Takdir dari Tuhan adalah skenario hidup yang tak terkira dan tidak diduga-duga. Sama hal nya dengan kejadian kecelakaan sepasang calon pengantin yang kurang dari 5 hari akan di langsungkan, namun naas nya mungkin memang ajal sudah waktunya. Suasana penuh berkabung duka atas meninggalnya sang korban, membuat Kadita Adeline Kayesha (18) yang masih duduk di bangku SMA kelas 12 itu mau tak mau harus menggantikan posisi kakaknya, Della Meridha yaitu calon pengantin wanita. Begitu juga dengan Pradipta Azzam Mahendra (28) yang berprofesi sebagai seorang dokter, lelaki itu terpaksa juga harus menggantikan posisi kakaknya, Pradipta Azhim Mahendra yang juga sebagai calon pengantin pria. Meski di lakukan dengan terpaksa atas kehendak orang tua mereka masing-masing, mereka pun menyetujui pernikahan dikarenakan untuk menutupi aib kelurga. Maksud dari aib keluarga bagi kedua belah pihak ini, karena dulu ternyata Della ternyata hamil diluar nikah dengan Azhim. Mereka berdua berjanji akan melakukan pernikahan setelah anak mereka lahir. Waktu terus berlalu dan bayi mereka pun laki-laki yang sehat diberi nama Zayyan. Namun takdir berkata lain, mereka tutup usia sebelum pernikahan itu berlangsung. Bagaimanakah kehidupan rumah tangga antara Azzam dan Kayesha, yang memang menikah hanya karena untuk menutupi aib keluarga dan menggantikan kakak mereka saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon almaadityaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. SMDH
"Cha gue duluan ya, bokap lo udah dijalan, kan?"
"Aman, Sha. Udah lo duluan aja gapapa, paling kurang lebih lima menitan lagi sampai."
"Yaudah gue duluan ya, Azzam udah nungguin tuh di seberang. Dah, see you, Cha."
"Takecare, Sha," Kayesha mengacungkan jempolnya.
Kayesha pun menyebrang sedikit dari gerbang sekolahnya lalu memasuki sebuah mobil hitam yang ikut berjejer dengan mobil-mobil lainnya, tentunya ia sudah sangat hafal bagaimana mobil Azzam. Akhirnya mobil itu pun pergi dari sana.
Azzam masih fokus dengan pandangannya ke depan, ia menyetir dengan sebelah tangannya. Kayesha sedikit salah fokus ketika ia tak sengaja melihat Azzam, pria itu nampak sedang berkeringat hingga sedikit membasahi kerah baju kemejanya, tapi justru dimata Kayesha, pesona Azzam justru bertambah berkali-kali lipat.
Sadar, Sha, sadar, tetap fokus batin Kayesha, ia menyoba menyangkal.
"Kamu sudah makan?" Kayesha menggeleng.
"Terakhir makan kapan? Badannya udah enakan?"
"Tadi pas jam istirahat pertama, badan aku alhamdulillah udah enakan kok. Mas Azzam sendiri udah makan?"
Azzam menggeleng, "belum, makanya saya juga tanya kamu. Kamu mau makan apa? Biar nanti kita beli disana, soalnya saya laper."
Hampir seharian ia belum makan selain sarapan, tadi di rumah sakit pun belum makan karena ia sedang tidak nafsu makan, apalagi mengingat kejadian pasien bayi yang ia tangani tadi.
"Apa ya? Baso? Mie ayam? Eh tapi aku udah sering makan itu juga di kantin, Mas Azzam sendiri ada kepengen makan yang lain?"
"Saya juga bingung —— kalo makan ayam-ayam an kamu suka? Kaya lalapan atau apa gitu."
"Boleh tuh, aku suka aja kok, Mas."
Kemudian tak lama hanya ada keheningan di antara mereka berdua. Mobil yang Azzam jalan kan pun terhenti di sebuah dempetan mobil-mobil lain di jalan raya, benar saja mereka terjebak macet.
"Macet ni, kayanya ada kebakaran deh itu ada asap sama ada damkar damkar juga yang lewat," celetuk Kayesha.
"Iya kaya nya, asap nya keliatan banget itu. Yaudah gapapa kan kita nunggu dulu, ya? Saya mau mutar balik juga susah, banyak motor sama mobil."
"Gapapa, Mas Azzam. Santai aja, harusnya Mas Azzam tu, gapapa kalau nya nahan lapar dulu gegara macet?"
Azzam terkekeh, "ya gapapa lah, saya pun ga laper-laper banget kok."
Hening.
Azzam bingung harus membahas apa, begitu juga dengan Kayesha. Tapi dalam hati mereka masing-masing, ingin saling berbicara agar lebih dekat dan tidak terlalu canggung.
"Gimana hasil tugas biografi kamu kemaren, nilainya berapa?" Azzam membuka obrolan lagi.
"Ga tau, minggu depan pas jam sejarah baru di umum in nilainya berapa, tapi kayanya pasti sembila puluh soalnya bagus banget aku buatnya haha," Azzam pun ikut senang mendengarnya.
"Wah, alhamdulillah kalo kaya gitu."
"Iya alhamdulillah tapi kesel juga sih sama temen aku, ada namanya Fathur, minjam stabilo banyak banget warnanya," kesal Kayesha curhat.
"Oh ya? Haha gapapa, kan dia mau minjam jadi pinjamin aja," sahut Azzam sambil tertawa kecil. Entah kenapa dimata Azzam, Kayesha ketika kesal menjadi lebih... gemas?
