Badai besar dalam keluarga Cokro terjadi karena Pramudya yang merupakan putra pertama dari keluarga Cokro Tidak sengaja menodai kekasih adiknya sendiri, yaitu Larasati.
Larasati yang sadar bahwa dirinya sudah tidak suci lagi kalut dan berusaha bunuh diri, namun di tengah usahanya untuk bunuh diri, ia di kejutkan dengan kenyataan bahwa dirinya sedang hamil.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayuning dianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
percakapan
Pram merokok di teras samping,
Ia duduk tenang sembari sesekali memijat mijat pangkal hidungnya.
Sudah jelas banyak sekali hal yang laki laki itu pikirkan,
Apalagi setelah mertuanya menemuinya beberapa hari yang lalu.
Jujur saja, sebelum ia dan Laras seperti ini, Pram sudah mempersiapkan diri untuk lepas dari nama besar papanya.
Ia tidak nyaman terus terusan hidup di bawah bayang bayang papanya.
Apalagi ibu tirinya yang bagai malaikat itu,
Semua orang tau, ibu tirinya itu awalnya adalah selingkuhan papanya.
Pram melempar rokoknya yang tinggal setengah ke arah rumput rumput basah yang beberapa jam lalu tersiram air hujan.
Perasaan tidak terima itu masih ada, pengkhianatan papanya masih begitu melekat di dalam diri Pramudya.
saat Pram sedang sibuk dengan pikirannya, terdengar suara pintu kaca yang di geser,
" ras.. Kau belum tidur?" tanya Pram menoleh ke arah Laras.
" Bolehkan mas membantuku..?" Laras berdiri di samping pintu kaca, dengan daster berwarna biru muda,
" apa itu ras? katakan saja?" Pram sontak berdiri,
laki laki berkaos putih itu berjalan mendekat ke Laras.
" kakiku terasa sakit sejak kemarin.." suara Laras lirih, rautnya sedikit malu,
" Ke dokter ras??" wajah Pram khawatir,
Laras menggeleng,
" tidak perlu sampai ke dokter, sepertinya aku hanya ingin di pijit.."
" akan ku panggil kan Bu Yati ya?" Pram berjalan melewati Laras, namun Laras menarik ujung kaos putih itu sehingga langkah Pram terhenti.
" kenapa?" tanya Pram berbalik,
" aku tidak ingin di pijit oleh Bu Yati.." wajah Laras bersemu merah saat mengatakan itu.
Pramudya sedikit tertegun, namun segera di singkirkan ketertegunannya,
Di raihnya tangan Laras, di tariknya perlahan agar mengikuti langkah Pram.
Laras patuh, ia berjalan mengikuti langkah Pram yang sengaja di pelankan.
" Di kamarku tidak ada minyak kayu putih dan semacamnya, karena itu kita ke kamarmu saja.. supaya setelah kupijat kau bisa langsung beristirahat.." ujar Pram,
Laras mengangguk patuh, entah apa yang membuatnya seperti itu, entah karena dorongan hatinya, atau bawaan bayi di perutnya yang memang merindukan sentuhan dan ayahnya.
Setelah sampai di kamar Laras, Pram menyuruh Laras untuk duduk diatas tempat tidur.
Sungguh.. Ini adalah pertama kali Pram memasuki kamar Laras,
memang dirinyalah yang membeli rumah ini, bahkan mengaturnya sedemikian mungkin agar istri kecilnya itu betah, namun setelah Laras tinggal di kamar itu tentu saja nuansanya berbeda.
Aroma pengharum ruangan yang lembut menyentuh hidung Pramudya.
Setelah menemukan minyak kayu putih, Pram langsung memijat kaki Laras yang sudah Laras luruskan di atas tempat tidur itu.
Sementara Laras terduduk dan bersandar di bantal.
" Kenapa tidak bicara padaku sejak kemarin kalau memang ingin di pijat?" tanya Pram sembari sibuk memijat telapak kaki Laras.
