DASAR MANDUL!
6 tahun sudah, Hanabi Lyxia harus mendengarkan kalimat tak menyenangkan itu dikarenakan ia belum bisa memberikan keturunan.
Kalimat sumbang sudah menjadi makanannya sehari-hari. Meskipun begitu, Hana merasa beruntung karena ia memiliki suami yang selalu dapat menenangkan hatinya. Setia, lembut bertutur kata dan siap membela saat ia di bully mertuanya.
Namun, siapa sangka? Ombak besar tiba-tiba menerjang biduk rumah tangga nya. Membuat Hana harus melewati seluruh tekanan dengan air mata.
Hana berusaha bangkit untuk mengembalikan harga dirinya yang kerap dikatai mandul.
Dapatkah wanita itu membuktikan bahwa ia bukanlah seorang wanita mandul?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ATM21
BRAK!
KRAKK!
BRAKKK!
Suara reruntuhan bangunan minimalis dan benda-benda yang ada di dalamnya terdengar riuh menggelegar. Membuat tubuh sang pemilik bergetar.
Meskipun sudah menyiapkan mental untuk pilihan yang ia ambil, tetap saja dada Hana nyeri kala menatap rumah yang ia bangun dengan susah payah menggunakan uang hasil keringatnya sendiri, kini tersisa puing-puing nya saja. Air bening menggenang sudah di pelupuk mata wanita itu.
Sang sahabat yang sejak tadi setia mendampingi, mengusap lembut punggung Hana. "Ayo kita ke mobil, Han."
Wajah sembab yang berusaha tegar itu mengangguk lemah, mengikuti langkah kaki sang sahabat.
"Kita ke rumah David dulu ya, kita nungguin mereka berdua di sana aja," saran Monica.
Sekali lagi, Hana mengangguk. Pundak yang tadinya layu, kini berubah tegap. Hana berusaha semaksimal mungkin menguatkan hati.
'Ayo Hanabi! You can do it!' jerit Hana di dalam hati.
Sementara itu, di bawah pohon mangga tak jauh dari rumah yang baru saja dihancurkan, Jumiah berteriak bagai orang kesurupan.
"Tidaaaaak! Rumah ku! Rumah kuuuu ...!" jerit Jumiah sambil meremas kuat rambutnya.
Air bening membasahi wajah Jumiah. Tak hentinya wanita itu menangis histeris ketika melihat rumah sang menantu yang sempat ingin ia kuasai, hancur rata menjadi tanah.
Tubuh wanita baya itu terhuyung-huyung, bersama angan-angan nya yang lenyap sudah.
"Dinar! Uang kita, Dinar!" Jumiah kembali menjerit dengan napas yang megap-megap.
Dinar menatap nanar sang ibu, wanita pemilik mata hitam pekat itu memapah Jumiah ke rumah salah satu tetangga.
"Yang sabar ya, Jeng Jumi. -- Duh, saya benar-benar gak nyangka Hana bisa senekat itu." Yuli menyodorkan sebotol air mineral untuk Jumiah, yang lekas disambar Dinar.
Tutup botol lekas Dinar buka dan lekas pula ia menyodorkan minuman tersebut pada sang ibu.
Jumiah meneguk perlahan-lahan, tangannya gemetaran. Ia masih shock.
"Hana itu memang gak tau diri, Bu Yuli. Padahal, Ibu saya sudah memperlakukan dia layaknya anak sendiri. Tapi, ya tetap saja, wanita sombong nan belagu itu bagai kacang yang lupa kulit. Dari dulu saya bertanya-tanya, kenapa keluarganya sendiri gak pernah suka sama dia. Sekarang terjawab sudah, siapa juga yang bakal suka sama perempuan sombong berhati busuk seperti itu?" timpal Dinar angkuh.
"Iya ya ... Hana kan juga gak akur sama keluarganya sendiri. Kebayang gak sih, sebanyak apa orang tua si mandul itu tersakiti? Duh, kasian banget!" Yuli ikut duduk di samping Jumiah.
"Issh jangan di tanya, orang tuanya si mandul itu udah banyak makan hati. Hana itu pelit banget loh, Bu Yuli. Orang tuanya gak pernah dinafkahin, untung ada adiknya yang sekarang rela banting tulang demi keluarga. Saya aja sebagai iparnya, gak pernah tuh di beliin apapun. Cuma pas ulang tahun aja tuh saya di kasih kado mukena sama si mandul, sok alim banget kan? Sedangkan si Mayang? Dia beliin saya gelang loh buat kado, keren banget kan? Beda jauh deh dua kakak adik itu." Dinar membanding-bandingkan.
"Mungkin karena bukan adik kakak kandung kali ya, makanya beda jauh begitu," nyinyir Mpok Yati.
"Memang udah watak kali ah," sinis Nola.
