Married By Accident

Married By Accident

Our First Met (1)

Di tengah hiruk pikuk bandara internasional Incheon, suara langkah kaki dan roda koper yang bergesekan dengan lantai menjadi latar belakang dari atmosfer yang sibuk. Suara pengumuman penerbangan terdengar bersahutan, diselingi sapaan dalam berbagai bahasa dari para petugas bandara.

Di antara keramaian itu, tampak seorang gadis muda berjalan dengan langkah ringan, seolah waktu berjalan lebih lambat untuknya. Senyuman kecil menghiasi wajahnya, menunjukkan kelebihan sekaligus semangat yang sulit disembunyikan.

Gadis itu bernama Rindira, namun ia lebih sering dipanggil, Riin. Ia adalah seorang gadis asal Indonesia yang baru saja menyelesaikan perjalanan panjang selama 7 jam dari Jakarta.

Rambut coklat gelapnya yang ikal sebahu terlihat rapi, meskipun terlihat sedikit kusut akibat perjalanan panjang. Dua koper besar mengapit tubuh rampingnya, dan meski susah payah, ia tetap tersenyum, membayangkan hari-hari barunya di Korea, tempat ia akan memulai babak baru dalam hidupnya.

Sebagai lulusan jurusan sastra Inggris dari salah satu universitas ternama di Indonesia, Riin memiliki latar belakang akademis yang luar biasa. Namun, yang membuatnya benar-benar berbeda adalah kemampuannya menguasai beberapa bahasa asing, termasuk Jepang dan Korea. Kemampuan ini bukan hanya hasil dari pendidikan formal, tetapi juga dedikasinya untuk belajar secara mandiri melalui buku, film dan juga berinteraksi langsung. Kombinasi dari tekad dan kecintaannya pada bahasa telah membuka pintu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ia mendapat kesempatan bekerja sebagai penulis dan penerjemah di sebuah perusahaan penerbitan terkemuka di Seoul.

Setelah mengambil kopernya, Riin memutuskan untuk duduk sejenak di area cafe bandara. Ia membeli segelas ice Americano, memanfaatkan waktu untuk menenangkan diri dan mengisi energi sambil menunggu teman lamanya datang menjemput. Matanya menatap keluar jendela, melihat pesawat yang berjajar rapi di landasan, sementara bayang-bayang masa depan yang dia impikan perlahan-lahan mulai terasa nyata.

Di sudut lain bandara, Cho Jae Hyun, CEO muda dengan reputasi mengesankan di dunia penerbitan Korea, baru saja tiba setelah menyelesaikan perjalanan bisnisnya.

Langkahnya tegap, mencerminkan otoritas dan kepercayaan diri yang menjadi ciri khasnya. Setelan jas casual yang ia kenakan terlihat rapi dan mahal, menambah kesan dingin dan tak tersentuh pada sosoknya. Meski wajahnya tak menunjukkan tanda-tanda lelah, pikirannya sibuk dengan rencana dan jadwal rapat yang menantinya di perusahaan.

Jae Hyun adalah orang yang selalu bergerak cepat, seperti mesin yang tak pernah berhenti, sepenuhnya fokus pada ambisi dan tanggung jawabnya.

***

Riin, dengan dua koper besar dan segelas kopi di tangan, berjalan perlahan menyusuri area kedatangan.

Troli barang yang mengangkut dua koper besarnya ia dorong perlahan, sedikit berderit, seolah mencerminkan kehati-hatiannya. Ia sadar betul akan sifat cerobohnya. Ia berulang kali memastikan bahwa kopi di tangannya tidak tumpah. Namun, takdir rupanya memiliki rencana lain.

Saat pandangannya sempat teralihkan ke papan informasi yang menunjukkan jadwal keberangkatan, kakinya tak sengaja menginjak tali sepatu yang sudah longgar sejak tadi. Ia kehilangan keseimbangan, dan tanpa sempat berpikir, tubuhnya terhuyung ke depan, langsung menabrak seseorang.

Tumpahan kopi dingin itu terasa seperti bencana kecil. Cairan coklat mengotori jas hitam mahal yang dikenakan pria itu, sementara sebagian kecil juga mengenai sepatu dan kaos kaki Riin sendiri. Suara nafas yang tertahan dan keheningan sesaat membuat suasana semakin tegang . Hingga akhirnya, suara rendah namun penuh kemarahan terdengar memecah keheningan.

