menghilangkan ketegangan samar yang ada di antara mereka. Riin, meski kesal, sesekali melirik Jae Hyun. Ada rasa cemas yang perlahan muncul di dalam dirinya.

“Kenapa pria ini harus sekeras kepala itu?” gumamnya pelan, hampir tidak terdengar.

Namun Jae Hyun mendengarnya. Ia meliriknya sekilas sebelum berkata, “Apa kau bilang sesuatu?”

“Tidak, tidak ada,” jawab Riin cepat, berpura-pura menatap ke luar jendela.

Jae Hyun tersenyum kecil. Gadis itu, meski sering mengomel, ternyata punya sisi perhatian yang tidak bisa disembunyikan. Di tengah sakit kepala yang semakin menjadi, Jae Hyun merasa sedikit lega. Mungkin saja, perjalanan ini tidak akan seburuk yang ia kira.

***

1
Kyurincho
Recommended
Coffeeandwine
Bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!