Aldo, seorang mahasiswa pendiam yang sedang berjuang menyelesaikan skripsinya, tiba-tiba terjebak dalam taruhan gila bersama teman-temannya: dalam waktu sebulan, ia harus berhasil mendekati Alia, gadis paling populer di kampus.
Namun, segalanya berubah ketika Alia tanpa sengaja mendengar tentang taruhan itu. Merasa tertantang, Alia mendekati Aldo dan menawarkan kesempatan untuk membuktikan keseriusannya. Melalui proyek sosial kampus yang mereka kerjakan bersama, hubungan mereka perlahan tumbuh, meski ada tekanan dari skripsi yang semakin mendekati tenggat waktu.
Ketika hubungan mereka mulai mendalam, rahasia tentang taruhan terbongkar, membuat Alia merasa dikhianati. Hati Aldo hancur, dan di tengah kesibukan skripsi, ia harus berjuang keras untuk mendapatkan kembali kepercayaan Alia. Dengan perjuangan, permintaan maaf, dan tindakan besar di hari presentasi skripsi Alia, Aldo berusaha membuktikan bahwa perasaannya jauh lebih besar daripada sekadar taruhan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orionesia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyusun Rencana
Keesokan harinya, suasana kampus terasa seperti biasanya. Mahasiswa berlalu-lalang dengan kesibukan masing-masing, namun bagi Alia, semuanya terasa berbeda. Ia berusaha bersikap normal, tapi pikirannya terus berputar, mengingat percakapan singkat dengan Rio semalam. Perasaan curiganya belum hilang, bahkan semakin kuat setelah pencarian informasi yang ia lakukan. Rio tampak sangat meyakinkan sebagai pria yang baik, tapi ada sesuatu yang mengganjal, seperti ada sisi lain darinya yang belum Alia ketahui.
Sepanjang pagi, Alia tidak bisa berhenti berpikir tentang Aldo. Apakah Aldo benar tentang Rio? Alia menyesal tidak mendengarkannya lebih awal, tetapi sekarang ia tahu bahwa dia harus mencari kebenaran sendiri. Ia memutuskan untuk menemui Aldo dan mendiskusikan apa yang sebaiknya dilakukan. Ini bukan saatnya untuk keras kepala—ada terlalu banyak yang dipertaruhkan.
Setelah kelas berakhir, Alia segera mengirim pesan singkat kepada Aldo.
Alia: Kita perlu bicara. Aku butuh bantuanmu. Bisa ketemu nanti?
Tak butuh waktu lama bagi Aldo untuk membalas.
Aldo: Tentu. Jam berapa dan di mana?
Alia: Kafe dekat perpustakaan, jam 5 sore. Sampai ketemu.
Alia memasukkan ponselnya ke dalam tas dan bergegas menuju perpustakaan. Meski ia tahu ini berisiko, dia merasa ini satu-satunya cara untuk mendapatkan kejelasan. Ia harus tahu apa yang sedang terjadi dengan Rio.
Pukul lima tepat, Alia tiba di kafe yang mereka sepakati. Tempat itu tidak terlalu ramai, suasana tenang seperti biasanya. Aldo sudah duduk di meja di dekat jendela, menunggunya dengan tatapan serius. Begitu Alia duduk, Aldo langsung tahu bahwa kali ini Alia tidak datang hanya untuk berbasa-basi.
“Apa yang terjadi, Alia?” tanya Aldo tanpa basa-basi. Dia bisa merasakan bahwa Alia sedang menghadapi sesuatu yang berat.
Alia menghela napas panjang sebelum memulai. “Aku nggak bisa berhenti mikirin Rio setelah apa yang terjadi kemarin. Dan setelah ngobrol sama dia, aku mulai merasa ada sesuatu yang salah. Ada yang nggak beres, Do. Aku… aku takut aku selama ini salah tentang dia.”
Aldo menatapnya lekat-lekat, mencoba memahami kegelisahan yang jelas tergambar di wajah Alia. “Kamu mulai meragukannya?”
“Bukan cuma ragu,” kata Alia pelan, “aku mulai curiga. Aku mencari informasi tentang proyek-proyek yang pernah dia ceritain, tapi semuanya nggak ada jejaknya. Seperti proyek-proyek itu nggak pernah ada. Aku juga teringat beberapa percakapan kami tentang ‘partner bisnis’ yang sering dia sebutkan. Tapi aku nggak pernah benar-benar tahu siapa mereka.”
Aldo menanggapi dengan penuh perhatian. Dia tahu bahwa ini adalah momen penting. “Kamu mulai menghubungkan titik-titiknya,” katanya. “Apa yang kamu temukan sejauh ini?”
Alia menggelengkan kepala. “Nggak banyak, tapi cukup untuk membuatku merasa bahwa ada yang harus aku ketahui. Aku nggak tahu apa niat Rio sebenarnya, tapi aku nggak bisa membiarkan ini terus berlanjut tanpa mencari tahu lebih jauh.”
Aldo menatap Alia dengan campuran kelegaan dan kekhawatiran. Kelegaan karena akhirnya Alia mulai membuka matanya terhadap Rio, namun juga kekhawatiran karena ia tahu bahwa jika Rio merasa terancam, dia bisa melakukan hal-hal yang tidak terduga.
“Kita harus hati-hati,” Aldo memperingatkan. “Rio bukan orang yang bisa kita hadapi begitu saja. Aku sudah dapat beberapa informasi dari Nisa yang bisa membantu kita, tapi kita perlu lebih banyak bukti. Jika kamu menghadapi Rio sekarang, tanpa bukti kuat, dia mungkin bisa memutar balikkan semuanya.”
