NovelToon NovelToon
Surai Temukan Jalan Pulang

Surai Temukan Jalan Pulang

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Sci-Fi / Fantasi Timur / Spiritual / Dokter Genius / Perperangan
Popularitas:199
Nilai: 5
Nama Author: Hana Indy

[Sampul digambar sendiri] Pengarang, penulis, penggambar : Hana Indy

Jika ada yang menganggap dunia itu penuh dengan surga maka, hanyalah mereka yang menikmatinya.
Jika ada yang menganggap dunia penuh dengan kebencian maka, mereka yang melakukannya.

Seseorang telah mengatakan kepada lelaki dengan keunikan, seorang yang memiliki mata rubah indah, Tian Cleodra Amarilis bahwa 'dunia kita berbeda, walau begitu kita sama'.

Kali ini surai perak seekor kuda tunggangnya akan terus memakan rumput dan berhagia terhadap orang terkasih, Coin Carello. Kisah yang akan membawa kesedihan bercampur suka dalam sebuah cerita singkat. Seseorang yang harus menemukan sebuah arti kebahagiaan sendiri. Bagaimana perjuangan seorang anak yang telah seseorang tinggalkan memaafkan semua perilaku ibundanya. Menuntut bahwa engkay hanyalah keluarga yang dia punya. Pada akhirnya harus berpisah dengan sang ibunda.

-Agar kita tidak saling menyakiti, Coin-

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Indy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13 Sel Penjara

..."Jika ada harapan maka semua orang akan terus hidup. Begitulah hukum dunia yang sudah dijalani, namun, jika pupus sudah, biarkan mereda gejolak amarah." - Surai....

Malam masih belum usai, pertarungan kata masih belum menemukan jalan. Mallory masih mengedarkan pandangannya sampai ke sudut ruangan. Mencoba menemukan sosok yang akan dia dekati. Memiliki akses yang bagus untuk mendapatkan segala jenis data membuatnya bersyukur setengah mati.

"Tuan Lorenzo, sapa lelaki yang menggunakan jas berwarna hitam pekat.

"Tuan Jaza?"

"Iya ini saya," sapanya dengan penuh ramah.

Mallory tersenyum ramah, berjabat tangan lalu saling memeluk, selayaknya sahabat lama yang tidak jumpa. Tidak akan tahu manusia dengan nama Lorenzo di Agensi Surga. Semua yang dilihat oleh matanya juga nampak asing.

"Apakah Anda sudah sampai sebelum saya?"

"Yah, saya terlalu bersemangat sehingga datang dua puluh menit lebih awal."

Tawa mereka sekaan teredam oleh banyaknya musik yang dinyalakan. Tuan Jaza mengisyaratkan Lorenzo untuk mengikutinya. Menepi sedikit demi sedikit sampai pada sebuah pintu dengan penjaga kelinci.

Begitu terkejutnya jika dibalik ruangan yang gemuruh begitu tenang sehingga tapak kaki saja sudah memekakkan telinga. "Anda cukup mengesankan."

Lorenzo membuang mukanya ke sembarang arah. Berlagak sombong sebagaimana bangsawan sudah melakukannya berulang-ulang. "Anda terlalu ramah."

"Tuan Demon sangat senang dengan uang yang begitu banyaknya. Bagaimana Anda memiliki kekayaan semacam itu?"

"Ini hanya pelegaan diri saja. Saya hanya mencari untung lebih."

Sebagaimana ruangan sudah dihiasi oleh hitam pekat, hanya ada beberapa lampu saja. Melihat dalam kesunyian ini sungguh membuat mata Mallory sakit. "Selamat datang Tuan Lorenzo." Lelaki dari balik kegelapan kini berjalan pelan menuju hadapan Mallory.

"Anda memiliki wajah yang bagus," puji Tuan Demon.

"Terima kasih," jawab Mallory.

