"Apa yang kamu tahu?" tanya Aditya pada pria yang kepalanya berlumuran darah.
"Aku hanya lihat ada tiga orang pria datang lalu dia menyuntikkan sesuatu pada wanita itu. Setelah wanita itu tidak berdaya, mereka menggantungnya seolah dia bunuh diri."
Usai mengatakan itu, pria tersebut menghilang tanpa bekas.
Sebagai seorang polisi, terkadang Aditya menemui kesulitan ketika mengungkap sebuah kasus. Dan tak jarang dia sering meminta informasi dari makhluk tak kasat mata yang ada di sekitar lokasi kejadian.
Aditya memanfaatkan indra keenamnya untuk mengungkap kasus kejahatan yang terjadi di sekitarnya. Tak sendiri, dia ditemani jin cantik bernama Suzy yang rela membantunya melakukan apapun, kecuali mencarikan jodoh untuknya.
"Haiissshh.. Tante Suzy.. yang benar dong kalau kasih info. Nyasar lagi nih kita!" kesal Adita.
"Kalau mau nanya alamat tuh ke Mbah Gugel! Bukan ke aku!"
Aditya hanya menepuk keningnya saja.
"Percuma ngajak jin dongo," gumam Aditya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Another Mistery
Setibanya di lokasi pembangunan hotel, tempat ditemukannya potongan tulang, di sana sudah ada semua anggota tim Jatanras satu, termasuk Tomi. Aditya dan Tristan segera memakai sarung tangan kemudian mendekati lokasi penemuan. Beberapa potongan tubuh yang sudah menjadi tulang belulang ditemukan ketika salah satu pegawai proyek tengah menggali tanah menggunakan alat berat Beko.
Rekan kerjanya segera menghentikan pria itu menggali ketika melihat tulang terjatuh dari alat pengeruk tanah tersebut. Mereka memutuskan menggali manual menggunakan cangkul. Tidak lama menggali, mereka kembali menemukan potongan tubuh lain dan terakhir adalah tengkorak. Mereka semakin yakin kalau tulang yang ditemukan adalah tulang manusia. Mandor proyek pun segera menghubungi polisi dan menghentikan pekerjaan untuk sementara.
Aditya dan Tristan memandangi terpal berwarna biru yang di atasnya terdapat tulang belulang dan juga sebuah tengkorak. Tukang tersebut diperkirakan adalah sisa dari tangan dan kaki manusia. Beberapa petugas terus menggali lahan untuk menemukan badan korban, namun tidak ditemukan apapun. Aditya langsung teringat cerita Suzy tentang potongan tubuh yang ditemukan di ruang bawah tanah.
Petugas forensik yang sudah selesai mengambil foto segera memasukkan tulang tersebut ke dalam kantong lalu membawanya ke rumah sakit. Mereka akan melakukan autopsi untuk mencari tahu siapakah pemilik tulang belulang ini.
"Dilihat dari potongan tulang, sepertinya itu adalah potongan tangan dan kaki. Tapi tidak ditemukan badannya," jelas Tomi.
"Bahkan kepalanya juga dipenggal. Benar-benar sadis."
"Jika sudah menjadi tulang seperti ini, kemungkinan korban sudah meninggal cukup lama," seru Tristan.
Semua menganggukkan kepalanya kecuali Aditya. Pria itu masih termenung, mencoba menarik benang merah dari semua yang terjadi. Dia yakin sekali kalau tulang yang ditemukan masih berhubungan dengan kasus pembunuhan yang mereka tangani.
"Adit, Tristan, kalian segera ke rumah sakit. Dapatkan informasi sebanyak mungkin dari dokter forensik."
"Siap."
"Yang lain kembali ke kantor. Kita harus bersiap melihat kembali daftar orang hilang."
Mendengar perintah Tomi, sudah dapat dipastikan kali ini mereka akan menghabiskan waktu di kantor lagi. Jaya menghembuskan nafas panjangnya ketika berjalan menuju mobil dinasnya. Dia teringat akan anaknya yang meminta diajak liburan olehnya. Sepertinya dia masih belum bisa memenuhi janjinya pada sang anak.
