Rama Abimana, seorang pengusaha mudah yang di khianati oleh tunangannya sendiri. Dia dengan sengaja berselingkuh dengan sekretarisnya karena alasan yang tak masuk akal.
Hingga akhirnya dia memutuskan untuk membalas dendam dengan menikahi seorang wanita secepatnya.
Siapakah wanita yang beruntung di nikahi oleh seorang Rama Abimana?
Seorang pengusaha muda terkaya sekaligus pewaris tunggal perusahaan besar Abimana Corporation.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
"Nggak .. nggak .. nggak jadi, aku salah bicara tadi, bukan tujuanku untuk terus hidup sama kamu." Syarin menggeleng cepat.
"Yakin salah bicara? Padahal tadi kamu terlihat tulus saat mengucapkan kalimat itu." Rama menatap Syarin penuh selidik.
"Iya, itu cuma salah bicara, aku cuma terbawa suasana aja tadi, impian ku tetap membangun keluarga dengan orang yang sederhana. Ya tetap itu." kali ini Syarin terus menganggukan kepalanya.
"Ya udah kalau gitu, berarti keputusanku untuk melajang seumur hidup juga tetap berlanjut, aku malas mencari wanita lain jika itu bukan kamu." Rama tersenyum, melipat kedua tangannya didada namun ujung matanya melirik Syarin.
Ucapan Rama berhasil membuat pipi Syarin seketika bersemu merah, dirinya segera bangkit dari duduknya lalu berlari kecil menaiki tangga.
"Hey mau kemana? Obrolan kita belum selesai."
"Udah, pokoknya aku gak mau terus hidup sama kamu, membosankan." bibir Syarin mengukir senyum saat mengucapkan kalimat itu.
"Kamu yakin? Padahal aku orang kaya loh, walaupun aku sedikit membosankan." Rama berkata setengah berteriak karena Syarin sudah tiba diambang pintu kamar.
"Yakin 1000%." Syarin menjawab sambil menutup pintu.
Rama tertawa kecil, baru kali ini ada wanita yang menolaknya sampai seperti ini, bahkan Vika saja dulu tak pernah memperlakukannya seperti ini.
"Lihat saja nanti, akan ku pastikan kamu gak bisa lepas dari aku." Rama menarik sudut bibirnya.
***
Dikediaman Vika dan David.
Vika kini tengah menangis sesegukan didalam kamar, dirinya merasa sakit hati dengan ucapan yang diucapkan David tadi.
Mereka sempat membahas tentang keuangan, David sedikit protes pada Vika karena berapapun Vika diberikan uang tapi tetap saja habis, tanpa mengingat uang itu Vika habiskan dalam waktu berapa hari.
Saat ini Vika mendapat jatah uang belanja 20rb sehari, mengingat mereka belum memiliki anak David merasa uang itu cukup jika hanya untuk sekedar membeli lauk pauk.
Karena beras dan kebutuhan pokok lainnya sudah David siapakan setiap dirinya mendapat bonus bulanan dari aplikasi ojolnya.
Melihat istrinya menangis David segera menghampiri Vika, ia berjongkok dihadapan Vika yang kini sedang menangis ditepi ranjang.
"Kamu kenapa nangis?" David bertanya karena belum menyadari kesalahannya.
"Gak papa kok, aku cuma kangen aja sama Mama." jawab Vika ketus.
"Jangan bohong dong, biasanya kamu gak pernah sampe menangis seperti ini kalau cuma kangen sama Mama, kita harus saling terbuka untuk menghindari kesalah pahaman." David mengusap lembut kedua punggung tangan Vika.
Mendengar ucapan David tangisan Vika justru malah semakin menjadi, ia menarik lengannya dari genggaman David untuk menutupi wajahnya.
Bahunya semakin berguncang hebat saat Vika menutupi wajahnya.
"Kamu cerita dong, biar aku tau letak kesalahanku dimana? Aku juga bukan peramal yang bisa tau isi hati setiap orang kapan saja." David mulai kelimpungan menghadapi sikap Vika.
"Aku sakit hati saat kamu membahas soal uang tadi, apa kamu tau uang 20 ribu cukup buat apa? Coba kamu yang belanja sendiri ketukang sayur pagi-pagi, biar kamu tau uang segitu cukup buat apa saja." Vika berkata diiringi isak tangis.
"Kenapa kamu gak bilang kalau uang itu memang kurang? Mungkin aku bisa menambahnya jika ada." David kembali meraih tangan Vika.
"Bukan soal cukup gak cukupnya, tapi kamu bilang tadi kalau berapa pun uang yang kamu kasih tetep aja abis kalau dipegang sama aku. Coba kamu ingat dulu uang itu aku habiskan dalam waktu berapa hari?"
