"The Secret Behind Love." adalah sebuah cerita tentang pengkhianatan, penemuan diri, dan pilihan yang sulit dalam sebuah hubungan. Ini adalah kisah yang menggugah tentang bagaimana seorang wanita yang bernama karuna yang mencari cara untuk bangkit dari keterpurukan nya, mencari jalan menuju kebahagiaan sejati, dan menemukan kembali kepercayaannya yang hilang.
Semenjak perceraian dengan suaminya, hidup karuna penuh dengan cobaan, tapi siapa sangka? seseorang pria dari masa lalu karuna muncul kembali kedalam hidupnya bersamaan setelah itu juga seorang yang di cintai nya datang kembali.
Dan apakah Karuna bisa memilih pilihan nya? apakah karuna bisa mengendalikan perasaan nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jhnafzzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30. Damian?
Malam itu, setelah kepulangan dirga, Karuna baru saja selesai menidurkan Ethan di kamarnya. Suasana kos kecil itu begitu tenang. Karuna duduk di kursi dekat jendela, memandangi cincin di jarinya sambil tersenyum tipis. Hatinya sedikit lega setelah memberikan jawaban pasti pada Dirga. Akhirnya, ia merasa memiliki seseorang yang bisa ia andalkan, yang benar-benar tulus menerima dirinya dan Ethan.
Namun, keheningan malam itu terganggu oleh suara ketukan pintu. Awalnya pelan, tapi lama-lama terdengar lebih mendesak. Karuna menoleh ke arah pintu dengan dahi berkerut. Siapa yang datang malam-malam begini? Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
Dengan langkah hati-hati, Karuna berjalan menuju pintu. Ia mengintip dari lubang kecil di pintu, dan detik itu juga, napasnya tertahan. Damian.
Karuna menghela napas panjang, menenangkan diri sejenak sebelum membuka pintu sedikit. “Ngapain di sini?” tanyanya dengan nada datar, tidak berusaha menyembunyikan ketidaksenangannya.
Damian berdiri di sana, masih dengan ekspresi yang sama seperti kemarin—seperti pria yang penuh penyesalan. Ia mengenakan jaket kulit hitam dan celana jeans, tampak seperti orang yang habis tergesa-gesa ke sana kemari.
“Karuna, aku cuma mau bicara,” jawabnya, suaranya rendah.
“Bicara apa lagi? Bukannya aku sudah bilang semuanya kemarin?” balas Karuna, nadanya semakin ketus.
“Ini penting,” Damian bersikeras. “Aku nggak mau nyelesain ini di depan Ethan kemarin, makanya aku datang sekarang. Kumohon, beri aku waktu.”
Karuna menahan napas sejenak, mempertimbangkan apakah ia harus membiarkan Damian masuk atau tidak. Tapi mengingat Ethan yang sudah tidur di kamar, ia akhirnya keluar dan menutup pintu sedikit di belakangnya, agar suara mereka tidak sampai membangunkan anak itu.
“Cepat. Apa yang mau kamu omongin?” tanya Karuna dengan nada tegas.
Damian menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. “Aku tahu aku salah, Karuna. Aku tahu aku nggak ada di saat kamu butuh, dan aku minta maaf untuk itu. Tapi aku nggak bisa ngelupain Ethan. Dia anakku, aku punya hak untuk ada di hidupnya.”
Karuna mendengus pelan, melipat tangannya di depan dada. “Hak? Damian, kamu tahu apa tentang hak? Selama bertahun-tahun, aku yang bangun tengah malam waktu Ethan sakit, aku yang kerja mati-matian supaya dia bisa sekolah, aku yang ada di sana waktu dia menangis karena merasa nggak punya ayah. Dan sekarang kamu tiba-tiba datang dan bicara soal hak?”
Damian terdiam, jelas kata-kata Karuna itu menghantamnya. Tapi ia tetap berusaha tegar. “Aku tahu aku salah, Karuna. Aku tahu aku bukan ayah yang baik. Tapi aku mau memperbaiki semuanya. Aku mau ada buat dia.”
“Memperbaiki?” Karuna tertawa sinis. “Damian, kamu pikir semuanya bisa diperbaiki semudah itu? Kamu nggak tahu betapa susahnya aku menjaga Ethan sendirian. Dan sekarang, aku sudah ada seseorang yang benar-benar peduli sama aku dan Ethan. Aku nggak butuh kamu lagi.”
Perkataan terakhir Karuna membuat Damian terkejut. “Seseorang? Maksud kamu siapa? Dirga?”
Karuna mengangguk tanpa ragu. “Iya, Dirga. Dia selalu ada buat aku dan Ethan. Dia yang bikin aku merasa dihargai lagi. Dan ya, aku akan menikah dengannya. Jadi, kumohon, berhenti datang ke sini dan bikin semuanya jadi rumit.”
Damian tampak terguncang. Ia menggeleng pelan, seperti mencoba mencerna apa yang baru saja didengarnya. “Menikah? Kamu serius, Karuna? Kamu nggak kasih aku kesempatan sama sekali?”
