Berry Aguelira adalah seorang wanita pembunuh bayaran yang sudah berumur 35 tahun.
Berry ingin pensiun dari pekerjaan gelap nya karena dia ingin menikmati sisa hidup nya untuk kegiatan normal. Seperti mencari kekasih dan menikah lalu hidup bahagia bersama anak-anak nya nanti.
Namun siapa sangka, keinginan sederhana nya itu harus hancur ketika musuh-musuh nya datang dan membunuh nya karena balas dendam.
Berry pun mati di tangan mereka tapi bukan nya mati dengan tenang. Wanita itu malah bertransmigrasi ke tubuh seorang anak SMA. Yang ternyata adalah seorang figuran dalam sebuah novel.
Berry pikir ini adalah kesempatan nya untuk menikmati hidup yang ia mau tapi sekali lagi ternyata dia salah. Tubuh figuran yang ia tempati ternyata memiliki banyak sekali masalah yang tidak dapat Berry bayangkan.
Apa yang harus dilakukan oleh seorang mantan pembunuh bayaran ditubuh seorang gadis SMA? Mampukah Berry menjalani hidup dengan baik atau malah menyerah??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hilnaarifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Ruby di bawa ke rumah sakit. Peralatan UKS kurang memadai dan mereka tidak berani melakukan penjahitan luka yang ada di kepala Ruby tanpa prosedur yang penuh.
Darrel menghubungi keluarga Ruby dan mereka membawa nya ke rumah sakit keluarga Bratajaya.
Untuk Karla, orang tua nya di panggil. Sekarang mereka juga sedang dalam perjalanan ke rumah sakit, di ikuti Karla yang di bawa oleh guru BK kesana.
Alice melihat keadaannya sudah di luar kendali, seharusnya tidak seperti ini kejadian nya.
Tidak tahu apa yang memicu tergantinya plot cerita. Dia tahu, Karla akan mencelakai Ruby tapi tidak sekarang.
Dan kejadian ini terjadi di rooftop sekolah semua murid melihat kalau Karla ingin menjatuhkan Ruby dari atas meski tetap
mendorong Ruby, gadis itu tidak celaka karena dia tertolong oleh Darrel.
Dan untuk ini, dia tidak tahu. Dalam cerita yang ia ingat tidak ada adegan Karla dan Ruby bertengkar di toilet hingga Ruby masuk rumah sakit.
Ini membuat nya bingung, apa yang harus dia lakukan sekarang?
Alice menatap Gama datar. "Aku mau keluar"Ucap gadis itu tidak senang.
Rencana ketika melihat Karla di bawa pergi oleh guru ke rumah sakit, dia ingin melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.
Namun, entah dari mana Gama datang dan menghentikannya.
"Lo tahu kan, ini masih jam pelajaran"Ucap pemuda itu dengan acuh, Alice berdiri
gelisah.
Dia tidak bisa lama-lama disini, "Ayo lah, aku mau lihat Karla. Kasihan dia"Ucap nya
mencoba bernegosiasi.
Gama menaikkan alis nya, "Kasihan apa? Dia sudah membuat seseorang terluka hingga masuk rumah sakit. Untuk apa orang seperti itu di kasihani"Balas Gama pedas.
"Kau tidak mengerti! Itu bukan salah nya ini tidak benar. Jadi, lebih baik kau biarkan aku keluar sekarang juga."
Alice menatap marah Gama. Berani sekali pemuda ini menghakimi Karla tanpa tahu apa yang terjadi sebenarnya.
Gama melihat gadis ini sudah kehilangan kesabaran nya. "Atau apa?"Tantang nya santai.
Alice menghela nafas, dia melirik sekeliling. Sekarang dia berada di dekat gerbang sekolah pasti pemuda ini akan menghentikannya jika dia tetap memaksa keluar.
"Kalau lo berpikir mau lompati tembok sekolah itu nggak akan berhasil. Gue tetap menghalangi nya"Lanjut Gama seakan tahu isi pikiran Alice. Yang mana membuat gadis itu mendengus sinis.
