800 setelah perang nuklir dahsyat yang melibatkan Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok, dunia telah berubah menjadi bayangan suram dari masa lalunya. Peradaban runtuh, teknologi menjadi mitos yang terlupakan, dan umat manusia kembali ke era primitif di mana kekerasan dan kelangkaan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Di tengah reruntuhan ini, legenda tentang The Mockingbird menyebar seperti bisikan di antara para penyintas. Simbol harapan ini diyakini menyimpan rahasia untuk membangun kembali dunia, namun tak seorang pun tahu apakah legenda itu nyata. Athena, seorang wanita muda yang keras hati dan yatim piatu, menemukan dirinya berada di tengah takdir besar ini. Membawa warisan rahasia dari dunia lama yang tersimpan dalam dirinya, Athena memulai perjalanan berbahaya untuk mengungkap kebenaran di balik simbol legendaris itu.
Dalam perjalanan ini, Athena bergabung dengan kelompok pejuang yang memiliki latar belakang & keyakinan berbeda, menghadapi ancaman mematikan dari sisa-s
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21: Genosida di Pulau Mistik
lPulau Mistik adalah tempat yang selalu diliputi misteri. Terletak jauh dari daratan utama, pulau itu tersembunyi oleh kabut tebal dan dikelilingi oleh laut yang ganas. Konon, pulau ini adalah rumah bagi sisa-sisa ilmu pengetahuan dari peradaban sebelum Perang Nuklir. Para ilmuwan, peneliti, dan pemikir terbaik dari berbagai wilayah berkumpul di sana untuk mengungkap rahasia masa lalu dan mencari jalan menuju kebangkitan dunia yang lebih baik.
Namun, para pemimpin Atlantis memandang Pulau Mistik dengan kebencian. Mereka tahu bahwa ilmu pengetahuan adalah ancaman terbesar bagi kekuasaan mereka. Rahasia masa lalu yang tersembunyi di pulau itu dapat mengguncang fondasi tirani mereka.
Di ruang pertemuan megah di ibukota Atlantis, suara keras memenuhi udara. Para pemimpin militer dan ilmuwan pemerintah berdebat sengit.
“Pulau Mistik telah menjadi ancaman yang tidak bisa kita abaikan lagi!” seru Jenderal Varrus, pemimpin militer yang terkenal karena kekejamannya. “Jika para ilmuwan itu berhasil memulihkan teknologi kuno, kita akan kehilangan kendali atas koloni-koloni kita. Mereka harus dihancurkan.”
“Namun, Tuan,” salah satu penasihat sipil mencoba membantah, “Mereka hanya mencari kebenaran. Jika kita membiarkan mereka hidup, kita bisa menggunakan pengetahuan mereka untuk memperkuat Atlantis.”
Jenderal Varrus menatap tajam penasihat itu, membuatnya gemetar. “Atlantis tidak membutuhkan kebenaran,” katanya dingin. “Atlantis membutuhkan kekuasaan. Dan kekuasaan tidak memaafkan ancaman.”
Dengan keputusan bulat, pemerintah Atlantis memerintahkan operasi genosida. Armada militer dikerahkan menuju Pulau Mistik, membawa perintah sederhana: hapuskan semuanya.
Fajar menyingsing dengan damai di Pulau Mistik. Para ilmuwan sibuk di laboratorium mereka, mencatat temuan-temuan baru tentang reruntuhan kuno yang baru saja mereka gali. Salah satu temuan terbesar mereka adalah peta kuno yang menunjukkan lokasi "Generator Eden," sebuah teknologi yang diyakini mampu memulihkan lingkungan bumi yang rusak parah.
Di tengah suasana optimisme itu, seorang gadis kecil bernama Elora berlari di antara tenda-tenda, membawa sekeranjang bunga untuk diberikan kepada ibunya, seorang ahli biologi. Wajahnya berseri-seri ketika ia menemukan ibunya bekerja di laboratorium lapangan.
“Ibu, lihat! Aku menemukan bunga ini di tepi hutan!” serunya.
Sang ibu tersenyum dan memeluk Elora. “Indah sekali, sayang. Kau tahu? Bunga-bunga seperti ini adalah tanda bahwa bumi sedang mencoba untuk pulih.”
Namun, kedamaian itu tiba-tiba berubah menjadi mimpi buruk.
Di cakrawala, suara gemuruh mesin terdengar. Armada besar kapal perang Atlantis muncul dari balik kabut, bergerak cepat menuju pantai Pulau Mistik. Penduduk pulau mulai panik, berlari ke berbagai arah untuk mencari perlindungan.