***
Aditya dan Tristan tiba di rumah sakit Ibnu Sina. Keduanya langsung menuju lantai enam, di mana ruang forensik berada. Keduanya segera masuk ke ruangan khusus yang bisa membuat mereka melihat jalannya autopsi. Nampak dokter Akmal sudah bersiap di depan tulang belulang yang baru saja ditemukan. Pria itu memulai pekerjaannya. Memeriksa semua yang tersisa di setiap bagian tulang untuk mengetahui siapa pemilik tulang ini dan bagaimana caranya meninggal.
Aditya dan Tristan memilih duduk sambil menunggu jalannya autopsi. Dokter Akmal pun belum mengatakan apa-apa. Dia masih meneliti tulang tersebut dibantu oleh asistennya.
"Menurutmu apa kasus ini ada kaitannya dengan kasus yang kita tangani?" Tristan membuka pembicaraan.
"Aku pikir begitu. Kamu masih ingat waktu aku cerita soal ruang bawah tanah yang ditemukan Tante Suzy?" Aditya melihat pada rekannya dan kepala Tristan nampak mengangguk.
"Tante Suzy bilang, di sana ada potongan kaki, tangan dan badan. Sepertinya korban yang ditemukan sekarang adalah pemilik badan itu. Kita tidak menemukan badannya kan?"
"Iya kamu benar. Sepertinya kasus ini memang masih berkaitan. Hanya saja kita akan cukup kesulitan mencari tahu identitas orang ini."
"Semoga saja dokter Akmal bisa memberikan beberapa petunjuk penting."
Tujuh puluh menit berlalu dan selama melakukan autopsi, dokter Akmal tidak mengatakan apapun. Pria itu menyimpan semua penemuannya sendiri dan akan mengatakan nanti pada Aditya dan Tristan. Usai melakukan autopsi, pria itu melepas sarung tangan, masker dan jubah operasi lalu membuangnya ke tempat sampah. Dia mencuci bersih dulu tangannya, baru kemudian keluar dari ruangan tersebut. Dokter Akmal memasuki ruangan di mana Aditya dan Tristan berada.
"Bagaimana, dok?"
"Korban adalah seorang pria. Usianya antara 60 sampai 65 tahun. Ada retakan di bagian tengkorak, sepertinya itu akibat pukulan benda tumpul. Bisa jadi itu adalah penyebab kematiannya. Potongan lain adalah sepasang kaki dan tangan. Bentuk potongan tulang tidak rata, yang memotongnya menggunakan alat seperti golok dan memotongnya berkali-kali hingga terputus. Karenanya bentuknya tidak rata. Begitu juga dengan bagian kepalanya."
"Astaghfirullah."
"Apa kasus kali ini masih berhubungan dengan kasus kemarin yang kalian tangani?"
"Sepertinya begitu dok."
"Kalian harus cepat menemukan pelakunya. Dia adalah psikopat."
"Kematian korban sudah berapa lama?" tanya Tristan.
"Di atas satu tahun. Mungkin tujuh belas atau delapan belas bulan."
"Kalau kami membawa sample DNA sebagai pembanding, apa bisa diketahui siapa korbannya?"
"Bisa saja. Anggotaku sedang meneliti DNA yang tersisa, semoga bisa ditemukan petunjuk lain."
"Terima kasih, dok. Kalau begitu kami permisi dulu."
Aditya dan Tristan bergantian menyalami dokter Akmal. Keduanya segera keluar dari ruangan tersebut. Mereka akan segera kembali ke kantor. Sudah terbayang banyaknya pekerjaan yang harus mereka lakukan nantinya.
***
Anggota tim satu unit Jatanras kembali disibukkan dengan setumpuk berkas. Berbekal informasi yang didapat dari dokter Akmal, mereka kembali mencari identitas korban melalui daftar orang hilang. Mereka menyusutkan daftar orang hilang berdasarkan usia, jenis kelamin dan waktu hilang.
"Bagaimana?" tanya Tomi pada anak buahnya yang sudah nampak lelah karena waktu sudah lewat tengah malam.
"Kami berhasil menyisihkan dua puluh orang pria yang berusia 60 sampai 65 tahun yang hilang sekitar satu atau dua tahun lalu."
"Baguslah. Besok datangi keluarga korban dan ambil sampel DNA mereka. Supaya bisa dicocokkan dengan DNA korban. Sekarang lebih baik kalian pulang. Istirahat dengan baik."