"Embeeeer," nyinyir Dinar.
Dinar beserta tiga orang tetangga Hana, begitu semangat bergunjing. Sedangkan Jumiah, wanita baya itu tak sanggup lagi berkata-kata. Dari pada ikut bergunjing, dia lebih memilih menyimpan tenaga untuk merengek pada sang putra yang kemungkinan dua jam lagi akan segera tiba.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, Damar pulang lebih awal dari yang Jumiah kira. Dengan kedua kaki yang bergetar, ia menghampiri sang putra yang terlihat sangat bingung. Dinar pun menyusul di belakang sang ibu.
"Damaaaar," ada getar di nada suara Jumiah.
"Bu ... ada apa ini, Bu? Kenapa rumah ku jadi begini?" wajah Damar begitu tegang.
"Iya, kok hancur begini, Bu? Apa kita lagi beruntung dapat kuota bedah rumah?" kening Tuti berkerut dalam.
Dinar menghela napas kasar mendengar kalimat yang dilontarkan Tuti. "Kamu ini tolol atau apa sih, Tut?"
Wajah Tuti menunduk dan berubah masam.
"Ada apa sih, Mbak Dinar? Ini kenapa? Tolong jelasin ke aku!" tanya Damar hilang kesabaran.
"Ini semua ulah si mandul itu, Damar!"
Pria berkemeja hitam itu tersentak. "U-ulah Hana?! Yang bener kamu, Mbak?!"
"Benar, kita semua saksi di sini!" salah satu tetangga yang ikut menyimak pembicaraan itu, ikut menyahut.
"T-tapi kenapa? Gak mungkin Hana tiba-tiba begini, Mbak. Apa kalian mengusik Hana?"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Drrt!
Drrtt!
"Mon, HP lo geter ini ...!" teriak David yang tengah bersandar di kursi ruangan makan.
"Angkat aja ...!" Monica balas berteriak. Wanita itu tengah fokus memotong cabai di dapur.
"SMS ini ...!" David kembali berteriak.
Monica memutar malas bola matanya.
"Baca aja, lo kan tau pasword nya!"
Suasana mendadak hening, tak lama, terdengar suara cekikikan dari ruangan makan.
"Siapa yang SMS?!" tanya Monica dari dapur.
Suara cekikikan dari David, Gavriil dan Hana terdengar bersahut-sahutan.
"Bapak lo, Mon!"
"Bilang apaan beliau?!"
David kembali cekikian.
"Beliau bilang. Monica, gak usah takut dan jangan kepikiran tentang Bapak ya, Nak. Bapak gak akan pernah menikah lagi sampai kapan pun, walapun Dewi Persik ngajak Bapak nikah. Karena niat Bapak hanya ingin berusaha membahagiakan anak Bapak, yaitu, Monica Laura."
Terdengar langkah kaki tergesa-gesa dari arah dapur, Monica nongol dengan wajah yang merah padam.
"Siniin!" Monica merampas ponselnya sambil menahan malu.
"Tega banget bapak lo, Mon. Dewi Persik gak tau apa-apa tiba-tiba kena tolak, Njir!" David tergelak.
"Dewi Persik pun ditolak sebelum memulai." Hana tak mampu menahan tawa.
"Hebat kan bapak gue, demi gue gitu loh." Monica menahan tawa.
"Tapi, kalau Ariel Tatum yang ngajak nikah ... kamu tinggal di panti aja ya, Nak," celetuk Gavriil.
"JAHAT BANGET, HA ... HA ...!" tawa Monica akhirnya pecah.
Semua yang ada di ruangan itu pun terbahak-bahak.
Drrt!
Drrttt!
Di tengah riuhnya suara tawa, satu ponsel kembali bergetar, kali ini milik Hana.
Sang pemilik ponsel tampak ragu-ragu menerima panggilan masuk. Nama Damar tertera di layar benda pipih itu.
"Siapa, Han?" tanya Monica, karena Hana tak kunjung menerima panggilan tersebut.
"Damar, Mon." Jawaban Hana membuat suasana seketika hening.
Ragu-ragu, akhirnya telunjuk Hana menggeser ikon hijau di ponselnya.
"KAMU DI MANA, HANA?!" Suara Damar terdengar menggelegar diujung telepon.
Hana membisu, bibirnya terasa kaku.
"JAWAB, KAMU DI MANA?!" tanya Damar sekali lagi.
Nafas Damar kian terdengar di ujung sana. Pria itu tengah berusaha menekan emosinya.
"Hana Sayang, kamu di mana?" tanya Damar lagi, kali ini dengan suara lembut.
"Di rumah teman ku," jawab Hana.
"Kenapa kamu berbuat seperti itu, Sayang? Kenapa kamu menghancurkan rumah kita? -- Kamu pulang sekarang ya, ke rumah Mbak Dinar. Mas tunggu di sini, kita bicarakan baik-baik di rumah ya," bujuk Damar.
