NovelToon NovelToon
Blokeng

Blokeng

Status: sedang berlangsung
Genre:Playboy
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Esa

Blokeng adalah seorang pemuda berusia 23 tahun dengan penampilan yang garang dan sikap keras. Dikenal sebagai preman di lingkungannya, ia sering terlibat dalam berbagai masalah dan konflik. Meskipun hidup dalam kondisi miskin, Blokeng berusaha keras untuk menunjukkan citra sebagai sosok kaya dengan berpakaian mahal dan bersikap percaya diri. Namun, di balik topengnya yang sombong, terdapat hati yang lembut, terutama saat berhadapan dengan perempuan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17: Nyaris Mati Diterkam Elang

Setelah menjalani hari-hari yang penuh kejutan dan kejadian konyol, Blokeng merasa perlu menjauh sejenak dari hiruk-pikuk hidupnya. Suatu sore, ia memutuskan untuk pergi ke hutan yang terletak tidak jauh dari desanya. Dikenal dengan keindahan alamnya, hutan itu adalah tempat yang tenang dan penuh keajaiban. Ia berharap bisa bersantai dan menjernihkan pikirannya.

Dengan drone di tangan dan semangat yang tinggi, Blokeng melangkah ke dalam hutan. Ia menyukai petualangan dan menikmati setiap momen saat menjelajahi alam. Drone-nya terbang tinggi, menyusuri pepohonan yang rimbun. Dari ketinggian, pemandangan sangat indah, seolah-olah dunia ini miliknya seorang diri.

Namun, saat ia asyik menikmati pemandangan, tiba-tiba terdengar suara sayap besar berdesir. Blokeng menoleh dan melihat seekor elang raksasa melesat cepat ke arahnya. Jantungnya berdegup kencang. “Sial! Apa yang terjadi?” serunya dalam hati. Ia tidak menyangka akan ada elang sebesar itu di dekatnya.

Elang itu langsung meluncur ke arah drone yang sedang terbang. Blokeng panik dan berusaha mengendalikan drone untuk menjauh. Namun, elang tersebut lebih cepat. Dalam hitungan detik, elang itu menerkam drone, dan Blokeng hanya bisa menonton dengan penuh ketegangan.

“Tidak! Droneku!” teriak Blokeng, merasa seolah-olah segala usahanya untuk menikmati hari ini sia-sia. Ia berlari mengejar elang yang membawa drone-nya. Dengan kecepatan yang luar biasa, elang itu terbang tinggi dan semakin jauh dari jangkauannya.

Namun, justru di saat itulah, elang itu berbalik arah dan terbang rendah, langsung menuju Blokeng. Blokeng merasa terjebak dalam situasi mengerikan. “Ini gawat!” teriaknya. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dalam sekejap, elang itu sudah berada di depannya, siap menerkamnya.

Menyadari bahaya di hadapannya, Blokeng merunduk dan berlari secepat mungkin, menghindari cengkeraman cakar tajam elang tersebut. Ia merasa seolah-olah berada dalam film horor, dengan makhluk buas yang mengincar nyawanya. Suara sayap elang yang mengguntur mengisi udara saat makhluk itu melayang di atasnya, mencari momen untuk menyerang.

Blokeng berlari zig-zag, berharap dapat mengelabui elang yang terus memburunya. Di tengah pelariannya, dia terjatuh karena tersandung akar pohon yang menjulang. Dalam keadaan terjepit, dia merasakan angin yang kencang saat elang itu berusaha menerkamnya dari belakang.

“Ya Tuhan, jangan sampai hari ini menjadi hari terakhirku!” serunya dalam hati. Dalam ketakutannya, ia teringat bahwa ia masih memiliki drone dan bisa menggunakan fitur daruratnya. Dengan cepat, ia mengeluarkan ponsel dan mengendalikan drone untuk menabrak elang tersebut.

“Semoga ini berhasil!” teriaknya seraya menekan tombol di ponselnya. Drone itu meluncur cepat ke arah elang yang terbang rendah. Dalam momen yang mendebarkan, drone itu berhasil menabrak elang dan membuatnya terpaksa menjauh.

Elang itu terkejut dan terbang lebih tinggi, menghilang ke dalam hutan yang lebat. Blokeng berusaha bangkit, merasakan betapa beruntungnya ia bisa selamat dari situasi mengerikan itu. Ia tidak menyangka bahwa petualangannya di hutan akan berujung dengan pertempuran melawan hewan buas.

Setelah memastikan elang itu pergi, Blokeng terengah-engah sambil duduk di tanah, berusaha menenangkan jantungnya yang berdebar. “Wow, ini gila!” gumamnya, menyadari bahwa hidupnya penuh dengan pengalaman tak terduga.

Ia kemudian memutuskan untuk pulang. Ketika berjalan menuju jalan setapak yang lebih dikenal, ia merenungkan semua hal yang telah terjadi. Ternyata, kehidupan yang penuh petualangan itu tidak selalu berjalan sesuai rencana, dan terkadang, rencana bisa berubah menjadi bencana. Namun, yang terpenting adalah ia masih bisa tertawa dan bercerita tentang pengalaman tersebut.

Sesampainya di rumah, Blokeng menyadari bahwa ia lebih beruntung daripada yang ia kira. Dan untuk kali ini, ia memutuskan untuk lebih berhati-hati dalam merencanakan petualangannya berikutnya. Sejak saat itu, ia lebih menghargai kehidupan dan keajaiban yang ada di sekitarnya.

“Aku tidak akan mengulangi kesalahan ini,” katanya pada dirinya sendiri sambil tersenyum, siap untuk menghadapi petualangan baru yang lebih aman dan menyenangkan.

