Demi menyekolahkan dang adik ke jenjang yang lebih tinggi, Cahaya rela merantau ke kota menjadi pembantu sekaligus pengasuh untuk seorang anak kecil yang memiliki luka batin. Untuk menaklukkan anak kecil yang keras kepala sekaligus nakal, Cahaya harus ekstra sabar dan memutar otak untuk mendapatkan hatinya.
Namun, siapa sangka. Sang majikan menaruh hati padanya, akan tetapi tidak mudah bagi mereka berdua bila ingin bersatu, ada tembok penghalang yang tinggi dan juga jalanan terjal serta berliku yang harus mereka lewati.
akankah majikannya berhasil mewujudkan cintanya dan membangunnya? ataukah pupus karena begitu besar rintangannya? simak yuk, guys ceritanya... !
Happy reading 🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sembuh
Bima di bangunkan oleh Cahaya, sudah waktunya meminum obat dan perutnya juga kosong karena sebelumnya hanya masuk nasi sedikit.
Sagara menyaksikan bagaimana perlakuan Cahaya kepada Bima, dia teringat dengan almarhumah istrinya dulu yang selalu telaten dan sigap mengurus anaknya.
*
*
Satu minggu kemudian.
Bima sudah mulai kembali beraktifitas seperti biasanya, sudah lama juga ia tidak masuk sekolah karena sakit. Di pagi yang cerah, Cahaya sudah sibuk membuatkan bekal makan siang untuk Bima sekaligus sarapannya, aura Bima lebih segar dan juga sudah mulai banyak bicara. Sedikit demi sedikit Cahaya menerapkan pembelajaran agar Bima bisa merubah sikapnya, ia mengajari sopan santun dan masih banyak yang lainnya.
Sagara pun sudah siap dengan seragam kantornya, dia turun dari lantai atas dengan wajah yang sangat dingin, ada lingkaran mata panda di area bawah matanya. Sepertinya banyak sekali pekerjaan yang membuatnya begadang.
"Mbak..! Suapi ya," Pinta Bima dengan wajah Berbinar.
Cahaya membulatkan jarinya membentuk huruf O, dia meminta izin kepada Sagara untuk duduk menemani majikan kecilnya yang minta di suapi, Sagara memberi izin Cahaya dan mengingatkannya agar tidak perlu meminta izin selama Bima yang meminta.
Sarapan pagi sudah tersaji untuk Sagara, itu pun Cahaya yang menyiapkan semuanya karena Lela sedang tidak enak badan, tugas bersih-bersih rumah pun Cahaya di bantu pembantu yang satunya.
Cahaya tidak tahu apa yang Sagara sukai, akan tetapi dia hanya menyajikan nasi goreng udang saja sesuai apa yang di katakan Lela. Awalnya Sagara ragu menatap nasi goreng yang terlihat pucat, hanya beberapa butir udang saja yang menambah warna di piringnya.
"Di makan saja, Tuan. Tenang saja, saya gak naruh racun kok. Kalau mau menu yang lain, biar saya ganti." Ucap Cahaya pada Sagara yang langsung menatap kearahnya, entah dorongan darimana Cahaya berani berbicara seperti itu.
Wanita adalah manusia perasa, butuh effort untuk membuat nasi goreng udang yang tidak pernah Cahaya buat sebelumnya. Kalaupun ada nasi sisa saat masih di kampung, paling Cahaya hanya masak menggunakan bawang merah, bawang putih, cabe rawit hijau, oseng pakai bumbu garam dan micin pun sudah lezat menurutnya.
Walau ragu, Sagara menyuapkan nasi goreng ke mulutnya. Sejenak ia terdiam demi menikmati rasanya.
"Tidak buruk." Ucap Sagara.
Ada sedikit rasa lega di hati Cahaya, setidaknya masakannya masih bisa di makan dan tidak terbuang sia-sia.
Sagara dan Bima pun sarapan dalam diam, mereka tidak saling berbicara, hanya fokus pada makanannya masing-masing. Usai sarapan, Sagara bangkit dari duduknya seperti biasanya mengusap kepala Bima kemudian berlalu dari hadapan putranya.
"Papa berangkat duluan." Ucap Sagara.
"Iya," Balas Bima.
'Monoton sekali, terpantau Duda satu ini gengsinya gede' Batin Cahaya.
Saat Sagara hendak melangkahkan kakinya kembali, tubuhnya berhenti dan berbalik memanggil Cahaya.
"Oh iya, kamu saya tugaskan menjadi pengasuh Bima. Untuk sementara ini, kamu bantu Bi Nur walau cuma masak saja sampai Lela sembuh." Ucap Sagara.
"Baik Tuan, saya mengerti." Jawab Cahaya.
"Tugas kamu sekarang hanya antar Bima ke sekolah, tidak usah di tungguin dan kamu bisa menjemputnya nanti jam 10. Jan 11 tidur siang, jam 2 les bahasa, jam 6 belajar ngaji. Khusus hari sabtu les musik + Coding." Tutur Sagara lagi.
Cahaya menganggukkkan kepalanya, dia harus mengingat apa saja yang harus diingatnya untuk jadwal rutinitas Bima. Setelah mengatakan itu, Sagara melenggang pergi begitu saja.
Beberapa saat kemudian, Cahaya membereskan bekas makan di meja makannya dan mulai bersiap mengantar Bima ke sekolahnya.
*
*
Jarak yang di tempuh menuju sekolah Bima hanya memerlukan 15 menit, kini Cahaya sudah berada di depan gerbang sekolah yang cukup tinggi. Betapa terkesimanya Cahaya melihat sekolah majikan kecilnya itu, luas, bersih dan juga rapih.