“Apa yang harus kita lakukan?” Alia bertanya, suaranya pelan. Dia tidak bisa membayangkan betapa sulitnya menghadapi kenyataan bahwa pria yang ia percayai selama ini mungkin menyembunyikan sesuatu yang gelap.
Aldo berpikir sejenak, lalu berkata, “Kita harus mengumpulkan lebih banyak bukti. Nisa punya kontak yang bisa membantu, dan dia sudah mulai mengumpulkan informasi tentang orang-orang di sekitar Rio. Aku juga bisa menyelidiki lebih lanjut tentang aktivitas Rio yang mencurigakan.”
Alia mengangguk, meski ia tahu ini tidak akan mudah. “Berapa lama ini akan memakan waktu?”
“Tidak bisa dipastikan,” jawab Aldo jujur. “Tapi kita harus bertindak cepat sebelum Rio menyadari bahwa kita tahu sesuatu. Jika dia merasa terancam, dia mungkin akan melakukan sesuatu yang lebih buruk.”
Alia menggigit bibirnya, mencoba menenangkan diri. “Aku nggak mau ada yang terluka, Aldo. Aku hanya ingin tahu kebenarannya.”
Aldo meraih tangan Alia, memberikan sedikit penguatan. “Aku juga. Kita akan cari tahu kebenarannya, tapi kita harus bersabar dan cermat.”
Tiba-tiba, pintu kafe terbuka, dan seorang pria masuk, mengenakan jaket kulit dan kacamata hitam. Dia langsung berjalan menuju meja Aldo dan Alia, membuat keduanya menatap dengan kaget. Pria itu tanpa basa-basi langsung duduk di sebelah Aldo dan menatap keduanya dengan tajam.
“Nama gue Dito. Nisa yang ngirim gue ke sini,” katanya singkat, tanpa banyak pengantar. “Gue punya informasi penting tentang Rio. Lo berdua siap buat dengerin?”
Aldo dan Alia saling berpandangan sejenak, sebelum akhirnya Alia mengangguk. “Kami siap.”
Dito mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan beberapa foto serta rekaman video. “Ini dia Rio, ketemu sama orang-orang yang udah lama kita curigai terlibat dalam bisnis ilegal. Gue udah ngikutin dia beberapa minggu terakhir, dan ini adalah salah satu pertemuan mereka. Gue yakin ada lebih banyak lagi, tapi ini bukti awal yang kita punya.”
Alia menatap layar dengan ngeri. Dalam video tersebut, terlihat jelas bahwa Rio sedang bertemu dengan seorang pria yang tampak berpengaruh, dan pembicaraan mereka, meski tidak sepenuhnya jelas, menunjukkan bahwa ada kesepakatan gelap yang sedang dibicarakan.
Aldo menatap Alia dengan tatapan khawatir. “Alia, ini bukti kuat. Kita harus bertindak, tapi kita harus hati-hati.”
Alia hanya bisa mengangguk, perasaannya campur aduk antara marah, sedih, dan takut. Dia tidak pernah menyangka Rio terlibat dalam hal seperti ini.
“Kita akan terus ngumpulin lebih banyak bukti,” lanjut Dito, “tapi lo harus siap buat apa pun yang bakal terjadi. Kalau Rio tau kita udah tau, dia nggak bakal tinggal diam.”
“Gue ngerti,” jawab Alia, suaranya bergetar. “Tapi gue nggak bisa tinggal diam juga. Gue harus tahu kebenaran, dan gue harus berhenti percaya sama kebohongan.”
Dito mengangguk. “Oke. Gue akan terus ngasih info ke lo berdua. Pastikan lo nggak bertindak gegabah.”
Ketika Dito pergi, meninggalkan Aldo dan Alia sendirian lagi, suasana di antara mereka terasa semakin tegang. Mereka tahu bahwa ini baru permulaan, dan ada banyak hal yang masih harus dihadapi. Tapi setidaknya, sekarang mereka punya tujuan yang jelas—membongkar kebenaran tentang Rio.
“Alia, lo siap?” tanya Aldo dengan lembut.
Alia menatapnya, dan meskipun hatinya masih kacau, dia mengangguk dengan mantap. “Aku siap, Aldo. Apapun yang terjadi, aku siap buat menghadapi ini.”
Namun, sebelum mereka bisa melanjutkan rencana mereka, ponsel Alia tiba-tiba berdering. Nama Rio muncul di layar, membuat darahnya berdesir. Alia menatap Aldo dengan panik.
“Rio telepon,” katanya, suaranya hampir berbisik. “Apa yang harus aku lakukan?”
Aldo menatap ponsel itu dengan serius, tahu bahwa ini bisa menjadi momen penting yang menentukan langkah mereka berikutnya.
“Jawab,” kata Aldo perlahan. “Tapi hati-hati, Alia. Kita belum bisa menunjukkan bahwa kita tahu apa yang sedang terjadi.”
Dengan tangan gemetar, Alia menggeser layar dan menjawab panggilan itu.
“Alia, gue baru aja denger sesuatu yang bikin gue khawatir,” suara Rio terdengar di ujung sana, tajam namun berusaha terdengar tenang. “Kita harus bicara. Sekarang.”
Detik-detik yang berlalu terasa begitu lambat bagi Alia. Ia tahu bahwa sesuatu yang besar akan segera terjadi, sesuatu yang bisa mengubah segalanya.