Reiner merupakan ketua Mafia/Gengster yang sangat di takuti. Ia tak hanya di kenal tak memiliki hati, ia juga tak bisa menerima kata 'tidak'. Apapun yang di inginkan olehnya, selalu ia dapatkan.
Hingga, ia bertemu dengan Rachel dan mendadak sangat tertarik dengan perempuan itu. Rachel yang di paksa berada di lingkaran hidup Reiner berniat kabur dari jeratan pria itu.
Apakah Rachel berhasil? Atau jerat itu justru membelenggunya tanpa jalan keluar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Eng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17. Kau candu ku
Karena tersugesti ucapan Marlon, Reiner akhirnya masuk ke dalam kamar yang sekarang sedang di huni oleh Rachel. Sialan memang. Tapi perkataan Marlon malah membuatnya resah.
Begitu masuk, ia tak mendapati Rachel di sana. Tapi suara nyanyian dari dalam kamar mandi meyakinkan Reiner bila gadis itu sedang mandi.
Reiner seketika membuka pakaiannya lalu membuang ke sembarang arah. Tubuh liat berotot dengan tato yang menyebar di seluruh punggung hingga lengannya itu terlihat sangat menggiurkan.
Tanpa permisi, Reiner langsung menjeblak pintu kamar mandi dan membuat Rachel reflek menutup dadanya dengan kedua tangannya karena kaget.
"Tu-tuan!"
Lagi-lagi, tanpa mengucapkan perkataan apapun Reiner ikut masuk ke dalam bathub yang berisikan busa yang melimpah dan menarik tubuh Rachel mendekat. Rachel terkejut bukan main, dan sampai seperti tersetrum sesuatu yang membuat kuduknya meremang.
"Kau mengadu pada Marlon soal ponselmu, hm?" kata Reiner sembari menciumi aroma leher Rachel.
Rachel terlihat resah. Apakah Reiner marah karena hal itu? Astaga, bagimana ini?
Saat sibuk berpikir dengan kegelisahannya, di bawah sana tangan kekar itu malah sudah menarik tubuhnya untuk duduk di atas paha berotot Reiner. Rachel makin resah dan takut.
"Sa-saya belum izin pada kak Dilan soal ..."
"Ah..." Desa*han itu meluncur begitu saja ketika Reiner tiba-tiba memutar kuncup dadanya yang licin karena terkena sabun.
"Untuk apa kau izin. Kalau dia memarahi mu aku bahkan bisa meruntuhkan tempat jelek itu kapan saja!" bisik Reiner menjilati cuping telinga Rachel yang masih kering.
Rachel makin kesulitan menelan saliva. Ia benar-benar harus berhati-hati saat ini. Salah-salah menjawab, pria gila ini pasti bakal benar-benar merusak usaha Kak Dilan. Tidak, itu tidak boleh terjadi.
Guna mengelabuhi, Rachel akhirnya memutar tubuhnya sembari tersenyum menatap wajah tampan Reiner yang selalu datar.
"Aku janji hanya akan meminta izin. Setelah itu, kau bebas mengambil ponsel ku lagi!" Rachel sengaja menggesek kan kedua dadanya agar Reiner mau mempertimbangkan ucapannya.
Reiner tak menjawab tapi langsung melahap bibir cerewet itu. Rachel yang tak siap sampai kesulitan bernapas. Tapi ia harus segera mengimbangi agar Reiner tak marah. Ingat, ada banyak hal yang musti ia jaga.
"Ada hubungan apa kau dengn pria bodoh itu? " tanya Reiner usai ciuman mereka terlepas sementara.
Sebenarnya Rachel agak kesal sewaktu Reiner menyebut kak Dilan dengan sebutan pria bodoh. Tapi melawan bukanlah ide yang tepat saat ini.
"Hubungan apa tuan? Orang miskin dan jelek seperti ku ini mana mungkin ada yang suka. Aku dan dia hanya bos dan karyawan."
Reiner tak menggubris jawaban Rachel, tapi ia kembali melu*mat bibir Rachel. Kali ini sedikit lembut dan mendalam. Bahkan Rachel sempat terbuai dengan perlakuan Reiner yang jauh berbeda.
Lama mereka berciuman, hingga Rachel merasa milik Reiner telah tegak dan keras. Ia merinding sepenuhnya.
"Move!"
Rachel dengan cepat mengikuti perintah Reiner yang mengajaknya berdiri lalu memposisikan tubuhnya menghadap ke dinding. Pria itu menciumi punggung mulus Rachel. Ia sengaja membiarkan air hangat itu mengucur pelan guna melunturkan sisa bisa yang menempel di tubuh keduanya.
Rachel tahu jika pria itu pasti akan memasukinya kembali. Air matanya tiba-tiba meleleh. Tapi bahkan ia tak memiliki kekuatan untuk sekedar melawan. Ia pasrah dan berharap pria itu tak menyakitinya seperti hari kemarin.
Rachel sempat tersentak dengan napas tertahan di tenggorokan ketika benda besar itu kini memenuhi sepenuhnya celah miliknya. Rasa nyeri dan sakit rupanya belum hilang. Ia bahkan sampai memejamkan matanya guna menahan rasa nyeri.
"Ahh!" Reiner terlihat begitu menikmati keindahan di depannya. Ia merasakan kenikmatan sewaktu miliknya di jepit sesuatu yang sempit.