Cahaya mengantar Bima menuju pintu kelasnya, ia memberikan kotak bekalnya dan juga tasnya yang sudah ia siapkan. Bima menerima tas dan kotak bekalnya, dia melambaikan tangan pada Cahaya sebelum masuk ke dalam kelasnya. Ada beberapa ibu-ibu juga yang pernah bertemu dengan Cahaya, lebih tepatnya ibu-ibu yang susah menyebabkan anak asuhnya sakit kurang lebih selama satu minggu.
"Hellehhh, palingan besok udah ganti lagi yang nganternya, mana ada yang tahan sama si Bima sakti." Nyinyiran pun sudah mulai Cahaya dengar.
"Jadi penasaran juga, tuh si anak bandel anak siapa sih? Jangan-jangan hasil anak haram?"
"Bisa jadi sih, biasanya anak hasil kayak gitu kan berbeda dari anak normal ya,"
Semakin lama api gosipnya itu akan semakin memanas, bagaimana bisa anak sekecil Bima bertarung dengan mulut bebek yang senantiasa bersuara membuang sakit telinga.
"Kasihan juga ya anak-anak ibu semua, harus terlahir dari rahim ibu-ibu durjana. Semoga saja anak-anak kalian semua itu gak bernasib sama seperti Den Bima, bisa-bisa mereka masuk rumah sakit jiwa karena kena mental, uppsss.." Cahaya membalas ucapan gosip itu sambil pura-pura menutup mulutnya yang mengulas senyum.
"Ya gak bakalan lah, orang anak kita mah terdidik. Si Bima kan gak tahu asal usulnya, bisa aja dia mah anak yatim piatu yang diambil dari jalanan dan diadopsi saudagar kaya."
"Heh! Pembantu kucel, kumel dan bau kayak kamu ini, mending cepetan pergi deh dari sini..! Kamu tuh lebih cocoknya mulung tahu." Seorang ibu-ibu mengibaskan tangannya kearah Cahaya, dia menutup hidungnya merasa jijik melihat penampilan Cahaya.
"Saya juga gak mau pergi kok, ngapain saya disini sama soang kaya kalian?" Cahaya menatap sinis kearah ibu yang lainnya, kali ini dia tidak akan membalas ucapan mereka karena ada hal juga yang harus di lakukan di rumah majikannya.
Cahaya melenggang begitu saja, kali ini dia ingin melihat sejauh mana mereka bergosip. Untuk membalas ucapan-ucapan yang pastinya membuat bos kecilnya sakit hati, dia harus mencari kelemahan mereka seperti bagaimana ia menghadapi para penggosip di kampungnya.
.
.
Cahaya sudah kembali ke rumah, dia mulai membantu Bi Nur beres-beres rumah sebelum kembali menjemput Bima di sekolahnya. Cahaya juga membantu merawat Lela yang sedang sakit, tiba-tiba saja Sagara menelepon Bi Nur dan meminta Cahaya menyiapkan makanan karena di jam makan siang nanti Sagara akan pulang membawa temannya. Jujur saja, Cahaya bingung mau masak apa karena biasanya Lela yang menyiapkannya.
"Ceu, biasanya Tuan suka di masakin apa? Yaya teh bingung?" Tanya Cahaya pada Lela.
"Biasanya mah Tuan gak pilih-pilih makanan, Neng Cahaya." Sahut Bi Nur.
"Iya, kamu bikin tahu bejek aja dia mah bakalan di makan. Coba kamu bikin ayam goreng, sambal terasi, Cah kangkung, tahu, tempe, Cumi goreng tepung, uhhuukkk... Udah kayak gitu aja, paling juga yang datang Tuan Sagara, Tuan Matheo sama Tuan Aliando." Ucap Lela sambil mengusap dadanya yang terbatuk-batuk.
Cahaya pun menganggukkan kepalanya, Bi Nur mengacungkan jempolnya karena dia tidak bisa memasak, kalau bantu-bantu dia pasti bisa saja. Gegas Cahaya pergi ke dapur dan bertarung dengan alat masaknya, Bi Nur membantu memotong sayuran dan juga bahan masakan yang akan di masak Cahaya.
Kurang lebih satu jam, masakan sudah siap di sajikan diatas meja makan. Cahaya melihat jam di layar ponselnya, masih ada waktu sekitar satu jam lagi menjelang Bima pulang.
Kriiinggg.... Kriiingggg...
Suara telpon rumah berbunyi, Bi Nur langsung menjawab telponnya dan memanggil Cahaya.
"Neng Cahaya, ini ada telpon dari sekolah katanya...!" Panggil Bi Nur.
Cahaya pun menghampiri Bi Nur, ternyata salah satu guru Bima memberikan kabar yang membuat kedua bola mata Cahaya membulat sempurna. Sagara tidak bisa di hubungi karena mungkin ada meeting atau ada kepentingan yang lainnya, biasanya bila Sagara tak bisa di hubungi pastinya pihak sekolah menghubungi telpon rumah.
Cahaya segera mengganti pakaiannya. Selang bebebrapa menit, dia keluar dari kamar pembantu sambil berlarina menuju luar rumah memanggil supir yang biasa mengantarnya.
"PAK MARYONO, AYO CEPAT ANTAR KE SEKOLAH!" Teriak Cahaya sambil berlari.
Mohon maaf sebelumnya ya readers, kayaknya untuk beberapa hari ke depan author upnya dua hari sekali ya karena ada kepentingan yang gak bisa di tinggalkan. Tapi tenang aja, Author akan selalu mengusahakan yang terbaik buat kalian 🤗
kalau gara tau dia ditipu selama ini gimana rasanya ya. gara masih tulus mengingat relia , menyimpan namanya penuh kasih dihatinya, ngga tau aja dia 😄, dia sudah di tipu
relia sekeluarga relia bahagia dengan suami barunya.