Berbincang mengenai pelayaran yang akan dikirim menuju seberang pulau. Membeli sejumlah besar dagangan Tuan Demon. Kadang menjadi bagian dari pengedar adalah cara biasa yang dia bisa. Jika berhasil maka, tikus akan segera dimusnahkan. Jika tidak, maka ada cara lain sebelum mati.

Tanda tangan sudah ditandai.

Kini penentuan hari mengesankan itu akan segera dilaksanakan.

Tuan Mallory berpulang terlebih dahulu, masih dia ingati kegiatan Idris yang berkemungkinan akan gagal. Berharap saja sudah paling baik. Mallory meninggalkan jejaknya di Agensi Surga. Mengucapkan selamat tinggal entah kepada dirinya atau kepada orang yang beada didalamnya.

...*...

Seringaian sudah dia nampakkan dalam gelap malam. Tuan Jaza memasuki ruangan ketika pelanggan sudah pergi. "Tuan Demon?"

"Putra kepolisian yang kondang. Kita akan memberikan dia bonus." Sembari menyesap rokoknya.

...***...

Terbangun oleh sinar matahari akan lebih baik daripada sinar lampu putih menyebalkan mata, Tian menggeliat, menemukan Phoen yang masih tertidur dalam dekapannya. lelaki itu masih terlihat manja, bahkan mulai berak sembarangan. Hal yang tidak akan Tian maafkan sepanjang hidupnya adalah melihat Phoen atau sejenisnya berhasil hidup. Lebih baik mereka mati daripada tersiksa.

Bodohnya Tian harus tertidur malam itu. Mendecih lalu menoleh ke kanan ke kiri. Sepertinya ruangan Phoen selalu kosong jika tidak malam hari. Tian hanya mengira-ngira selama ini jam yang dia ketahui melalui kicauan burung yang kadang terdengar.

Tian menaiki tangga dan melihat ruang laboratorium yang masih kosong. Seperinya tuan Poppin juga sibuk akhir-akhir ini. Sejenak dia melihat ada anak yang diikat kuat diatas meja. Tian bergegas menghampiri. Berusaha melepaskan Coin yang masih memejamkan mata.

Tian melihat ada setidaknya 3 kantong kupu-kupu tergeletak tidak berdaya di samping ranjang.

"Coin," tepuk pelan pipinya oleh Tian.

Berencanakan sebuah ide untuk kabur dan meminta bantuan. Sudah saatnya mereka akan terbebas. Kepala Tian berdenging kuat, ada kabar yang akan disampaikan oleh hewan yang ada diluar kurungannya. Didekatkannya telinga Tian menuju tembok yang ada. Sebuah pesan dengan bunyi samar namun masih jelas jika ada sebuah kapal yang akan berlayar.

Malam nanti.

Kuda berjalan pelan sembari meringkikkan suaranya. Idris masih mengelus Surai. "Katakan jika malam ini ada kapal berlayar di pelabuhan. Tian dan Coin harus keluar dari laboratorium."

Idris mungkin akan terkesan gila berbicara dengan Surai dan menyuruh kuda itu menyampaikan suaranya melewati rerumputan.

Idris melihat banyaknya anak panti yang kadang berteriak sendiri tanpa alasan yang jelas. Idris sudah mencoba segala hal yang dia bisa unuk menenangkan semua anak panti.  Sudah dua hari semenjak kehilangan Coin ayahnya tidak pernah menemuinya bahkan tidak pernah pulang. Sudah semenjak itulah Idris juga bebas melenggang tanpa tapi.

"Aku mau makan!"

"Huwaaa!"

Idris berlari membantu Nona Zeta yang kualahan. Meninggalkan Surai sementara waktu.

"Bagaimana ya," lirih Nona Zeta.

Idris tahu apa yang terjadi, namun, dia tidak akan pernah memberitahukan segala hal dengan gamblang. Idris hanya bisa melakukan untuk memasukkan sedikitnya bubuk campuran dalam garam lalu membiarkan mereka memulihkan diri sendiri. Idris berjanji dalam dirinya akan mempertanggungjawabkan apa yang sudah dia anggap nyaman sampai ke akar.