"Aku nggak punya waktu main-main sekarang, Gama. Karla butuh aku dan sekarang aku harus pergi kesana."
Alice terlihat begitu putus asa. Jangan sampai Karla di buang keluar negeri secepat ini, gadis itu tidak bersalah.
Keluarga Cole hanya berisi orang-orang gila, mana bisa gadis itu menghadapi nya sendiri.
Gama menatap lekat Alice, gadis itu tidak sadar, dia sibuk berjongkok di bawah dengan gelisah, Alice bahkan mengacak acak rambut nya. Dia sudah seperti orang hutan.
"Lo bisa pergi"Kata Gama menjeda ucapan nya, Alice segera menatap pemuda itu dengan semangat, dia berdiri di depan Gama.
"Benarkah?"Tanyanya senang.
Gama mengangguk. "Ya, asal gue ikut"Lanjut pemuda itu lagi datar. Senyum Alice menghilang, dia menatap kosong pada Gama.
"Emang harus banget ya?"Ujarnya lemah.
"Kalau Lo nggak mau, gapapa. Tapi, Lo nggak bisa pergi dari sini"Jawab pemuda itu dingin.
Dia ingin melangkah pergi kembali ke kelas, Alice yang melihat itu seketika panik. Dia pun menahan tangan Gama erat, pemuda itu berhenti dan menatap tangan Alice yang memeganginya.
"Oke... oke. Kau ikut tapi kita harus cepat. Bisa kan?"Tanya Alice ragu.
Gama mendengus, "Ikut gue"Katanya sambil berjalan menuju parkiran motor.
Alice pun hanya menuruti perkataan pemuda itu saja dengan tenang. Ngomong-ngomong, dia masih memegang tangan Gama.
***
Semua berdiri di depan pintu operasi, Mommy Ruby menangis dari tadi. Dia khawatir dengan kondisi anaknya terlebih ketika tiba di rumah sakit, dia melihat banyak darah di kepala Ruby.
Putri kecil nya, betapa malang nasib Ruby. Suami nya berusaha menenangkan wanita itu yang tak henti-hentinya menangis.
Kepala sekolah berusaha meminta maaf terus pada keluarga Ruby terlebih pada kakek gadis itu.
Iya, hampir seluruh keluarga Ruby ada disana hanya karena mendengar gadis itu masuk rumah sakit.
Pria tua itu hanya melipat tangan nya sambil menatap fokus ke pintu operasi. Karla sendiri dia hanya diam bersama keluarga Cole.
Meski Papa nya hampir saja ingin memukulnya di depan umum untung saja kakak tertua nya menghalangi perbuatan pria itu.
Mama Karla, menatap tajam pada gadis itu sedari tadi. Tidak ada yang berbicara tentang kejadian itu selagi menunggu keadaan Ruby.
Di sana ada orang tua Ruby, kakek nenek nya, dan para kakak laki-laki gadis itu serta Cakra yang sedikit menjauh dari keluarga nya karena lantaran dia merasa malu. Keluarga nya terlalu berlebihan.
Untuk Karla hanya kedua orang tua nya dan salah satu kakak nya yang datang. Dia memilik tiga orang kakak laki-laki, dua di antaranya telah bekerja dan yang terakhir sedang berkuliah.
Saat keadaan sunyi dan kepala sekolah pun terpaksa diam karena ucapan nya tidak di dengar.
Alice dan Gama datang dari ujung lorong dengan berlari. Lebih tepatnya Alice yang
berlari sedangkan Gama, pemuda hanya berjalan dengan santai.
Alice melihat Karla yang sedang duduk di samping seorang wanita yang sibuk memandang nya dengan ganas.
Semua orang mengalihkan perhatian mereka pada kedatangan Alice dan Gama. Kepala sekolah dan guru BK mengerutkan kening nya tidak senang.
"Kenapa kalian bisa disini?"Tanya guru itu pada Gama dan Alice, gadis itu mengabaikan sang guru secara terang-terangan.