Semuanya langsung membubarkan diri begitu mendengar instruksi atasannya. Aditya keluar bersama dengan Tristan. Keduanya mengambil arah yang berbeda setelah berada di tempat parkir. Aditya menuju mobilnya, sementara Tristan menuju motornya. Tak lama kemudian kendaraan mereka keluar dari pelataran parkir kantor Polrestabes.
Lima belas menit kemudian Aditya tiba di kediamannya. Pria itu memarkirkan mobilnya di depan rumah kemudian membuka pintu pagar dengan pelan. Sejak Aditya bertugas di Bandung, Tamar tidak pernah mengunci pintu pagar. Karena Aditya bisa pulang jam berapa saja. Pria itu mengeluarkan kunci rumah dari saku celananya, lalu membuka pintu rumah yang sudah terkunci.
Suasana rumah sudah gelap ketika Aditya masuk ke dalamnya. Pria itu segera menaiki anak tangga lalu masuk ke dalam kamarnya. Pria itu masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka, menggosok gigi dan berganti pakaian. Tak lama dia keluar. Ketika keluar kamar mandi, matanya menangkap Suzy dan Aang sudah duduk di sisi ranjang.
"Tante dari mana aja?" tanya Aditya.
"Maaf Dit.. Tante sedang mencari teman Tante, Bilqis namanya. Dia tahu bagaimana cara menaklukkan Sharrul."
"Apa sudah ketemu?"
"Belum. Dia tahu kalau Tante sedang mencarinya. Jadi dia bersembunyi dengan baik."
"Lebih baik Tante jangan mencarinya dulu. Dia pasti tetap bersembunyi kalau tahu Tante masih mencarinya. Tante bisa menjeda dulu."
"Iya."
"Aang.. aku punya tugas untukmu. Aku mau kamu menyelidiki beberapa orang."
"Katakan saja aku harus mencari siapa."
"Aku masih menunggu informasi dari Sean. Kalau sudah dapat, baru aku kasih tahu."
"Baiklah."
"Kalian lebih baik pergi. Aku mau tidur, ngantuk," usir Aditya.
Suzy dan Aang segera meninggalkan kamar Aditya. Pria itu segera merebahkan tubuhnya di kasur setelah dua makhluk astral itu menghilang. Tak butuh waktu lama bagi Aditya masuk ke alam mimpi. Sementara Aang dan Suzy duduk di teras rumah. Suzy juga meminta Aang membantunya mencari keberadaan Bilqis ketika mencari orang yang diminta Aditya. Tanpa ada protesan, jin bocil itu menyetujui saja permintaan Suzy.
***
"Sean.. gue minta tolong, cariin informasi beberapa orang. Bisa?"
"Siapa?"
"Yang pertama orang yang udah tabrak lagi orang tua Dawan. Kedua, Bapak tirinya Remi. Ketiga, orang tua kandung Gading, orang tua asuh Gading dan saudara angkatnya. Keempat, Pesaing bisnis keluarga Ivan dan perampok yang membunuh orang tua asuhnya."
"Banyak amat permintaan elo. Gue juga ada kerjaan lain. Kenapa ngga minta kesatuan Lo aja sih?" kesal Sean.
"Masalahnya itu masih kecurigaan gue aja. Gue butuh yang umurnya 60 sampai 65 tahun, laki-laki dan hilang dari rumah."
"Kalau begitu perampok di rumah orang tua asuh Ivan, Bapak tiri Remi, saudara angkat Gading sama penabrak orang tua Dawan bisa dicoret dari list. Mereka umurnya di bawah 60 tahun."
"Oke."
"Jadi gue fokus ke Orang tua kandung dan orang tua asuh Gading aja ya."
"Sip. Gue tunggu ASAP!"
"Wani Piro?"
"Ah elah hitungan amat. Minta bayaran sama Arsyad aja," jawab Aditya sambil terkekeh. Pria itu segera mengakhiri panggilannya.
Aditya segera keluar dari kamar. Dengan cepat dia menuruni anak tangga kemudian bergabung dengan keluarganya di meja makan. Pria itu menarik kursi di dekat Tamar.
"Bagaimana dengan kasus kemarin?" tanya Tamar.
"Masih diselidiki, Pa. Sebagai awalan kita cari di daftar orang hilang. Khususnya laki-laki usia 60 sampai 65 tahun dan sudah hilang kira-kira dua tahun lalu atau kurang."
