Seorang wanita muda, Luna, menikah kontrak dengan teman masa kecilnya, Kaid, untuk memenuhi permintaan orang tua. Namun, pernikahan kontrak itu berubah menjadi cinta sejati ketika Kaid mulai menunjukkan perasaan yang tidak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. y, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Awal dari sebuah Perubahan
Pagi itu, sinar matahari menembus jendela kamar Luna, membangunkannya dari tidur yang gelisah. Pertemuan dengan cinta pertamanya beberapa hari lalu masih membekas di pikirannya, membuatnya merenung tentang keputusan-keputusan yang telah diambilnya. Ia menyadari bahwa untuk melangkah maju, ia harus berdamai dengan masa lalunya dan fokus pada masa depannya bersama Kaid.
Setelah mandi dan berpakaian, Luna turun ke dapur. Kaid sudah duduk di meja makan, menikmati sarapan sambil membaca koran. Pemandangan yang semakin hari semakin akrab baginya.
“Selamat pagi,” sapa Luna dengan senyum tipis.
Kaid menoleh dan membalas senyumnya. “Selamat pagi. Tidurmu nyenyak?”
Luna mengangguk, meskipun kenyataannya ia merasa lelah secara emosional. Mereka menikmati sarapan dalam keheningan yang nyaman, sebuah rutinitas yang mulai mereka nikmati.
Di kantor, Luna mencoba fokus pada pekerjaannya. Namun, pikirannya terus melayang pada pertemuannya dengan mantan kekasihnya. Ia tahu bahwa perasaan yang pernah ada tidak bisa diabaikan begitu saja, tetapi ia juga menyadari bahwa hidupnya sekarang bersama Kaid, meskipun pernikahan mereka dimulai sebagai kontrak.
Saat istirahat siang, Luna memutuskan untuk berbicara dengan sahabatnya, Maya. Mereka bertemu di kafe dekat kantor, tempat favorit mereka untuk berbagi cerita.
“Jadi, bagaimana kabarmu?” tanya Maya sambil menyeruput kopinya.
Luna menghela napas. “Aku bertemu dengan mantanku beberapa hari lalu.”
Maya terkejut. “Serius? Bagaimana reaksimu?”
“Campur aduk,” jawab Luna jujur. “Aku merasa bingung. Di satu sisi, ada perasaan lama yang muncul kembali. Di sisi lain, aku sudah menikah dengan Kaid, meskipun awalnya hanya kontrak.”
Maya menatapnya dengan penuh empati. “Luna, hanya kamu yang bisa memutuskan apa yang terbaik untuk dirimu. Tapi ingat, jangan biarkan masa lalu menghalangi kebahagiaanmu saat ini.”
Kata-kata Maya membuat Luna merenung. Ia tahu bahwa ia harus membuat keputusan yang tepat, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk Kaid.
Malam harinya, Luna dan Kaid duduk bersama di ruang tamu, menonton film. Namun, pikiran Luna terusik oleh pertemuannya dengan mantan kekasihnya. Ia merasa perlu berbicara dengan Kaid tentang perasaannya, tetapi takut akan reaksinya.
Setelah film selesai, Kaid menoleh padanya. “Kamu terlihat gelisah. Ada sesuatu yang ingin kamu bicarakan?”
Luna terkejut dengan kepekaan Kaid. Ia menghela napas dan memutuskan untuk jujur. “Aku bertemu dengan mantan kekasihku beberapa hari lalu.”
Kaid terdiam sejenak, lalu menatapnya dengan serius. “Bagaimana perasaanmu tentang itu?”
“Bingung,” jawab Luna. “Pertemuan itu membangkitkan perasaan lama, tapi aku tahu bahwa aku harus fokus pada pernikahan kita.”
Kaid mengangguk pelan. “Luna, aku tahu pernikahan kita dimulai sebagai kontrak. Tapi aku berharap kita bisa membangun sesuatu yang lebih dari itu. Aku ingin kita jujur satu sama lain tentang perasaan kita.”
Kata-kata Kaid menyentuh hati Luna. Ia menyadari bahwa Kaid juga berusaha untuk membuat pernikahan mereka berhasil. Dengan tekad baru, Luna memutuskan untuk melepaskan masa lalunya dan memberikan kesempatan pada hubungannya dengan Kaid.
Hari-hari berikutnya, Luna dan Kaid mulai lebih terbuka satu sama lain. Mereka berbagi cerita tentang masa lalu, impian, dan harapan mereka. Sedikit demi sedikit, tembok yang memisahkan mereka mulai runtuh, digantikan oleh kepercayaan dan kasih sayang.
Suatu malam, saat mereka duduk di balkon menikmati angin malam, Kaid memegang tangan Luna. “Aku tahu pernikahan kita tidak dimulai dengan cara yang biasa. Tapi aku ingin kita mencoba untuk membuatnya berhasil. Aku ingin kita menjadi lebih dari sekadar pasangan dalam kontrak.”
Luna menatap mata Kaid, melihat ketulusan di dalamnya. Ia merasakan kehangatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. “Aku juga ingin itu, Kaid. Mari kita coba bersama.”
Dengan komitmen baru, mereka memutuskan untuk memulai lembaran baru dalam hubungan mereka. Mereka sepakat untuk saling mendukung dan memahami, membangun fondasi yang kuat untuk masa depan mereka bersama.
Beberapa minggu kemudian, Luna menerima undangan reuni dari almamaternya. Awalnya, ia ragu untuk datang, khawatir akan bertemu dengan mantan kekasihnya lagi. Namun, dengan dukungan Kaid, ia memutuskan untuk menghadiri acara tersebut.
Di acara reuni, Luna bertemu dengan banyak teman lama. Saat ia berbincang dengan mereka, mantan kekasihnya mendekat.
Luna terkejut melihat mantan kekasihnya, Arga, mendekat dengan senyum yang masih sama seperti dulu. “Luna, lama tak berjumpa. Apa kabar?”
Luna tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan kegugupannya. “Baik, Arga. Bagaimana denganmu?”
Mereka berbincang sejenak, mengenang masa lalu dan bertukar cerita tentang kehidupan masing-masing. Namun, di tengah percakapan, Luna merasakan kehadiran seseorang di belakangnya. Ia berbalik dan melihat Kaid berdiri dengan ekspresi tenang namun tajam.
“Maaf, apakah saya mengganggu?” tanya Kaid dengan suara datar.
Arga tersenyum ramah. “Oh, tidak sama sekali. Saya Arga, teman lama Luna.”
Kaid mengulurkan tangan. “Kaid, suami Luna.”
Luna bisa merasakan ketegangan di antara kedua pria itu. Ia memutuskan untuk mengakhiri percakapan. “Arga, senang bertemu denganmu lagi. Tapi kami harus pergi sekarang. Sampai jumpa.”
Setelah berpamitan, Luna dan Kaid meninggalkan acara reuni. Di dalam mobil, keheningan menyelimuti mereka. Akhirnya, Kaid berbicara.
“Apakah dia alasanmu ragu dengan pernikahan kita?”
Luna menatap Kaid, melihat ketulusan dan kekhawatiran di matanya. Ia menyadari bahwa masa lalunya tidak seharusnya mempengaruhi masa depannya.
“Tidak, Kaid. Kamu adalah masa depanku. Aku ingin kita berhasil.”
Kaid tersenyum, menggenggam tangan Luna dengan erat. “Kita akan melaluinya bersama.”