"Apa-apaan ini?!" seru pria itu, matanya tajam menatap Riin yang masih terpaku di tempatnya.

Cho Jae Hyun kini berdiri dengan jas yang basah dan aroma kopi yang menyengat. Wajahnya yang biasanya tenang kini tampak diliputi amarah. Ia benci kekacauan, apalagi di tempat umum seperti ini.

Riin, yang tersadar dari keterkejutannya, buru-buru membungkuk meminta maaf. "Maaf, aku sungguh-sungguh tidak sengaja," ucapnya dengan nada penuh penyesalan.

Namun permintaan maaf itu tampaknya tidak cukup untuk meredakan kemarahan Jae Hyun. "Apa kau tidak bisa lebih berhati-hati?!" bentaknya dengan nada tajam. Matanya menyapu pakaian Riin, yang tampak jauh lebih sederhana dibandingkan miliknya. "Kalau kau tidak bisa menjaga dirimu sendiri, jangan menyulitkan orang lain!"

Kata-kata itu membuat Riin merasa tersinggung, meskipun ia tahu dirinya memang ceroboh. Dia menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan diri untuk tidak membalas. Tapi harga dirinya sebagai gadis muda yang mandiri tidak bisa membiarkan dirinya dihina begitu saja.

"Hei, aku kan sudah minta maaf," balas Riin akhirnya, suaranya sedikit gemetar namun jelas menunjukkan ketidaksengajaan.

Jae Hyun mendengus, jelas tidak puas dengan tanggapan itu. "Sengaja atau tidak, tetap saja ini akibat kecerobohanmu!" katanya sambil melepas jas basahnya dengan gerakan frustasi. "Ini pakaian kerja, dan sekarang semuanya berantakan karena ulahmu!"

Suasana hati Riin yang awalnya penuh penyesalan, kini berganti dengan rasa kesal. "Ternyata pakaian bagus tidak menjamin seseorang memiliki sikap yang baik, ya?" sindirnya, matanya menatap Jae Hyun tajam. "Kalau kau mau mengganti pakaianmu sekarang, cari saja laundry terdekat. Apa itu terlalu sulit untuk pria kaya sepertimu?"

Perkataan itu membuat Jae Hyun kehilangan kesabaran. Ia menunjuk ke arah Riin dengan gerakan cepat, meskipun tetap menjaga jarak. "Anak kecil yang ceroboh sepertimu harusnya introspeksi diri! Dan aku tidak butuh pelajaran hidup darimu!"

"Aku bukan anak kecil!" sergah Riin. Kini, ia benar-benar marah. "Dan aku hanya membela diri karena kau terus menyalahkan ku tanpa henti! Kalau kau hanya ingin uang untuk biaya laundry, bilang saja dari tadi, tidak perlu berlaga seperti ini!"

Seketika, Jae Hyun terdiam. Nafasnya memburu, mencoba mengontrol emosi yang nyaris meledak. Setelah beberapa detik, untuk menyudahi pertengkaran itu. "Berdebat denganmu hanya membuang waktuku," umumnya dengan nada datar, matanya memancarkan kejengkelan. "Aku juga tidak butuh uang dari anak kecil seperti dirimu!"

Jae Hyun berbalik, hendak beranjak pergi. Namun sebelum ia benar-benar pergi, ia berhenti sejenak, menoleh dengan ekspresi yang sedikit melunak, meskipun suaranya tetap tegas. "Ikat tali sepatumu yang benar." katanya singkat sebelum melangkah pergi.

Riin terpaku. Perkataan itu, meskipun terdengar ketus, namun terasa seperti sebuah nasehat yang tulus. Perlahan, ia menunduk, mengikat tali sepatunya dengan benar, sambil merasakan perasaan campur aduk dalam hatinya. Amarah, malu, sekaligus sedikit terhibur bahwa pria itu, meskipun menjengkelkan, masih memperdulikan hal kecil seperti itu.

Tidak lama kemudian, petugas kebersihan mulai membersihkan tumpahan kopi di lantai. Riin berterima kasih sambil memutar badan sebelum melanjutkan langkahnya menuju pintu keluar. Di dalam benaknya, wajah dan suara pria tadi terus terngiang. Dia tidak tahu bahwa pertemuan kecil yang penuh pertengkaran itu akan menjadi awal dari sesuatu yang lebih besar dalam hidupnya.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!