" Mas terlihat begitu sibuk.. kupikir mas pasti lelah.." jawab Laras pelan,
" selama itu untukmu dan anakku, aku tidak akan pernah merasa lelah.." Pram mengulas senyum sekilas pada Laras.
Entah kenapa jawaban Pram itu begitu menyentuh di hati Laras, perempuan itu terdiam,
Pram sungguh berbeda dari Elang,
Pram begitu tenang dan dewasa, sementara elang masih impulsif dan menggebu ngebu.
" Ayahmu menemuiku beberapa hari yang lalu..
Dia berbicara tentangmu.." ujar Pram pelan, dengan tangan yang terus memijat telapak kaki Laras,
" tentang ku?" tanya Laras,
" tentang mu, tentang anak kita.." mendengar itu Laras terdiam kembali, ia tau kemana arah pembicaraan Pram.
" Ayahmu meminta kita agar tidak berpisah.." Pram menatap Laras teduh, rautnya tenang, meski matanya memancarkan kepedihan.
Ruangan yang hening itu kini semakin hening,
" kau jangan khawatir ras..
Meski ayahmu berkata seperti itu padaku,
Pendapatmu adalah yang paling penting..
Kau mencintai Elang bukan..?
Maka kau berhak meneruskan cintamu dan menggapai masa depanmu..
Aku adalah perusak ras..
Sepantasnya aku yang menyingkir bersama anak anak.." tangan Pram terhenti,
Laki laki itu memperbaiki daster Laras yang sedikit tersingkap ke atas lututnya.
" katakan padaku ras.. Apa kau masih ingin pergi setelah melahirkan?" Pram menatap Laras lekat.
Cukup lama Pram menunggu jawaban, namun Laras tidak juga menjawab,
" Ras, bersamaku atau Elang, kau akan tetap menjadi menantu keluarga Cokro..
Hanya saja.. Anak anak yang akan kau lahirkan akan mempunyai nasib yang berbeda karena pilihanmu..
Aku tidak akan menyalahkan apapun pilihanmu, karena hal ini terjadi di luar kendalimu.."
Keduanya bertukar pandang,
Sorot mata yang sama sama bimbang dan penuh keresahan.
" Kau pasti membenciku kan ras..
Karena telah merusak hidupmu.." Pram menggenggam tangan Laras,
" Aku tidak tau apa yang akan terjadi pada kita ke depannya,
Tapi aku sungguh sungguh minta maaf ras..
Jangan terlalu membenciku ya ras..." Pram mencium punggung tangan Laras.
kasih sayang yang di pancarkan oleh Pram begitu pekat, hingga Laras bisa merasakan perasaan Pram dengan begitu jelas,
Dari sikap,
Dan tatapan Pram..
semudah apapun usia Laras, Laras dapat membaca semuanya dengan jelas.
Pram yang ada di hadapan Laras sekarang benar benar menampakkan kelemahannya,
Ia bertumpu pada Laras,
berharap namun juga tidak mengikat.
Mata coklat tua yang sayu menatap Laras, rambut yang selalu rapi dan harum, juga tangan yang kokoh yang sedang menggenggam tangan Laras,
Pram sangat menarik, bahkan sejak dulu.
Namun entah apa yang membuat keduanya Tiba tiba berjarak,
Pram menarik diri dan tampak begitu acuh,
Laras yang merasa di abaikan tentu saja mulai menatap Elang yang gencar mendekatinya dan menawarkan hal hal yang menyenangkan.
" Aku tidak pernah membencimu mas.." suara Laras lirih,
" meski sekarang kita seperti ini, aku tidak pernah membencimu.." imbuh Laras.
mendengar itu mata Pram yang sayu terlihat tampak lebih hidup,
" benarkah itu ras?" tanya Pram duduk lebih dekat di samping Laras.
Laras mengangguk,
" Aku juga ingin menjaga anak anak...
Melihatnya setiap hari..
Aku ingin sekali semua baik baik saja mas..
Tapi.." Laras kembali terdiam.
langsung main todong aja si bapak nih
apalagi bininya pake acara yg terencana hanya demi anak keduanya si Elang
heran sama modelan orang tua gini