"Jangan bawa wanita mandul itu kemari! Aku tak sudi menampungnya di rumah ini!" hardik Dinar terdengar jelas di ujung telepon.
Hana menghela napas panjang, ponsel nya digenggam erat.
"Bilang sama Mbak mu, Mas. Aku juga gak sudi menginjak rumah yang di huni oleh iblis mandul seperti dia!"
"Apa kau bilang?! Aku iblis mandul?! Kau benar-benar kurang ajar ya, Hana!" jerit Dinar setelah merampas ponsel Damar yang ternyata di loudspeaker.
Hana terkekeh ketika satu ikan terpancing. "Mengata-ngatai orang lain mandul semangat banget, giliran diri sendiri mendapatkan kalimat yang sama? Gak terima. Kocak!" ejek Hana.
"K-kau!"
"Mbak, sudah Mbak! Jangan ikut campur lagi urusan rumah tangga ku!" Damar merampas ponsel dari tangan Dinar. "Hallo, Sayang. Kamu sekarang ada di mana? Biar Mas jemput."
"Gak perlu, Mas. Mulai hari ini, kita pisah rumah. Aku gak sudi jika ada keluarga mu lagi dalam pernikahan kita."
Damar meremas rambutnya. "Sayang, jangan gini dong. Kamu kan tau kalau penghasilan Mas itu gak besar. Berapa lah penghasilan dari artis figuran, Yank? Kalau kamu minta pisah rumah begini, pengeluaran akan semakin bertambah. Belum lagi gara-gara kamu jual mobil kita, sekarang Mas harus pulang pergi naik taksi online. Belum biaya makan kamu, biaya makan Tuti. Belum lagi-"
"Makanya, kalau miskin jangan gaya-gayaan nikah lagi, Mas!"
"Astagfirullah, jaga bicara kamu, Hana!" bentak Damar. "Kamu tau kan kenapa Mas nikah lagi? Karena kamu gak bisa memberikan Mas keturunan!"
"KARENA KAMU PRIA MURAHAN YANG GAK CUKUP SATU SELANGKANGAN!" suara Hana menggelegar.
Di ujung telepon, Damar mematung.
"ITU FAKTANYA! JADI JANGAN BAWA-BAWA RAHIM KU YANG SUDAH TERBUKTI TAK BERMASALAH." Timpal Hana dengan suara yang semakin memekakkan gendang telinga.
"Padahal, kau tau tentang kesehatan rahim ku, Mas. Sebulan yang lalu kita baru saja memeriksa kesehatan kita berdua. Tapi, setega itu kau mengatakan aku mandul, Mas?"
Damar meneguk kasar ludahnya. "Sayang, kamu ada di mana? Biar Mas jemput sekarang. Masalah seperti ini gak bisa dibicarakan hanya melalui telfon."
"Aku? Aku sedang bersama teman-teman pria." Hana tersenyum licik, ia tau benar Damar sangat benci jika Hana berteman dengan pria.
Hana menyodorkan ponsel nya ke bibir David.
"Halloooo~" David menyapa, mengikuti permainan Hana dengan senang hati.
Sesuai harapan, di ujung telfon, Damar mengetatkan rahangnya.
"Kamu di mana, Hanabi Lyxia?!" suara Damar terdengar dingin.
Hana enggan menjawab, ujung bibirnya terangkat satu.
"Jangan memancing ku, Hana. Kau pikir, pria yang sedang bersamamu itu, sudi menerima wanita yang tidak bisa menghasilkan keturunan?!" sinis Damar dengan gaya bicara formal.
"Seharusnya kau bersyukur, Hana. Aku masih sudi menerima kekurangan mu. Meskipun kau mandul, aku tidak menceraikan mu! Tapi, sekarang, kau mulai bertingkah?!" timpal Damar gusar.
"Terimakasih karena sudah menerima kekurangan ku dengan cara menikah lagi, DAMAR," satir Hana.
"Panggil aku MAS!" perintah Damar tak senang.
"MAS? MASBULO~ Dengar Damar, kau tidak perlu repot-repot lagi mencari ku ataupun menafkahi aku. Aku tidak lagi membutuhkan hal itu. Sekarang kau silahkan fokus pada istri baru mu dan juga CALON ANAK MU, karena aku juga akan fokus untuk segera menggugat cerai dirimu!"
*
*
*
Hallo Readers ♡
Maaf ya semalam Author gak update, semalam Noveltoon gangguan hehehe 🙃
Jangan lupa tinggalkan jejak like, komentar dan juga permintaan updatenya ya 🥰
lanjut kak..
semngat...
semoga lekas sehat...
kbiasaan nih c kk....gntung2 trs...
bkin pnsirin aja.....