Dia lebih memilih mendatangi Karla. Guru itu menatap tajam Alice, "Saya hanya menemani Alice, pak. Dia bersih keras ingin datang kesini"Jawab Gama datar.
"Kenapa kamu biarkan?!"Marahnya pada Gama. Pemuda itu diam dan menatap dingin sang guru, berani sekali guru ini membentak nya.
Melihat tatapan dingin Gama, mendadak guru itu terdiam. Gama tidak memperdulikan nya, tatapannya beradu dengan kakek Ruby yang mengawasinya dengan intens.
"Alice"Ucap Karla pelan. Dia terkejut melihat Alice datang namun dia juga senang.
Alice menarik Karla dari duduk nya dan membawa nya sedikit menjauh dari keluarga gadis itu.
Mama Karla ingin protes namun lagi-lagi, kakak tertua nya menegur. Agar tidak membuat keributan disini.
"Gue... bukan gue yang lakuin itu ke Ruby. Sumpah bukan gue, lice"Ucap Karla sedari tadi dengan panik. Dia hampir saja menangis.
"Shutt, diam. Jangan, nangis. Aku tahu buka kau yang membuat nya seperti itu"Jawab Alice merasa geram dengan gadis di depan nya.
"Lalu, apa yang harus gue lakuin?"Tanya bingung. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini, orang tua nya akan menghajar nya habis-habisan nanti.
Alice melirik keluarga Ruby, "Untuk sekarang, nggak ada yang bisa kau lakukan selain mengakui semua nya. Bilang saja kalau kau menyesal karena membuat Ruby seperti itu"Ujar Alice memberi saran.
Karla menggeleng, "Tapi kan Lo tahu,
kalau buka gue pelakunya?"Katanya tidak terima.
Apa ini, masa dia harus mengakui kesalahan yang tidak dia perbuat?
"Lalu apa? Kau pikir dengan mengatakan kalau bukan kau yang membuat Ruby seperti itu mereka akan percaya dan melepaskan mu begitu saja? Jangan gila, saksi mengatakan kau yang mendorong Ruby meski kebenaran nya tidak seperti itu"Balas Alice kesal.
Dia hampir saja berteriak dan memaki anak muda di depannya. Karla terdiam, benar yang di katakan oleh Alice. Tidak akan ada yang percaya.
"Cara lainnya membuat Ruby mengakui semuanya. Tapi, sudah jelas, gadis sialan itu tidak akan melakukan nya"Ucap Alice datar.
Dia melihat ke arah ruang operasi. Otak nya bermain dengan cepat, tidak mungkin dia membobol cctv ruangan operasikan?
"Karla. Kau harus mengatakan ini nanti jika keluarga Ruby meminta penjelasan dari pihak mu. Sudah pasti Ruby tidak akan menjelaskan dengan jujur bisa saja dia menuduh mu. Kau hanya mengakui kalau kau tidak sengaja mendorong Ruby, kau terkejut karena takut ketahuan telah menyiram Ruby dengan air."
Alice menjeda ucapannya sebentar, "Lantai itu licin karena air yang kau siram, itu yang menyebabkan Ruby jatuh dan kepala nya terbentur. Bukan maksud mu melakukan nya dengan sengaja tapi karena kebetulan lantai yang licin dan kau mendorong Ruby menjauh dari mu. Tetapi malah terjadi seperti ini. Kau harus meminta maaf, buat diri mu terlihat sangat menyesal mungkin."
Alice menatap lekat Karla, "Kau paham maksud ku kan?"
Karla terdiam mendengar ucapan Alice. Gadis ini ingin membuat nya mengarang cerita dengan menambah sedikit kebenaran dan sedikit kebohongan.
Jika dia ingat, murid perempuan yang masuk ke toilet kemarin hanya melihatnya seperti menarik baju Ruby dan mendorong nya.
Tidak yang lain.
Dan dia juga mengakui jika dia bersalah tapi bukan berarti dia mengatakan kalau memang memiliki niat untuk mencelakakan Ruby. Hanya sebuah ketidaksengajaan.