...*...

Seseorang juga masih berusaha menggapai sandi yang sulitnya meminta ampun. Dengan Phoen yang bersedia menggendong Coin yang terkapar tidak sadarkan diri. Tian memutar otaknya. Sebentar lagi mereka juga akan kembali tidak perlu berlama-lama. Sejenak mendengar suara ringkikan kuda. Tian berharap jika Tuan Idris mampu membuka pintunya. Segala hal sudah dia coba namun, masih gagal.

Idris mematikan saklar dari luar ruangan. Mematikan seluruh listrik dalam laboratorium, pintu yang diandalkan sistem listrik itu mati seluruhnya. Menjadikan dua peneliti segera berlari menuju lokasi Coin dibawa.

"Tangkap lelaki itu!"

Lelaki Jingglang berlari dengan pelahan menuju Tian berdiri. Menggunakan kekuatannya untuk membangkitkan sesuatu dari beberapa makhlukl yang masih hidup, menghambat pergerakan mereka. Pecikan las mengubah sedikit konsentrasi Tian. Didobraknya pintu dari luar.

Tuan Bond seakan terpana marah pada lelaki yang berusaha menyelamatkan dua orang. Anaknya dengan senyum paling ramah.

"Idris!" Teriakan ayahnya hanya mampu diabaikan oleh Idris.

"Selamat tinggal ayah," salamnya untuk terakhir kalinya.

Idris membantu Coin dan Tian keluar dari gudang. Dua peneliti yang masih tinggal kini mengejar. Ketika melihat seorang wanita yang sedang berkebun, hendak dia kembali ke ruangan.

Idris mengelus Surai lalu memacu kudanya bersama dengan Tian. Surai memiliki keistimewan unik. kakinya sama sekali tidak cacat tetapi, Surai adalah kuda yang harus terkoneksi dengan penunggangnya, barulah dia bisa berlari selayaknya kuda biasa.

Sedangkan, Phoen hanyalah manusia berinsting dia mengikuti kemana arah tuannya akan membawanya, sembari menggendong anak yang masih belum sadarkan diri sebelah tangan. Terbang bebas melenggang diangkasa.

Idris menoleh kepada dua bangunan sudah lama menjadi rumahnya. Seharusnya dia bisa berpamitan dengan benar kepada Nona Zeta dan Nona Paula.

"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" Tian entah mengapa menangis. Dirinya berada di depan Tuan Idris.

"Kita menuju pelabuhan paling Barat. Tuan Mallory sudah menunggu kita."

"Siapa dia?" Teriak Tian ketika Surai mulai menembus hutan.

"Dia adalah kepala kepolisian."

"Hah!"

"Dia ada dipihak kita. Tetapi, hanya dia. Tolong jangan percaya lainnya."

Tian hanya mengangguk. Mungkin besok adalah malam terkahir untuknya berada di dunia atau hanya di Pulau Arahis.

Lihatlah betapa kejamnya dunia.

...***...

Bau air tercium dari jarak ratusan meter sebelum bibir pantai menyentuh. Sosok dari kereta kuda turun setelah mendengar berbagai keributan yang ada dibelakang dirinya. Tuan Mallory dengan sigap menyambut mereka bertiga.

Sempat dia mengelus Phoen. Merasa nyaman dengan Mallory, Phoen tidak merasa terganggu.

Tian melihat lelaki besar yang bernama Mallory. Selisih tinggi mereka cukup jauh. Mampu membuat Mallory dengan mudah melemparkan lelaki kecil itu jika kesal.

“Ini adalah rencanaku dan Idris.” Mallory berjongkok, menyerahkan sebuah surat yang dia amplop dalam plastik besar.

“Dan alasan kami mempercepat pelarian ini dikarenakan Idris menemukan sebuah surat perdagangan.”

Tian merasa ragu untuk membukanya. Ada pemikiran seperti penghianatan.

