Perjalanan kisah dari anak Patriak Klan Ning yang bernama Ning Wie dalam menempuh kultivasi menjadi kultivator terhebat di Kerajaan Jing di benua Biru.
Di bantu dengan dua Spirit yang telah menjadi patnernya yaitu Spirit Pheonix Api dan Spirit Pheonix Es yang tinggal di lautan Spiritualnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wiwiek, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chap 31
"Aku tetap membelinya! Aku suka! Dan aku mau cincin ini!" Ning Wie tetap bersisih kukuh walau sudah di beri tahu petugas.
"Aku mau cincin ini karena aku merasakan reaksi dari Kristal Es Abadi yang ada di dantian ku. Aku yakin ini bukan cincin biasa. Aku harus miliki." Ucap Chan Shio Yi dalam hati.
"Baiklah! Itu semua terserah adik cantik. Yang jelas pihak kami sudah mengatakan apa adanya. Karena barang ini sudah cacat dan sebenarnya tidak layak jual tapi ini juga satu satunya barang peninggalan dari pendiri Paviliun. Jadi masih tetap kami pajang. Dan Adik cantik cukup bayar dua koin emas saja."
Dengan cepat Ning Wie menengadakan kedua tangannya pada Ning Bing agar segera membayar cincin yang dikehendakinya itu. Tetapi sayangnya, Patriak Ning Bing menggelengkan kepala sebagai tanda tidak mau membayarnya. Sebab apa yang di pilih anaknya itu, menurut penilaiannya tidak layak.
"Jangan cincin itu! Cincin itu cacat, Wie'er! Buat apa membeli dan memilikinya? Yang lain saja, langsung ayah bayar. Seperti tidak ada pilihan yang lain saja!" Protes Patriak Ning Bing.
"Lihat ini, ini juga, Itu juga bagus." Ning Ling menunjuk beberapa cincin ruang yang ada di atas etalase. "Wow.. Ini sangat cantik sekali, Wie'er sini lihat. Cincin ini batu permatanya sama persis dengan warna bola matamu."
Melihat reaksi dari kedua orang tuanya Ning Wie hanya bisa menarik nafas panjang. Kelihatannya hanya ada satu jalan yang bisa dirinya pakai agar bisa miliki cincin tersebut.
"Ya sudah kalau gitu. Apa boleh buat, Aku bayar sendiri!" Melirik kedua orang tuanya sambil menarik sudut bibirnya ke atas. "Hehe... Untungnya uang aku lebih dari cukup!"
Petugas hanya bisa tersenyum saat Ning Wie menyambar cincin ruang yang ada di atas etalase dan bocah cilik itu langsung membawa cincin ruang itu ke meja kasir.
"Wie'er!" seru Patriak dan istrinya tidak bisa mengubah dan mempengaruhi keputusan anaknya.
"Harga cincin ini dua koin emas!" Ucap kasir saat cincin ruang itu di taruh dan di letakkan di atas meja.
Ning Wie pun segera menepuk tas penyimpanan miliknya. Dua koin emas kini sudah ada di dalam genggaman tangannya kemudian dia serahkan kepada kasir.
"Yang aku ingin ya aku beli! Untungnya harga cincin ruang itu juga tidak mahal. Semoga saja membawa keberuntungan untukku. " Kata hati Ning Wie.
Setelah uang di terima kasir Paviliun, Cincin pun di serahkan kembali pada Ning Wie. Begitu CIncin ada di telapak tangan. Reaksi dari Kristal Es Abadi samar- samar di rasa. Bocah cilik itu bisa merasakan darahnya sedikit berdesir. Dengan perlahan cincin itu di pakai di jari manisnya.
"Lihat ini, Bu! Pantaskan! Cantik lagi! Bukankah begitu, Yah?"
Ning Wie dengan bangganya menunjukkan cincin yang melingkar di jari tangannya kepada orang tuanya secara bergantian. Bocah kecil itu menunjukkan kepuasan.
Ning Ling dan Ning Bing menganggukkaan kepala bersamaaan. Mereka sadar tidak bisa mengubah keputusan anak tunggalnya itu. Karena bocah kecil itu berpegang teguh pada pendiriannya. Lagian juga sudah di bayar.