Setelah menghindari serangan elang dengan cukup dramatis, Blokeng merasa ada keberanian baru yang mengalir dalam dirinya. Seolah merasa terprovokasi oleh kejadian itu, ia berteriak, “Eh, elang! Kamu kira aku takut sama kamu?”

Blokeng merasa seolah telah dibangkitkan semangat juangnya. Ia berdiri tegak, bersiap menghadapi si burung raksasa yang mengintimidasi itu. Dengan cara yang konyol dan berani, ia mengangkat kedua tangannya, siap untuk berduel. “Ayo sini! Siapa takut? Kita gelut!”

Mendengar tantangan itu, elang yang tadinya terbang menjauh, kini berputar dan melayang rendah, menilai situasi di bawahnya. Seakan menganggap Blokeng sebagai musuh yang layak untuk dilawan. “Ayo, tunjukkan keberanianmu!” teriak Blokeng, menantang makhluk buas itu.

Bukan tidak mungkin, Blokeng merasa bahwa tantangan ini bisa berakhir dengan lucu. Dalam benaknya, ia membayangkan pertarungan heroik antara manusia dan burung. Ia tahu bahwa ini adalah tindakan yang bodoh, tetapi adrenalin membuatnya berani mengambil risiko.

Dengan semangat juang yang terbangun, ia berlari ke arah elang, mengayunkan tangannya seolah-olah ingin menampar si burung. Elang itu terkejut dan mulai berputar cepat di udara. “Ha! Coba saja kamu berani mendekat!” tantangnya lagi.

Namun, elang itu malah terbang lebih tinggi, seakan-akan mengamati dari jauh dan menunggu momen yang tepat untuk menyerang kembali. Blokeng yang merasa diserang oleh rasa takut, berusaha untuk tidak menunjukkan ketakutannya. Ia mengarahkan pandangannya ke langit, mencari si elang.

“Jangan kira aku tak bisa melawanmu!” teriaknya. “Aku bisa jadi petarung sejati!” Ia berusaha menunjukkan ototnya yang tak berarti, berharap bisa menakut-nakuti elang itu.

Tiba-tiba, elang itu meluncur turun dengan cepat, langsung menuju Blokeng. Dalam sekejap, Blokeng terpaksa bergerak cepat dan merunduk, menghindari serangan cakar tajam elang yang menyasar kepalanya. “Sialan!” teriaknya, merasakan angin dari sayap besar elang yang meluncur melewatinya.

Melihat si elang yang terus berputar-putar di atasnya, Blokeng mencari cara untuk mengalahkan musuhnya. Ia berlari ke arah sebuah batu besar dan menggunakan batu tersebut sebagai perisai. “Ayo! Jangan takut! Aku punya taktik!” serunya sambil bersembunyi di balik batu.

Elang itu tampak kebingungan, tetapi tidak menyerah. Ia mengamati Blokeng dengan cermat, mencari celah untuk menyerang. Blokeng mengeluarkan seruan perang, “Jika kamu berani, datanglah! Aku siap!”

Setelah beberapa saat berputar-putar, elang itu akhirnya terbang rendah dan mencoba menerkam Blokeng lagi. Kali ini, Blokeng sudah siap. Dengan keberanian yang meluap, ia melompat dan melayangkan tinjunya ke arah si elang.

“Yaah!” teriaknya, dan tinjunya mengenai sayap elang yang tiba-tiba mengelak. Blokeng terkejut melihat dirinya berhadapan dengan burung yang lebih besar. “Wow, kamu cepat juga!”

Dalam pandangan Blokeng, pertarungan ini menjadi konyol dan menghibur. Ia menyadari bahwa melawan elang bukanlah keputusan yang baik, tetapi rasa percaya dirinya yang berlebihan membuatnya terus maju.

Elang itu kembali terbang tinggi, seolah-olah tertawa melihat tingkah Blokeng. Merasa malu, Blokeng berusaha tidak menunjukkan rasa takutnya. “Kamu tidak bisa kabur! Ini belum selesai!”

Setelah beberapa kali saling serang, elang itu mulai lelah. Melihat itu, Blokeng memutuskan untuk beristirahat sejenak. “Tunggu, tunggu! Kita bisa berdamai!” teriaknya sambil mengangkat tangan, meminta perdamaian.

Si elang berhenti sejenak, mendengarkan tawaran Blokeng. “Kalau kamu mau jadi temanku, kita bisa pergi bersama. Bagaimana?”

Elang itu tampak kebingungan. Sepertinya, elang itu tidak terbiasa dengan ajakan bersahabat dari seorang manusia. “Kamu aneh!” pikir si elang, tetapi karena tidak merasa terancam lagi, elang itu melambat dan terbang lebih rendah, lebih penasaran daripada marah.

Momen konyol ini membuat Blokeng tersadar bahwa ia tidak akan pernah bisa memenangkan pertempuran melawan elang. “Oke, kamu menang. Aku minta maaf,” katanya sambil tersenyum konyol.

Setelah semua itu, elang pun terbang menjauh, dan Blokeng merasakan lega. “Syukurlah, aku masih hidup,” katanya sambil tertawa sendiri. Konyol dan sedikit memalukan, tetapi ia merasa senang karena berhasil menghadapi rasa takutnya.

Dengan semangat baru dan pengalaman yang tak terlupakan, Blokeng pulang dengan rasa bangga. Hari itu, ia belajar bahwa meskipun menghadapi rintangan yang besar, kadang-kadang kita harus menghadapi ketakutan dengan keberanian dan sedikit humor.

“Siapa sangka, pertarunganku hari ini adalah melawan elang,” gumamnya sambil tersenyum. Dan dengan semangat baru itu, ia melanjutkan petualangan hidupnya yang penuh warna.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!