Mata Tian menelisik dengan saksama. Mengulangi kalimat yang dia anggap meragu. Penjualan ternak dari Kota Arash. Ibukota Pulau Arash yang dibombardir.

“Dan sudah berlangsung selama 20 tahun,” lirih Tian tidak percaya.

“Itu artinya semua hewan yang diambil rekayasanya berasal dari Kotaku?” tanya Tian tidak percaya.

Idris dan Mallory hanya berpandangan. “Kalian menemukan surat ini dimana?”

Ada sedikitnya rasa bangga dibenak Mallory. “Di ruangan Tuan Demon yang menjijikkan itu.”

“Jadi pelayaran yang selama ini dilakukan mengangkut hewan. Mengapa dari Kota Arash? Apakah ada yang istimewa dari hewan disana?” tanya Idris. Menatap langsung pada manik mata Tian.

“Hewan di Pulau Arash menang memiliki DNA yang sangat bagus.”

Idris juga Mallory mempercayai itu. Mengingat Pulau Arash adalah pulau gudangnya semua ras unik. Setidaknya rumput dan pohon akan berbeda dari Pulau lainnya.

Mallory menepuk pundak anak kecil itu. “Selamat tinggal untuk Pulau Arahis.”

Kata-kata seakan membuat Tian menyadari jika hari akan gelap. Melihat matahari sudah condong di Barat serta kapal yang sudah bertengger ‘dipelabuhan kotor.’

“Bagaimana dengan Coin?”

Idris menaiki Surai. “Kami akan menyelamatkannya.”

Wajah meyakinkan. Tian melepaskan langkahnya dengan perasaan meragu. Ada beberapa pasang mata yang tidak merelakan kepergiannya.

Selangkah Tian berbalik. Memeluk Tuan Mallory yang masih menggendong Coin. “Ada apa?” Tanyanya dengan wajah keheranan.

“Coin,” usap Tian kepada anak yang masih enggan membuka mata. Seakan tidur dalam mimpi panjang. “Segeralah bangun. Ada hal besar menanti kita di depan sana. Kamu tidak mungkinkan meninggalkan aku sendirian?”

Tuan Mallory mengangkat satu alisnya. “Apa yang kalian rencanakan sebenarnya?”

“Tidak ada,” jawab Tian. “Hanya aku ingin dia bangun.”

Segeranya dia melangkahkan kaki mantap menuju kapal uang sudah bertengger.

Idris hanya meringis melihat kepergian anak itu. Tekad kuatnya untuk menyelamatkan Pulaunya masih membara dalam dadanya. Sudah berapa lama sejak saat itu. Hampir setahun inikah?

“Selanjutnya, berjuanglah sendirian, Tian.”

Tuan Mallory mengangguk setuju.

Kini langkah mereka akan menapaki jalan yang berbeda.

“Mari berpisah sebentar, Coin.”

...**...

Rumah yang berbeda. Rasa tenang yang tidak nyaman. Disinilah Coin dibaringkan dalam ranjang lembut, lebar juga dengan perawatan sederhana. Idris masih senantiasa memeriksa detak jantung Coin setiap menitnya.

Disini hal yang paling tidak dia inginkan terus membayang. Bayangan jika Coin tidak pernah kembali membuka matanya. Saat di perjalanan Idris mendengar jika Tian mengatakan sesuatu yang lirih.

Seperti DNA itu sudah diubah.

DNA apa yang dimaksudkan masih belum dia tanggap.

Idris juga membawa seluruh dokumen yang biasa dia gunakan dalam laboratorium. Mengecek apakah ada DNA atau penemuan baru yang masih dalam tanda tanya.

“Kupu-kupu,” lirih Idris.

Yah, ada jenis kupu-kupu yang belum dikembangkan. Idris membaca setiap rangkaian pengobatan dan cara penyangkalan.

Namun, jika sudah direkayasa maka, kemungkinan obat itu tidak akan manjur. Idris menghela nafasnya kasar. Melelahkan sejenak pundak yang dia sangga. Yang bisa dia lakukan hanyalah melakukan perawatan sederhana. Serangkaian mengompres badan Coin ketika panas.

