Firman selama ini berhasil membuat Kalila, istrinya seperti orang bodoh yang mau saja dijadikan babu dan tunduk akan apapun yang diperintahkan olehnya.
Hingga suatu hari, pengkhianatan Firman terungkap dan membuat Kalila menjadi sosok yang benar-benar tak bisa Firman kenali.
Perempuan itu tak hanya mengejutkan Firman. Kalila juga membuat Firman beserta selingkuhan dan keluarganya benar-benar hancur tak bersisa.
Saat istri tak lagi menjadi bodoh, akankah Firman akhirnya sadar akan kesalahannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rancangan balas dendam
Puas rasanya melihat suaminya dan perempuan penggoda itu menanggung malu yang sangat luar biasa. Setelah selesai diarak keliling kampung, keduanya langsung dibawa kembali ke rumah kemudian bersiap untuk dinikahkan.
"Mas, aku nggak mau nikah kayak gini. Aku maunya nikah secara besar-besaran, Mas!" rengek Lia kepada Firman.
"Iya, Sayang. Mas pasti akan mewujudkan pernikahan impian kamu. Tapi, untuk sekarang, kita turuti permintaan warga dulu, ya! Kita menikah secara siri dulu. Soal resepsi, biar kita urus nanti."
Wajah Lia masih cemberut. Ia menoleh ke arah lain sambil misuh-misuh tak jelas.
"Eh, pel@cur gratisan! Pake nih baju!" Bu Tuti melemparkan sebuah baju kebaya model lama ke hadapan Lia.
"Baju apaan, nih? Kok jelek banget?"
"Pake aja! Itu buat acara nikah kamu!"
"Mas!!!" Lia meradang. Mana sudi dirinya mengenakan pakaian sejelek itu. Kebaya model lama yang bahkan orangtua pun mungkin sudah enggan untuk mengenakannya.
"Pakai saja, Sayang! Daripada warga marahin kamu lagi!" bujuk Firman.
Sambil menghentakkan kakinya, Lia terpaksa memakai baju tersebut. Sementara, Firman kembali mengenakan kemeja dan celana panjangnya lalu duduk di sebelah Lia menunggu kehadiran keluarga dari kedua belah pihak.
"Ya ampun, Firman!!! Anakku!" pekik Bu Midah yang akhirnya datang juga.
"Ibu," lirih Firman. Ia memeluk sang Ibu dengan erat.
"Kenapa bisa begini, sih, Nak?"
"Nggak tahu, Bu. Firman sama Lia tadi khilaf!" ucap Firman seraya tertunduk dalam.
"Ya ampun, wajah kamu kenapa? Kok lebam begini?" tanya Bu Midah dengan perasaan khawatir.
"Dipukul warga, Bu."
Darah Bu Midah seketika mendidih mendengar pengakuan sang anak. Dia pun berbalik menatap warga satu per satu dengan mata melototnya.
"Kalian benar-benar keterlaluan! Tega sekali kalian memukuli anak saya!"
"Anak sampean memang pantas dipukuli, Bu. Kok berani sekali berbuat zina di siang bolong? Nggak pernah diajarin adab, ya?" sahut seorang bapak-bapak dengan menggebu-gebu.
"Jaga ya, mulut Anda! Jangan sembarangan ngatain anak saya!" sahut Bu Midah emosi. "Lagipula, ngapain sih kalian sibuk banget ngurusin anak saya? Suka-suka dia dong mau ngapain aja. Toh, dia melakukannya juga sama calon istrinya sendiri."
Degh!
Kalila yang mendengar itu pun kembali disengat rasa sakit. Jadi, mertuanya sudah tahu jika Firman telah mendua? Bahkan, secara tidak langsung, wanita paruh baya itu menegaskan bahwa dia telah merestui putranya bersama perempuan itu?
Sungguh, hal itu semakin membuat tekad Kalila untuk membalas dendam semakin menggebu-gebu. Ia tak akan pergi sebelum menancapkan belati di hati setiap orang yang sudah menyakitinya.
"Wah, nggak bener ini! Pantas kelakuan anaknya kayak binatang. Ternyata, karena ada dukungan dari orangtuanya sendiri," seru Bu Tuti yang duduk disebelah Kalila.
Bu Midah pun menoleh ke arah sumber suara. Sedetik berikutnya, ia mulai menyadari bahwa sang menantu ternyata juga ada di tempat yang sama.
"Jadi, kamu ada di sini dan tetap membiarkan suami kamu diarak keliling komplek?" tanya Bu Midah seraya berkacak pinggang.
"Iya, Bu. Sejak tadi saya memang di sini," jawab Kalila.
"Dia yang melaporkan kami, Bu!" adu Lia kepada Bu Midah.
"Oh, ya? Jadi, ini semua perbuatan perempuan miskin ini?"
Bu Midah pun melangkah mendekati Kalila. Dan... plak! Satu tamparan keras ia layangkan ke pipi Kalila.
"Istri durhaka kamu, Kalila! Seharusnya, kamu membantu suami kamu untuk menutupi aibnya. Bukan malah mengumbar aib suami kamu dan berakhir seperti ini. Apa kamu sengaja ingin menghancurkan anakku dan calon mantu kesayanganku, hah?"
Kalila tersenyum sinis. Ia memegang pipinya yang tampak mulai memerah.
"Ya, saya sengaja, Bu!" angguk Kalila.
"Kurang ajar!" Bu Midah kembali mengangkat telapak tangannya. Bersiap untuk memberi tamparan kedua untuk Kalila.