Rachel berpegangan pada dinding yang licin sewaktu Reiner mulai menghentaknya dari belakang. Posisi seperti ini membuat Rachel seperti tersentak namun lambat laun terasa lain di dalam hatinya.
Tubuhnya bergetar akibat guncangan yang sangat cepat itu. Ia benar-benar heran dengan kekuatan Reiner. Apakah pria itu tak memiliki rasa lelah?
Tapi sialnya, tubuhnya malah merespon lain. Miliknya semakin bertambah lembab. Ia bahkan mulai terlena dengan arus kenikmatan yang sukar ia tepis. Pinggulnya bergerak mengikuti irama cepat yang timbul dari gerakan masiv tubuh berotot Reiner.
Kali ini Rachel bahkan tak bisa menahan untuk tak menjerit panjang. Rasa sakit yang semula di rasa mengganggu, kini berangsur-angsur membuatnya seperti melayang. Ia sampai mengeluarkan suara yang tak dapat ia kontrol. Dan Reiner yang mendengarnya menyeringai senang akan hal itu.
Erangan kian memenuhi kerongkongannya. Kenikmatan macam ini baru pertama kali Rachel rasakan. Bagiamana ini, kenapa ia malah berharap Reiner tak buru-buru menyelesaikan kegiatan mereka? Rachel sampai berlari-lari memejamkan matanya demi merasakan sesuatu yang kembali membuncah di bawah sana, semakin basah dan tak terkendali.
"Aahhhhhh!"
***
Reiner sedang menikmati rokok ketika Rachel keluar dari dalam kamar mandi menggunakan handuk yang hanya di bebatkan sebatas dada. Pria itu merasa puas dengan kegiatannya barusan. Nikmat dan sangat membuatnya candu. Ia memperhatikan Rachel yang terus menunduk kala berjalan.
"Kenapa kau tutupi. Tiap inci tubuhmu bahkan sudah ku hapal!" kata Reiner mencibir.
Rachel mendecak lirih. Tapi ia segera pergi dan berganti pakaian dan enggan menanggapi. Sama sekali tak mempedulikan kalimat menyebalkan itu. Beberapa saat kemudian, ia yang sudah berganti pakaian diminta duduk oleh Reiner.
"Telepon lah pria bodoh itu sekarang!" seru Reiner sembari mengangsurkan sebuah ponsel Android keluaran lama.
Rachel terkejut dengan muka senang sebab tak menyangka bila Reiner bakal memberikan ponselnya lagi.
"Terimakasih tuan!" balas Rachel yang terlihat sumringah sembari hendak beranjak pergi.
"Mau kemana kau, telepon dia di sini. Di hadapan ku!"
DEG
Rachel menelan ludah. Padahal baru saja ia merasa senang. Kalau telepon di sini, bagiamana caranya dia mengungkapkan alasannya? Ia bahkan takut Dilan mengira dirinya tak bertanggungjawab soal kasbon di cafenya.
"Cepat telepon, kenapa diam?"
"I-iya!" setengah mati ia menekan rasa marahnya. Ia tak boleh membantah apalagi mendamprat.
Dengan wajah resah, Rachel akhirnya menelpon Dilan. Dan pada panggilan ke tiga, pria itu baru menjawab panggilannya.
"Halo, Rachel? Hel, kamu dimana?" terdengar suara penuh kelegaan dari seberang.
Reiner terus memperhatikan apa yang dilakukan Rachel. Membuat wanita itu sangat tak nyaman.
"Halo kak Dilan. Aku mau berbicara...."
"Ya, Hel. Kamu baik-baik aja kan tapi?"
"CK, lambat sekali!" Reiner merebut ponsel dari tangan Rachel dengan marah karena merasa Rachel sangat lamban.
"Heh, dengar. Rachel tidak bisa bekerja beberapa hari karena pekerjaannya padaku. Kalau kau tidak terima, kau akan berurusan dengan ku!"
TUT
Reiner melempar ponsel itu ke atas meja. Melihat Rachel berbicara manis dengan Dilan saja sudah membuat hatinya terbakar.
Sementara Rachel di sana terlihat sangat kecewa dengan sikap Reiner yang selalu seperti itu. Ia menatap sedih ke arah Reiner yang kesal.
"Kenapa, kau tidak senang?" Reiner melontarkan perkataan sengit.
Rachel menggeleng dengan air mata yang meleleh. Ia tersenyum kecut sembari berkata, "Tidak tuan. Percuma saja meskipun aku mengatakan iya. Aku tahu kau berkuasa. Tapi seharusnya beri aku waktu untuk menjelaskan sendiri, bukan seperti ini."
Reiner terdiam saat Rachel pergi sembari mengusap air matanya usai mengatakan hal itu. Reiner terlihat tak peduli di awal, tapi sejurus kemudian ia menelpon Marlon untuk datang ke kamarnya.
"Kenapa wanita itu sampai takut tidak masuk kerja?"
Marlon kemudian membuka sebuah catatan. Sepertinya Marlon sudah melakukan penyelidikan soal seluk beluk Rachel tanpa sepengatahuan Reiner.
"Nona Rachel memiliki hutang di cafe tempatnya bekerja. Uang itu ia gunakan untuk biaya pengobatan Ayahnya. Sebagai jaminan, ia tidak mengambil libur selama satu tahun penuh demi hal itu. Namun keterangan dari orang yang saya tugaskan, uang itu telah di salahgunakan dan di habiskan oleh Ibu tirinya!"
"Apa kau bilang?"
Slnya si rainer lg mumet sm nenek sihir