"Pilihlah satu lagi cincin ruang, Wie'er! Punya lebih dari satu juga tidak apa-apa. Emm..., buat jaga-jaga saja!" Ning Ling menyarankan anak tunggal nya membeli satu lagi cincin. Karena wanita itu khawatir cincin pilihan anaknya tidak akan bertahan lama.
"Ahh.. Enggak! Tidak diperlukan. Ini saja, cincin ini lebih dari cukup." Ning Wie menolak tegas usulan ibunya. Mau tidak mau akhirnya Patriak dan istrinya menyerah mempengaruhinya.
"Cincin ruang sudah kamu dapatkan! Sekarang ikut Ayah ke rak sebelah sana. Memcari jurus dan teknik elemen Es. Kau membutuhkan itu."
Patriak Ning Bing segera berjalan menuju ke baris selanjutnya yaitu rak kedua. Rak yang berisi dengan berbagai buku dan perkamen jurus atau pun teknik.
Njng Wie mengekor sambil mengusap- usap terus permata cincin ruangnya. Sampai gadis itu tersentak kaget karena perasakan perih di ujung jari tengahnya.
Setelah di lihat ternyata ujung jarinya tergores akibat retakan kasar dari batu permata. Dan tanpa di sadarinya setetes darah Ning Wie membasahi permukaan batu permata cincin ruang itu. Dan anehnya darah itu meresap terhisap oleh batu permata.
Batu permata tanpa ada yang menyadari bersinar sesaat dan cahayanya redup. Hanya satu kedipan mata saja. Dan retakan yang ada di dalam batu seketika menghilang. Batu permata itu menjadi utuh dan cincin itu menjadi baru, mewah dan cantik.
"Bisakah kau tunjukkan padaku berbagai kemampuan yang ada hubungannya dengan elemen Es?" Ucap Patriak Ning Bing sopan kepada petugas Paviliun Seribu Manfaat bagian rak ke dua.
"Tentu saja tuan. Mari saya tunjukkan." Petugas itu pun mulai mengambilkan satu persatu perkamen dan buku sesuai dengan permintaan dari pelanggannya itu.
Kini di hadapan Ning Wie, Ning Ling dan Patriak Ning Bing terpapar di atas etalase ada satu buku dan tiga buah perkamen elemen es.
Ning Wie berinisiatif lebih dulu mengambil sebuah perkamen. Gulungan perkamen itu di buka dan di sana tertulis jelas Teknik Hujan Es. Bocah itu pun membaca dengan serius.
Ning Ling pun tidak mau ketinggalan dia pun mengambil satu perkamen dan mulai dibacanya dengan serius.
Tak lama kemudian perkamen yang di baca Ning Wie di taruh di atas etalase dan selanjutnya mengambil perkamen yang lainnya lagi. Perkamen ke dua berisi dengan Jurus Pedang Hati Es. Sedangkan perkamen ke tiga tentang Jurus Beku Es.
Ning Wie pun penasaran dengan buku yang masih di pegang dan di baca serius oleh ayahnya Patriak Ning Bing. Apa di buku itu terdapat lebih dari satu jurus di lihat dari ketebalannya. Bahkan Gadis itu melihat ayahnya mengerutkan kening. Tapi matanya memancarkan ketertarikan.
Patriak Ning Bing menutup buku yang di baca langsung berkata. "Berapa harga buku ini?"
"Harga buku itu lima puluh lima koin emas, Tuan!" Jawab petugas paviliun sopan.
"Aku beli buku ini!" ucapnya pada petugas. Kemudian menoleh kepada istrinya terutama sama anaknya. "Maaf Wie 'er! Sementara ini Ayah hanya bisa membelikanmu satu buku! Emm... Tidak apa-apa khan Wie'er!"
"Hehe... Tidak apa- apa, Yah! Itu sudah cukup! Setelah Wie'er kuasai baru cari yang lain lagi." Jawab gadis itu sambil tersenyum menenangkan ayahnnya. Apa lagi harga jurus mau pun teknik memang mahal, dan itu sudah menguras isi kantong.
Patriak Ning Bing puas dengan jawaban anaknya. Putri tunggalnya itu tidaklah serakah dan tahu diri. Lagian bocah itu juga akan mempelajari dua kekuatan berbeda itu tiap hari dan itu tidaklah mudah. Perlu kesabaran, ketelitian dan kerja keras.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...