"Asal kamu tau, meskipun kadang kamu ngasih aku uang lebih karena gak ada receh. Aku tetap memakai uang itu 20 ribu sehari sesuai jatah kamu, karena aku sadar diri gak bisa bantu kamu cari uang, bahkan untuk sekedar jajan dua ribu saja aku harus bepikir ulang." Vika menekankan kata "gak ada receh" disana.
"Iya aku minta maaf, maaf jika perkataan aku tadi menyinggung perasaan kamu, aku yang salah karena tak berpikir dulu sebelum berkata, maaf jika akhir-akhir ini aku terlalu sibuk mencari uang." David mencium punggung tangan Vika beberapa kali.
"Jangankan aku yang cuma pegang uang pemberian dari kamu, kamu aja yang pegang uang sendiri kalau udah waktunya abis, tetep aja abis kan? Aku bahkan gak pernah tau penghasilan kamu berapa dan uangnya kamu pake buat apa aja, aku juga gak pernah protes kamu kasih aku uang berapapun, karena apa? Karena aku sadar diri Mas." Vika mengungkapan unek-uneknya selama ini.
"Maaf sayang, maaf kalau selama ini aku belum terbuka soal keuangan sama kamu, sejujurnya sebagian uang hasil kerja aku, aku pakai untuk membayar cicilan rumah ini."
"Kemarin uang yang aku bayarkan hanya untuk sekedar DP saja karena aku juga butuh kendaraan dan bekal hidup untuk sementara, itulah alasan aku menyuruhmu untuk sedikit berhemat, karena jujur saja aku juga sedikit kewalahan untuk mengatur semuanya, maaf kalau aku baru bisa jujur sekarang." David menundukan pandangannya.
Vika sedikit tertegun dengan penjelasan David, bagaimana bisa mereka membagi uang yang pas-pasan dengan cicilan rumah.
Vika memijat pelipisnya yang terasa berdenyut, lalu tubuhnya ambruk seketika.
David yang panik melihat istrinya pingsan segera bangkit, menepuk pelan pipi istrinya berharap dirinya akan sadar, namum sama sekali tak ada respon.
Dengan panik dirinya berlari keluar rumah untuk meminta pertolongan, ia teringat dengan Bu Darmi yang selama ini cukup sering membantu mereka.
David segera mengetuk pintu rumah sederhana itu saat tiba diambang pintu dengan beberapa kali mengucapkan salam.
Hingga tak berselang lama, terdengar suara langkah kaki si pemilik rumah yang hendak membuka pintu.
"Selamat malam Bu, maaf saya mengganggu malam-malam. Boleh saya minta tolong? Istri saya pingsan dirumah." David segera menyampaikan niatnya setelah si pemilik rumah membuka pintu.
"Kenapa istrinya bisa pingsan Mas? Ya udah ayo kita lihat dulu." Bu Darmi segera menutup pintu lalu berlari kecil menuju rumah David.
Melihat kondisi Vika yang masih belum sadarkan diri Bu Darmi segera mengecek keadaan Vika.
Merasa ini diluar keahliannya, Bu Darmi segera menyarankan David untuk memanggil Bidan terdekat saja.
David segera melajukan motornya untuk mencari keberadaan rumah Bidan yang sudah diberitahukan Bu Darmi.
Setelah melihat papan iklan yang bertuliskan Bidan disana, David segera menepikan motornya dihalaman rumah terbilang paling mewah dikomplek ini.
Dengan cepat David menekan bel pintu yang tersedia sana, sambil menunggu dengan panik.
Setelah menunggu selama beberapa menit terlihat seorang wanita yang masih muda dan cantik membuka pintu.
"Ada apa ya Mas? Apa ada yang mau diperiksa?" Bidan itu berkata ramah.
"Istri saya pingsan dirumah Bu. Saya gak ada kendaraan untuk membawanya kesini. Bisa Ibu saja yang datang kerumah kami?" David menunjukan tatapan penuh harap.
"Iya boleh Pak, sebentar ya saya siap-siap dulu" Bidan itu kembali menutup pintu.
Setelah menunggu hampir 5 menit Bidan itu terlihat kembali keluar rumah dengan pakaian yang cukup rapi dan menjinjing sebuah tas yang berukuran lumayan besar.
"Mari Pak, saya sudah siap." Bidan itu segera duduk dijok belakang.
David melajukan motornya lumayan kencang, karena khawatir dengan istrinya.
Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk sampai dirumah David.
Mereka berdua segera melangkah lebar menuju kamar dimana Vika masih terbaring lemas disana.
Bidan itu segera memeriksa kondisi Vika, bibirnya mengukir senyum setelah selesai memeriksa Vika.
"Istri Bapak gak papa kok, mungkin dia hanya sedikit kelelahan akibat bawaan kehamilan. Memang biasa jika si Ibu mudah lelah ditrimester awal." Bidan itu menjelaskan seraya tersenyum ramah.
Bu Darmi ikut bahagia saat mendengar kabar kehamilan Vika, berbeda hal nya dengan David, dirinya kini hanya bisa mematung dengan tatapan kosong.
**************
**************