Idris menggenggam tangan kecil itu. Hanya dia satu-satunya yang Tian selamatkan. Dan entah bagaimana nasib Silvia Bond yang masih berada dalam kungkungan penjara.

...*...

Dalam gapaian mimpi, tangannya masih menggenggam lengan ibundanya. Berjalan menuju rumah yang mereka tahu sebagai tempat pulang. Tersenyum ibundanya di sana. Dengan jiwa yang terhubung akan penyesalan, ibundanya berharap memiliki anak yang dapat dia lihat lagi sekarang.

Coin menunjuk sebuah cahaya yang amat sangat menyilaukan. Seketika pudar menjadi sebuah bayang hitam yang perlahan memudar. Suasana ruangan dengan nuansa hitam masih dia lihat dengan jelas.

Seraut wajah menonjol dari sudut matanya, menatap dirinya dengan rasa lega. Lelaki dengan mata cyan juga rambut senada sudah menegaskan sosok itu dalam bayangan Coin.

“Coin,” panggil Idris

“Tian Idris,” lirih Coin. Setelah lamanya bermimpi akhirnya Coin sadar.

Yang dia ingati hanyalah sebuah bayangan Tuan Bond yang menyuntikkan cairan berwarna sedikit emas. Dalam bayangannya pula ada perempuan yang menangis di sudut kamar tidak merelakan. Dalam bayangannya juga ada saja Tian yang dia ketahui membawanya pergi.

“Apa yang terjadi?”

Pelukan sudah didapatkan oleh Coin. Memeluk erat lelaki yang sudah berusaha setengah mati berjuang dari kematian menurut Idris adalah sesuatu yang membanggakan.

Idris menangis dalam pelukan kecil itu.

“Ada apa?” tanya Coin bingung.

“Maafkan aku,” lirih Idris. Suara yang sangat dekat dengan telinga Coin. “Maafkan aku. Entah apakah kamu akan memaafkanku atau tidak aku hanya ingin dimaafkan.”

“Apa yang terjadi?”

Idris melepaskan pelukan. Melonggarkan jarak diantara mereka. “Apakah kamu tidak ingat apa yang sudah aku lakukan kepadamu?”

“Apa kamu menyelamatkanku?”

“Tidak.” Geleng Idris. “Aku menyakitimu “

Coin terdiam. Seorang lelaki yang sudah dewasa kini menangis seperti bayi dipelukannya. Apakah itu wajar?”

Semua orang memiliki ketakutannya masing-masing. Terutama jika mengenai kehilangan. Ada yang terus bisa memaafkan, ikhlas lalu melupakan masa lalu. Tetapi, bagi sebagian lainnya belum tentu.

Suara burung hinggap membuat Coin menoleh dengan cepat ke arah jendela. Phoen yang berada di halaman belakang kini mengacau di dekat balkon lantai dua kediaman Tuan Mallory.

Idris membuka jendela lalu membiarkan Phoen masuk.

Coin terkejut dengan lelaki bersayap burung yang datang. Hendak melemparkannya dengan sesuatu yang tajam. “Tenang Coin, dia adalah Phoen.”

“Siapa dia?”

“Dia yang menyelamatkanmu kabur dari laboratorium.”

Coin tenang. Sepertinya Phoen memiliki keistimewaan. Dia bisa dengan mudah mengenali orang yang bisa dipercaya atau tidak.

“Tian?”

Idris menunduk setelah mengusap air matanya. “Tian meninggalkan pesan untukmu.”

“Apakah dia melakukan sesuatu hal nekad?”

“Tidak,” sangkal Idris.

“Coin, mari bertemu dilain kesempatan. Untuk saat ini perjalanan panjang sedang kulakukan untuk bisa sampai ke daratan Kerajaan Argania.”

Coin tersenyum kecil setelah membaca surat yang begitu singkat, penuh makna mendalam. “Jadi dia sudah berada di sana.”