"Iya tapi aku sebel aja gitu, stabilo aku jadi sisa sedikit."
"Haha udah, Kayesha, nanti kalau habis kita beli lagi, kalau perlu satu pabrik stabilo juga kita beli."
Debaran jantung Kayesha berdetak lebih cepat, jujur ia baper cara Azzam merespon ucapannya yang begitu lembut dan lucu.
"I-iya, tapi aku jadi ga enak kan Mas Azzam yang beliin, semuanya lagi."
"Gak enaknya kenapa? Kan saya suami kamu."
Azzam juga tanpa sadar mengatakan itu.
Ya Allah rasanya pengen terbang batin Kayesha.
"E-eh maksud saya—"
Kayesha juga tau Azzam pasti reflek, "iya kan Mas Azzam suami aku, tapi aku ga enak takutnya Mas Azzam uang nya habis gara-gara aku."
Kayesha membalas seperti itu agar ia tak langsung membenarkan statement Azzam bahwa lelaki itu adalah suaminya.
"Ya engga, mana ada habis gara-gara beli alat tulis," mereka berdua pun saling tertawa-tawa kecil guna menghilangkan canggung.
Tak terasa jalanan yang tadinya macet kini sudah semua sudah bisa jalan ke arah tujuannya masing-masing, Azzam pun membawa mobilnya pergi ke arah rumah makan.
Sesampainya disana, Azzam menepikan mobilnya dan mereka keluar dari dalam mobil.
"Kayesha, sudah sholat Ashar?" Kayesha menggeleng.
"Kita sholat dulu ya, tapi pesan aja dulu makanannya biar nanti ga lama nunggu."
Singkatnya Azzam memesan dua piring lalapan, dengan dua es teh manis. Lalu mereka lanjut ke arah masjid yang ada disana untuk menunaikan sholat Ashar karena jam sudah pukul setengah enam sore.
Setelah sholat, mereka berdua pun kembali balik ke warung makan sederhana yang tadi, pas sekali makanan mereka baru juga jadi. Tanpa babibu mereka pun bersiap akan menyantapnya.
"Makasih ya, Mas," anak sang penjual itu mengangguk sambil tersenyum lalu pergi dari sana setelah mengantar pesanan mereka.
"Mas Azzam emang sering makan disini —— shhh ahh huh— panas banget," tangan Kayesha rasanya ikut kena panas dari minyak karena ayam nya masih sangat panas, tadinya Kayesha ingin mengambilnya sedikit.
Azzam dengan cepat memegangi tangan Kayesha itu, lalu meniupnya.
Ya Allah, sumpah pengen terbang aja kali ini ya Allah.
"Masih panas ya?" Kayesha mengangguk kikuk.
Dag dig dug.
"Tapi aman kok, udah gapapa juga ini,"Kayesha sambil tersenyum antara malu dan senang.
"Beneran? —— makanya hati-hati, ya? Ini tuh masih panas, kan baru aja dari penggorengan," Kayesha hanya cengengesan.
Dengan perhatian dan sangat extra peka, Azzam membelah ayam Kayesha menjadi beberapa potongan, agar Kayesha lebih mudah untuk makan. Kayesha yang melihat itu lagi dan lagi hanya bisa pasrah dan mencoba menahan rasa salah tingkahnya yang hampir meledak.
"Makasih, Mas Azzam."
"Iya sama-sama, pelan pelan juga ya makannya."
Mereka berdua sama-sama menikmati makanan mereka tanpa ada pembicaraan sedikit pun, mungkin karena Azzam sudah sangat lapar juga, apalagi makan tidak boleh berbicara.
Azzam selesai makan pertama, sedangkan Kayesha masih belum selesai makan karena ia adalah tipikel orang yang makannya lambat. Kayesha lantas sedikit terburu-buru makannya takut Azzam menunggu.
"Gapapa, Kayesha. Makannya pelan-pelan aja, saya tungguin kok. Saya cuci tangan dulu ya," Kayesha yang mulutnya masih tersumpal makanan itu mengangguk.
Azzam pun pergi ke tempat cuci tangan yang ada disana, lalu kembali duduk ke meja makan mereka tadi dan Kayesha juga masih belum menyelesaikan makannya.
Karena tangannya kotor, Kayesha tidak bisa mengatur rambutnya yang menutupi matanya dan pelipis-pelipisnya.
Kayak nya keganggu gara-gara rambutnya deh batin Azzam.
Azzam melihat sebuah ikat rambut hitam di pergelangan tangan kiri Kayesha, ia langsung mengambilnya.
"Kepalanya miringin dulu," pinta Azzam dan Kayesha menurut.
Kayesha hanya terdiam saja ketika Azzam mengikatkan rambutnya meski pun tidak rapi tapi yang jelas membuatnya sedih lebih mudah untuk makan karena tidak ada rambut yang menganggu.
"Makasih, Mas Azzam."
"Iya, sok makan aja pelan-pelan."
Kayesha pun pelan-pelan menelan makanannya hingga habis tak tersisa karena perutnya juga sangat lapar. Dari tadi Azzam juga terdiam tanpa Kayesha sadari sambil memandangi Kayesha.
Cantik, lucu batin Azzam, sesekali Azzam tersenyum kecil melihat Kayesha.
"Udah nih, aku cuci tangan dulu ya kotor."
"Iya cuci aja, saya juga bayar dulu makanannya."
Kayesha berjalan menuju tempat cuci tangan yang ada disana, sedangkan Azzam membayar total makanan mereka.