Banyak wanita muda yang menghilang secara misterius. Ditambah lagi, sudah tiga mayat ditemukan dengan kondisi mengenaskan.
Selidik punya selidik, ternyata semuanya bermula dari sebuah aplikasi kencan.
Parahnya, aparat penegak hukum menutup mata. Seolah melindungi tersangka.
Bella, detektif yang dimutasi dan pindah tugas ke kota tersebut sebagai kapten, segera menyelidiki kasus tersebut.
Dengan tim baru nya, Bella bertekad akan meringkus pelaku.
Dapatkah Bella dan anggotanya menguak segala kebenaran dan menangkap telak sang pelaku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DYD33
"Hey, Pak Tua. Sepertinya selain ingin membunuh ku, iblis busuk itu juga ingin membunuhmu," ujar Edwin seraya terkikik ketika beberapa orang berbekal senjata tajam terpantau dari layar monitor nya tengah menunggu di luar.
Danu menoleh, menatap Edwin dengan kening berkerut. "Dirham ingin membunuhku?"
Pria itu bergegas mendekati Edwin dan fokus menatap monitor, tanpa sadar kedua tangannya sudah mengepal erat.
"Sepertinya, dia sudah tau bahwa kita sekubu," gumam Danu.
Edwin menggeleng. "Tidak, dia belum tau. Dia hanya memang ingin melenyapkan mu saja. Hanya itu alasannya. Jika dia tau kau sekubu dengan ku, dia tidak akan memberi perintah seperti itu padamu."
"Tunggu lah di dalam sini, aku akan menghadapi mereka," lanjutnya.
"Tidak bisa begitu, lengan mu belum pulih," cegah Danu.
"Diam dan menurut lah," desis Edwin dengan raut dingin. Pria itu lekas menaiki anak tangga yang tinggi menjulang.
Begitu pintu terbuka, gegas ia melangkah keluar. Namun, Edwin dibuat tercengang. Beberapa orang yang dilihatnya dari layar monitor, kini sudah terkapar di atas tanah. Pria itu mundur beberapa langkah, sudah jelas ada yang tak beres.
Edwin mematung, langkahnya terhenti saat menyadari ada seseorang yang sudah berdiri di belakang nya. Ia semakin tegang kala senjata yang di bawa orang tersebut menyentuh bagian belakang tubuhnya.
BZZTT BZZZZT!
Edwin tersentak dan tumbang seketika.
"S-sial!" umpat pria itu sebelum menutup mata.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di balik jeruji, Dirham duduk bercangkung dengan bermuram durja. Ia mengikis kulit di sela-sela kukunya hingga berdarah-darah, benaknya tenggelam oleh amarah. Saat ini ia menjadi tahanan sementara dengan masa tahanan 2x24 jam, sambil menunggu sampai penyelidikan usai. Sesekali ia melirik Handoko yang terkurung di dalam sel sebelah.
Ya, Handoko juga ikut di jeruji. Flashdisk yang ditemukan Bella pada bingkai foto di kamar Edwin, cukup membuktikan keterlibatan sang ketua dalam aksi Dirham sejauh ini.
Sel mereka dijaga ketat. Tak ada ponsel yang menjadi sarana mereka untuk menjalin komunikasi dan meminta bantuan dari pihak luar.
Bola mata Handoko berbinar kala menatap kehadiran Danu. Pria tua itu lekas berlari dan menggenggam erat jeruji besi.
"Hey, Danu, kemana saja kau?" ucap Handoko pada kacungnya. "Cepat keluarkan aku dari sini!"
Danu menoleh tanpa meladeni, ia membuang wajah dan melirik Dirham yang sudah menatapnya datar.
Air muka Handoko mendadak keruh, rona merah padam tak luput menghiasi wajahnya yang malu diabaikan sang kacung.
'Berani sekali kau mengacuhkan ku, Dasar Idiot Miskin!' Hardiknya di dalam hati seraya menatap sinis Danu.
Kacungnya itu sudah berdiri tepat di hadapan Dirham. Ramah tamah jauh dari rautnya. Ia penasaran, yang akan dibicarakan sang kacung.
"Aku sudah menyingkirkan putra mu dan juga ... orang-orang yang kau kirim untuk menyingkirkan aku," desis Danu ketus. "Ku rasa ... urusan kita selesai sampai di sini."
Danu lekas berbalik badan, ia berniat meninggalkan mereka berdua. Namun, langkah kakinya terhenti kala Dirham tertawa kencang sambil berkata ....