Idris berpindah duduk di ranjang Coin. “Bisakah aku tahu cerita lengkapmu?”

“Apa yang ingin kamu ketahui?”

“Apa tujuanmu bertahan di dunia ini?”

Coin juga sedang mempertanyakannya. “Tidak ada. Aku hanya enggan mati.”

Idris memberikan sebuah lencana bintang satu yang pernah dia dapatkan dari Airis. Terkejutnya wajah Coin ketika dia menyentuh lencana itu, memastikan jika benar asli.

“Kamu menemui siapa?”

“Pembunuhan dari Tuan Fadel sudah tertutup. Ketika aku berada di Agensi Surga seorang wanita memberitahuku satu rahasia. Jika Tuan Bond, yang sekarang adalah ayahku datang dan meminta bantuan untuk membunuh Tuan Fadel Bond. Mereka bersaudara.

Karena ayahku terlahir cacat dan dianggap tidak berguna oleh sebabnya Tuan Fadel memprovokasi orangtua mereka untuk membuang ayahku.”

“Cerita itu?” Coin mengernyit

“Apakah kamu pernah mendengarnya?”

“Tidak, hanya saja pernah mendengar Nona Zeta mengatakannya.”

Idris mengernyit. “Nona Zeta? Apakah mereka juga tahu mengenai laboratorium itu?”

“Aku tidak yakin,” jawab Coin.

Idris menghela nafas singkat. “Mari lupakan ini.”

Sejenak pergelutan batin dalam pemikirannya. Idris hendak menyampaikan sebuah pesan jika tidak melihat Coin dalam keadaan sedih.

“Aku bertemu dengan ibumu.”

Wajah cepat menoleh. Menatap ke dalam manik mata cyan. “Apa?”

“Airis, nama ibumu?”

Coin menunduk. “Jadi, dia masih menggunakannya.

“Menggunakan apa?”

“Nama itu,” lirih Coin. “Itu adalah nama yang diberikan oleh ayahku.”

“Ibundamu tahu siapa suaminya?”  tanya Idris tidak percaya.

“Iya, dia tahu,” jawab Coin. Jemarinya mengusap lencana secara perlahan. “Ibuku mungkin hanya wanita yang paling kesepian sepanjang hidupnya. Dia tidak mengatakan kepadaku siapa nama ayahku. Tetapi dia selalu menceritakannya.”

“Bagaimana itu bisa terjadi?”

“Ketika dia marah dia akan mengungkit siapa lelaki itu.”

Coin masih terngiang dengan jelas apa yang dikatakan ibundanya.

“Kamu tahu, andai saja aku menerima ajakan ayahmu untuk menggugurkanmu. Mungkin aku menjadi wanita paling kaya.”

“Ketika aku muak dengan wajahmu yang sangat mirip dengannya.”

“Dia adalah putra seorang bangsawan.”

“Setidaknya itu yang akan dia katakan ketika marah. Dengan begitu aku tahu sedikitnya tentang ayahku. Mengenai siapa dia dimasa lalunya dan alasan bermain dengan Ibuku.”

“Mengapa?” tanya Idris.

“Ayahku tidak pernah menerima sebuah perjodohan. Jadi dia menjadi rusak.”

Coin meletakkan lencana itu pada tangan Idris. Berharap jika lelaki itu akan menyimpan selamanya.

“Apakah kamu tidak akan bertemu dengannya?”

Coin menggeleng. “Tidak. Biarkanlah itu berlalu.”

Mengulang mimpi dengan benar. Coin menarik selimutnya lalu memejamkan mata. Mungkin esok hari akan dia temui indahnya dunia.

...***...

...Bersambung...

1
Galaxy_k1910
ilustrasi karakternya keren
@shithan03_12: Wuahh makasih ya
total 1 replies
༆𝑃𝑖𝑘𝑎𝑐ℎ𝑢 𝐺𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
dia cewek apa cowok thor?
@shithan03_12: kalau Tian cowok..
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!