“Kita diserang!” teriak salah satu penjaga, suaranya tenggelam oleh dentuman meriam pertama.
Ledakan mengguncang bumi, menghancurkan tenda-tenda dan laboratorium. Orang-orang berteriak, berlari untuk menyelamatkan diri, tetapi mereka tidak punya tempat untuk bersembunyi. Tentara Atlantis mendarat di pantai dengan senjata otomatis, menembaki siapa saja yang mereka temui.
Elora ditarik oleh ibunya, berlari menuju hutan. “Kita harus pergi sekarang!” kata ibunya dengan suara gemetar.
“Tapi ayah—” Elora mencoba berbicara, tetapi ibunya memotongnya. “Ayah akan menyusul kita. Sekarang kita harus aman dulu.”
Beberapa ilmuwan dan penjaga mencoba melawan. Mereka menggunakan alat-alat sederhana sebagai senjata, tetapi mereka tidak memiliki peluang melawan teknologi militer Atlantis. Jenderal Varrus sendiri memimpin pasukan dengan senyum sinis di wajahnya.
“Selesaikan mereka semua,” katanya dingin.
Di sebuah gua di tepi pulau, sekelompok ilmuwan berhasil menyembunyikan peta Generator Eden. Mereka berharap, suatu hari, seseorang akan menemukan peta itu dan melanjutkan misi mereka. Namun, sebelum mereka sempat melarikan diri, tentara Atlantis menemukannya.
“Tolong, jangan bunuh kami!” seorang ilmuwan memohon, tetapi jawabannya adalah suara tembakan.
Elora dan ibunya berhasil mencapai hutan, tetapi mereka terus dikejar oleh tentara Atlantis. Mereka berlari sekuat tenaga, tetapi suara langkah kaki mendekat semakin cepat.
“Bu, aku lelah,” kata Elora dengan air mata di matanya.
Ibunya berhenti, memeluk Elora erat-erat. “Kau harus kuat, sayang. Kau adalah harapan dunia ini.”
Sebelum Elora bisa bertanya apa maksud ibunya, tentara Atlantis muncul dari balik pepohonan. Ibunya berdiri, menghalangi mereka.
“Jangan sentuh anakku!” teriaknya.
“Pergi, Bu!” Elora berteriak, tapi ibunya tidak bergerak.
Salah satu tentara mengangkat senjatanya. Suara tembakan menggema di hutan, dan tubuh ibunya jatuh ke tanah. Elora menjerit, berlutut di samping tubuh ibunya yang tak bernyawa.
“Lari, anak kecil,” kata salah satu tentara dengan nada mengejek. “Kau tidak akan bertahan lama.”
Namun, sebelum mereka bisa menembaknya, suara keras dari balik pohon mengejutkan mereka. Ternyata Kaiden dan anjing-anjingnya telah tiba. Dengan panah dan belatinya, Kaiden menyerang tentara Atlantis, memberi Elora kesempatan untuk melarikan diri.
Ketika malam tiba, Pulau Mistik telah menjadi lautan api. Ratusan ilmuwan, peneliti, dan warga sipil tewas dalam serangan itu. Beberapa berhasil melarikan diri, tetapi jumlah mereka terlalu sedikit untuk membuat perbedaan.
Di pantai, Jenderal Varrus berdiri di samping salah satu kapalnya, memandangi kehancuran yang telah ia sebabkan. Di tangannya, ia memegang selembar peta yang diambil dari gua.
“Ini akan menjadi masalah jika ditemukan oleh pemberontak,” katanya sambil merobek peta itu menjadi beberapa bagian dan membuangnya ke laut.
Di tengah reruntuhan hutan, Elora bersembunyi di dalam gua kecil, menggenggam kalung ibunya yang ia temukan di tubuhnya. Air mata mengalir di wajahnya yang kotor, tetapi di dalam hatinya, ia merasakan sesuatu yang baru—amarah.
Kaiden mendekati Elora, menunduk di hadapannya. “Kau adalah salah satu yang selamat,” katanya pelan. “Dan itu berarti kau punya tujuan.”
Elora tidak mengatakan apa-apa, tetapi dalam matanya, ada kilatan harapan yang bercampur dengan kesedihan. Ia tahu bahwa ibunya telah mati untuk melindunginya, dan sekarang ia harus melanjutkan apa yang telah ibunya mulai.
Dari dalam kegelapan, lahirlah api baru yang siap menyala.