"Apa kasus yang kemarin masih berkaitan dengan kasusmu yang terdahulu?"
"Sepertinya, Pa. Aku juga curiga pada Gading, anggota tim SAFE di Sentinel. Aku lagi minta Sean cari informasi soal orang yang dekat dengan laki-laki itu."
"Hati-hati dalam bertindak. Jangan bertindak sembrono dan membahayakan dirimu."
"Iya, Pa."
"Kamu sama Tristan harus hati-hati dalam bertugas. Saling jaga, ingat Tristan itu calonnya Zahi," sambung Stella.
"Mama.." protes Zahira.
"Kamu tuh.. emangnya Tristan udah mau," celetuk Tamar.
"Aku yakin Tristan pasti mau. Kan anak kita cantik cetar membahana gini, masa dia ngga tertarik."
"Mama lupa mulut Kak Zahi kaya apa? Ditambah lagi orangnya senang banget maksa," timpal Razan yang langsung dilempar timun oleh Zahira.
"Mama dari pada jodohin aku sama Tristan. Mending Mama cariin jodoh buat Bang Adit. Jangan ngejar penjahat terus. Sekali-kali suruh ngejar cewek," Zahira melemparkan bola panas pada Kakaknya.
Sebuah sentilan diberikan oleh Aditya di kening Zahira. Pria itu segera mengakhiri sarapannya. Dia mencium punggung tangan Tamar dan Stella kemudian segera meninggalkan ruang makan. Dia tidak memberi kesempatan bicara pada Stella ketika melihat wanita itu sudah membuka mulutnya.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam. Tuh anak main kabur aja," omel Stella.
Zahira hanya terkekeh saja melihat wajah jengkel Mamanya. Setidaknya dia sudah berhasil mengalihkan pikiran sang Mama dari dirinya. Walau sebenarnya di dalam hati Zahira sudah ada ketertarikan pada Tristan, namun gadis itu berharap hubungannya dengan Tristan berjalan secara alami. Dia mau Tristan menerimanya karena memang pria itu menyukainya, bukan karena paksaan sang Mama apalagi karena segan pada Papanya.
***
Ketika Aditya baru saja sampai di kantornya, telepon dari Sean masuk. Aditya bertahan di dalam mobilnya untuk menjawab panggilan.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam. Gue kirimin foto sama alamat orang tua angkat Gading. Orang tua kandung Gading masih hidup. Tapi Bapak angkat Gading dilaporkan hilang kira-kira satu setengah tahun yang lalu."
"Umur Bapak angkatnya Gading berapa tahun?"
"64 tahun."
"Oke, thanks."
Panggilan antara Aditya dan Sean segera berakhir. Aditya memeriksa foto yang dikirimkan oleh Sean. Dia hanya melihat foto Bapak angkat Gading saja. Karena pria itu cocok dengan informasi yang diberikan dokter Akmal.
"Aang," panggil Aditya dan jin bocil itu langsung muncul. Dia duduk di kursi penumpang sebelah pengemudi.
"Kamu cari tahu informasi soal orang ini," Aditya menunjukkan foto Bapak angkat Gading yang bernama Helmi.
"Informasi apa?"
"Semua tentang dia. Dia menghilang satu setengah tahun yang lalu. Siapa tahu teman kamu ada yang lihat dia. Pokoknya cari tahu soal dia. Rumahnya di Jakarta. Nanti kamu ikut aku aja dulu. Aku sama Tristan mau mengunjungi rumahnya."
"Oke."
"Kamu hafalin wajahnya."
"Sudah hafal. Ini kan?"
Aang langsung berubah wujud menjadi Helmi. Aditya mengangkat jempolnya. Pria itu kemudian keluar dari mobil diikuti oleh Aang.
Begitu tim satu sudah berkumpul, Tomi langsung menginstruksikan apa yang harus dilakukan. Mereka harus mengunjungi daftar orang hilang dengan kriteria umur 60 sampai 65 tahun dan hilang sejak dua tahun lalu. Mereka ditugaskan secara berpasangan. Seperti biasa Aditya dipasangkan dengan Tristan.
"Kita ke Jakarta sekarang," bisik Aditya ke telinga Tristan.
***
Siapa sih pembunuhnya?🤔