“Kesempatan?” Karuna mendekat, menatap Damian dengan tajam. “Kesempatan itu sudah hilang bertahun-tahun yang lalu, Damian. Waktu kamu memilih meninggalkan aku dan Ethan, itu kesempatan terakhir kamu. Aku nggak akan membiarkan Ethan terluka lagi karena kamu. Jadi tolong, pergi.”
Damian membuka mulutnya seakan ingin membalas, tapi tidak ada kata-kata yang keluar. Ia hanya menatap Karuna dengan tatapan penuh penyesalan, sebelum akhirnya menghela napas panjang.
“Kalau itu keputusan kamu…” gumamnya pelan.
“Ya, itu keputusan aku,” potong Karuna cepat. “Dan aku nggak akan mengubahnya.”
Damian menunduk, tampak seperti orang yang kehilangan arah. Tapi Karuna tahu ia tidak bisa membiarkan dirinya terjebak dalam rasa kasihan lagi. Dengan hati-hati tapi tegas, ia menarik pintu di belakangnya dan menutupnya perlahan, meninggalkan Damian di luar.
Karuna bersandar di pintu setelah menutupnya, mencoba menenangkan dirinya. Jantungnya masih berdegup kencang, tapi ia merasa lega karena akhirnya bisa tegas dengan Damian. Ia berjalan pelan kembali ke kursi dekat jendela, menatap cincin di jarinya.
“Dirga,” gumamnya pelan, lalu tersenyum kecil. “Aku yakin sama kamu.”
Di luar, Damian masih berdiri beberapa saat sebelum akhirnya berbalik dan pergi. Bagi Karuna, ini adalah awal baru—awal untuk melupakan masa lalu dan membangun hidup yang lebih baik bersama Dirga dan Ethan.
Setelah kejadian dengan Damian tadi, Karuna kembali ke kamar, memastikan Ethan masih tidur nyenyak. Ia duduk di tepi kasur, memandangi wajah mungil anaknya yang begitu damai. Napas Ethan teratur, selimutnya sedikit berantakan, dan boneka dinosaurus kecil kesukaannya berada di pelukan erat.
Karuna menghela napas lega, lalu perlahan membaringkan diri di samping Ethan. Tangannya otomatis membelai rambut lembut anaknya, sementara pikirannya melayang-layang. Semua perasaan campur aduk tadi perlahan menguap, digantikan oleh ketenangan yang Ethan selalu bawa. Dia memang segalanya bagi Karuna.
Ponselnya tiba-tiba berbunyi, menampilkan notifikasi pesan dari Dirga. Karuna mengambilnya dengan perlahan agar tidak membangunkan Ethan.
“Selamat tidur, calon istriku. Semoga harimu seindah malam ini.”
Mata Karuna sedikit memanas membaca pesan itu. Dirga memang selalu tahu cara membuatnya merasa dihargai, tenang, dan dicintai. Ia tersenyum kecil, jari-jarinya mengetik balasan singkat.
“Makasih. Kamu juga, selamat tidur. Jangan lupa istirahat.”
Belum selesai ia menyimpan ponsel, notifikasi baru muncul lagi. Kali ini Dirga mengirimkan beberapa foto. Karuna membuka galeri pesan itu, lalu terkejut melihat apa yang dikirimkan. Deretan gambar pelaminan megah, dengan dekorasi yang begitu cantik—bunga-bunga putih dan emas yang menghiasi ruangan, lampu gantung besar yang berkilauan, dan panggung elegan tempat sepasang pengantin akan duduk.
“Kamu suka yang mana? Kalau nggak ada yang cocok, nanti kita cari lagi bareng, ya,” tulis Dirga.
Karuna memandangi foto-foto itu dengan senyum kecil yang makin lebar. Bukan soal mewahnya pelaminan yang membuatnya terharu, tapi perhatian Dirga yang tak pernah setengah-setengah. Ia selalu memastikan Karuna terlibat dalam setiap keputusan, bahkan yang kecil sekalipun.
Mata Karuna berkaca-kaca. Ia menatap Ethan yang masih terlelap di sampingnya, lalu kembali ke ponselnya untuk mengetik.
“Aku nggak tahu harus pilih yang mana, semuanya kelihatan bagus. Tapi kaya nya itu mahal banget?”
Tak lama, balasan dari Dirga datang lagi, pendek tapi bermakna.
“Yang penting kamu bahagia, itu aja cukup buat aku.”
Karuna menaruh ponselnya di meja kecil di samping kasur, lalu menarik napas panjang. Ia memejamkan mata sambil memeluk Ethan lebih erat. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia merasa yakin dengan langkah hidupnya ke depan. Damian hanyalah bagian dari masa lalu, sementara Dirga adalah masa depan yang ingin ia perjuangkan bersama.
Dengan perasaan hangat yang memenuhi dadanya, Karuna pun tertidur, ditemani mimpi-mimpi indah tentang keluarga kecil yang akan segera mereka bangun.