"Jangan berbuat onar di sini! Cukup, Bu!" hardik seorang pria dengan peci hitam yang menghiasi kepalanya. Beliau adalah ketua RT di lingkungan tersebut.
"Saya harus memberi pelajaran untuk menantu dan istri durhaka ini, Pak! Bisa-bisanya, dia melaporkan suaminya sendiri seperti ini!"
"Anak Ibu yang salah! Jadi, dia pantas mendapatkannya," sahut Kalila.
"Anak saya yang salah?" Bu Midah tertawa mengejek. "Hei, Kalila! Sadar diri, dong! Lelaki tidak mungkin berpaling kalau istrinya bisa menjaga penampilan dengan sangat baik. Sementara kamu? Apa kamu sadar, kalau kamu benar-benar sangat jelek, burik dan bau?" Bu Midah kembali tertawa lebar.
"Sadar diri, hei!" Wanita itu menjentikkan jarinya didepan wajah Kalila. "wajar Firman berpaling karena tidak tahan sama perempuan spek pembantu macam kamu."
"Sebelum saya jadi jelek, burik dan bau, saya juga pernah sangat cantik, modis dan wangi, Bu. Seharusnya, Ibu sama anak Ibu instrospeksi diri! Saya jadi seperti sekarang, semua karena kalian! Kalian yang tidak pernah memberi saya uang untuk sekadar membeli pakaian atau perawatan ke salon!"
"Oh, makin kurang ajar kamu, ya! Sekarang, kamu mau fitnah saya dan anak saya?" Bu Midah berkacak pinggang. Bola matanya seolah hendak keluar dari tempatnya.
"Fitnah?" Kalila menyeringai sinis. "Saya tidak pernah memfitnah. Yang saya ucapkan fakta."
"Kamu..."
"Sudah, Bu! Sudah, Kalila!" ujar Firman menengahi. Pria itu sadar bahwa bidikan kamera semakin banyak terarah kepada mereka.
Jika rahasia keluarganya terbongkar dan menjadi konsumsi publik, maka reputasi Firman akan semakin hancur.
"Lebih baik, kalian berdua diam! Masalah ini, biar kita selesaikan di rumah saja!"
"Kalau begitu, aku pulang duluan, Mas! Selamat menjalankan pernikahan keduamu! Semoga langgeng, ya!" pamit Kalila.
Tatapan matanya terlihat sangat dingin. Tak ada cinta maupun kelembutan yang terpancar disepasang mata itu. Hal yang membuat Firman seketika merasa sangat takut.
Firasat Firman mengatakan bahwa sesuatu yang jauh lebih buruk mungkin saja akan terjadi.
"Bagus! Sana kamu pergi! Pulang bereskan rumah dan siapkan kamar pengantin untuk Firman dan Lia! Jangan lupa, masak juga untuk makan siang mereka!" titah Bu Midah dengan angkuhnya.
Dia berpikir bahwa Kalila masih menantunya yang dulu. Menantu yang mau-mau saja disuruh melakukan apapun.
"Kenapa harus disiapkan kamar pengantin, Bu? Bukankah mereka bisa melakukannya di semua tempat? Mungkin, besok-besok Mas Firman dan gundiknya mau melakukan hal itu dihalaman rumah?" sindir Kalila.
"Kalila! Jangan semakin keterlaluan!" hardik Firman.
Sayangnya, Kalila sama sekali tidak takut. Sebaliknya, perempuan itu semakin tertantang untuk meruntuhkan keangkuhan manusia-manusia itu.
"Nggak usah marah-marah, Mas! Santai, dong!" ujar Kalila sebelum berlalu pergi dengan langkah pasti.
Tidak! Ia sudah bersumpah untuk tidak menangis lagi. Kalila yang dulu sangat bodoh karena mencintai Firman yang ternyata begitu sangat kejam, sudah ia kubur dalam-dalam.
Kini, hanya ada Kalila yang akan berpikir dengan logika. Bukan dengan mengandalkan kemauan hati lagi.
*
"Boleh saya bertemu dengan Bapak Kalandra?" tanya Kalila begitu ia tiba disebuah gedung perkantoran yang sangat megah.
"Sudah ada janji?" tanya wanita yang berdiri dibelakang meja resepsionis.
"Belum."
"Maaf, jika tak ada janji, Anda tak bisa menemui Tuan Kalandra. Silakan Anda kembali jika sudah membuat janji dengan beliau!"
Meski kata-katanya terdengar sangat sopan, namun pandangan petugas resepsionis itu jelas sekali tengah merendahkan Kalila.
"Lusuh!"
Satu kata itu akhirnya terdengar saat Kalila berbalik. Langkahnya pun terhenti. Ia berbalik menatap resepsionis itu kemudian melakukan panggilan dengan handphone bututnya.
"Aku dibawah."
Tak berselang lama, telepon di meja resepsionis berdering. Wajah petugas resepsionis itu mendadak pias saat mendengar makian dari ujung sana.
"Ma-maaf, Pak," ucap sang resepsionis ketakutan.
"Apa kata Tuan Kalandra?" tanya Kalila.
"Anda boleh langsung ke ruangan beliau!"
Syukurlah yang akan membeli Kalila sendiri. pethiasan yang untuk modal usaha Firman ditagih sekalian,
Dia penjaja tubuh, dan modal rayuan harus bisa Firman, kamu ngerasa kan tak ada campur tangan Kalila kamu tidak bisa apa- apa, dan buka siapa- siapa. Nikmati saja toh itu pilihanmu, dulu miskin kembali miskin, pas kan. Itu tepat bagimu yg tak bisa bersyukur dan lupa kau jadi kaya darimana