"Aku tau apa tujuanmu menjadi orangku selama ini, Danu. Kasihan sekali kau, berusaha mencari informasi tentang kematian istriku, tapi, berakhir pulang dengan tangan kosong. Apa kau tau? Bahkan sampai mati, Ratih hanya memikirkan aku."
Sesaat, ucapan Dirham membuat dada Danu sesak. Pria itu berusaha mengatur napasnya kembali dan meraup udara sebanyak-banyaknya.
"Dirham ... Dirham ...," tanpa berbalik badan, Danu tertawa pelan. "Tentu saja aku sadar kalau kau sudah tau tujuanku menjadi orang mu selama ini adalah untuk mencari tau penyebab kematian Ratih. Itulah kenapa aku bergerak cepat sampai-sampai bisa pulang dengan mengantongi bukti yang akurat. Dirham, tidak ada kejahatan yang tak meninggalkan jejak. Serius, kau mengira aku pulang dengan tangan kosong? Dirham, ternyata iblis seperti mu juga memiliki sisi polos ya?"
Dirham tampak tersentak, jantungnya serasa dipukul telak. Tetapi, buru-buru ia memasang raut tenang. Ia masih berusaha untuk percaya diri, bahwa dengan bergunung-gunung harta yang ia punya, tentu hukum masih berada di bawah kendalinya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Danu melangkah mantap, menuju meja kerja Bella. Ia meletakkan sebuah flashdisk di atas meja, seraya menatap wanita yang memiliki jabatan setara dengannya.
"Apa ini?" alis mata Bella terangkat satu.
"Bukti kejahatan Dirham yang lain," jawab Danu. "Bukti bahwa ia sudah melenyapkan istrinya sendiri."
Bella menghela napas pelan, ia jadi teringat dengan mendiang ibunya Edwin. Wanita yang kerap menitipkan masakan rumahan kepada sang anak, untuk disampaikan kepada dirinya.
Bella menegakkan punggungnya lalu bersandar. Bola mata sendunya menatap Danu, "berarti, kejadian ini di kota lain?"
Danu mengangguk lemah. "Tapi, Ayahmu pasti punya kuasa untuk mengatur kasus ini menjadi milikmu 'kan?"
Wajah Danu sendu dan penuh harap. Ia tak ingin usahanya menjadi sia-sia, pria itu juga ingin ikut andil dalam memenjarakan monster kejam yang sudah membunuh cinta pertamanya.
"Baiklah, saya akan mengurusnya." Bella beranjak dari duduknya. Ia lekas mengenakan jaket yang menggantung pada sandaran kursi, lalu menyambar kunci mobilnya.
"Saya akan pulang lebih awal, bisakah saya mengandalkan anda untuk mengurus tim 1?" tanya Bella. Danu mengangguk dengan senyuman tipis.
"Baiklah, saya pergi dulu," pamit Bella. "Dan... terimakasih untuk bantuan anda, Pak Danu. Berkat anda, Ayah saya baik-baik saja sampai sekarang."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Telapak tangan kekar nan lebar milik Edwin, laju menghadang tepat di depan paras rupawan nya. Pria itu menyipitkan mata, menyesuaikan dengan pendar yang baru saja menyala.
Pria yang baru saja siuman itu berusaha untuk bangkit dari ranjang, kedua tangannya terikat kokoh dengan seutas tali tepat di depan dada.
Memori nya mundur sejenak, teringat seseorang sudah menyerangnya dengan stun gun. Yang pasti ia bisa menebak, jelas bukan orang suruhan Dirham.
Bola mata milik pria itu mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Netra yang tadinya sipit, kini membulat lebar. Ia menatap lurus pada satu titik, tepat di samping pintu ruangan itu.
Masih tak percaya, Edwin mengucek mata dengan ujung jarinya. Kemudian kembali menatap ke arah semula.
"Bella?" gumamnya senang, "ini ulah mu?"
"Hmmm, ku kira kau belum siuman," balas Bella canggung.
"Wah, kau menyelamatkan aku, Bell? -- Ah ...," wajah Edwin habis dilahap rona merah. "Hey, Bell, will you marry me?!"
*
*
*
kirain dia yang mau pakai topeng bela ...
cara mainmu emang hebat si gila, tapi feeling Edwin lebih kuat.... bhahahaha....
seketika keinget sama gunawan gavriil tor 😂