"Tidak akan ada yang menyalahi mu. Mereka tidak bisa berbuat lebih pada mu dengan sedikit bukti bahkan jika Ruby mengarang cerita lagi, kau telah meminta maaf lebih dulu dan mengakui semua nya. Dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima nya"Lanjut Alice lagi.
"Kau bisa melakukan nya, Karla? Ini untuk mu hanya kau sendiri yang bisa menolong diri mu, bukan orang lain."
Alice ingin sekali berteriak sekarang, apa yang sedang ia lakukan? Mengapa dia perlu repot-repot lagi untuk berurusan dengan para pemain utama ini?
Karla mengangguk paham, dia setuju dengan rencana Alice.
"Oke, gue akan ikuti apa kata lo"Ucap gadis itu.
Alice menghela, dia pun menarik tangan Karla dan mengembalikan nya pada keluarga Cole.
Tidak lama lampu ruangan padam yang menandakan bahwa operasi telah selesai. Hei, Alice baru sadar dia ada dimana, depan ruang operasi untuk apa Ruby di masukkan ke dalam?
Bukannya dia hanya terbentur dinding dan
hanya perlu di jahit. Pantas saja, Cakra memasang wajah jijik sedari tadi.
Keluarganya memang terlalu berlebihan
dalam hal yang menyangkut Ruby. Alice tidak habis pikir dengan orang-orang gila ini.
Dia hanya diam ketika keluarga Ruby menyerbu dokter operasi yang menangani Ruby.
"Tidak ada yang perlu di khawatir kan, lukanya tidak parah dan hanya perlu di jahit. Pasien sedang tertidur karena pengaruh bius jika ingin berkunjung, usahakan jangan membuat keributan"Jelas dokter itu dengan cepat.
Seperti nya dia sudah muak melihat kehebohan keluarga Everest bahkan dokter pria itu hanya berjalan melewati mereka dengan santai.
"Dia paman Ruby. Adik bungsu Elkan Everest, Daddy Ruby. Menurut kabar, hubungan mereka tidak terlalu dekat. Sama-sama sibuk dengan pekerjaan masing-masing, di tambah dia belum menikah"Jelas Karla tanpa perlu di minta.
Dia melihat Alice memandang pria itu heran. Jadi, dia hanya mengatakan nya agar Alice tidak bingung.
Alice mengangguk. Semua keluarga Ruby masuk kedalam kecuali Cakra. Pemuda itu
mendekati Alice, "Ngapain lo datang kesini?"Tanyanya heran.
Alice menunjuk ke arah Karla, "Tentu saja menemani nya. Dia sudah seperti anak hilang tanpa ku"Jawab gadis itu santai.
Gama memutar bola matanya malas mendengar bualan Alice. Karla tersenyum tipis, dia menghargai kehadirannya Alice disini.
Keluarga Cole menatap Alice dengan pandangan bertanya. Mereka tidak tahu kalau Karla memiliki sahabat dekat. Karla sendiri tidak mengatakan apa-apa, dia malas berbicara dengan keluarganya.
"Sebenarnya tadi aku sempat masuk ke toilet. Sebelum semua ini terjadi"Ucap Alice tiba-tiba yang mana membuat semua mata tertuju pada nya.
Mama Karla ingin membuka mulut namun suami nya melarang nya. Dia ingin mendengarkan ucapan gadis ini.
"Maksud lo?"Tanya Karla bingung. Dia ingat hanya ada dirinya dan Ruby di dalam toilet, sebentar murid-murid perempuan tadi masuk.
Alice menggaruk kepala nya yang tidak gatal. "Yah... tadi nya aku mau mencuci muka karena cuaca panas. Aku melihat mu mengikuti Ruby dari belakang jadi aku ikut masuk ke dalam toilet. Aku mendengar kalian beradu argumen setelah kau menyiramnya tapi aku memilih keluar dari dalam. Karena, aku pikir kalian perlu waktu berdua tapi ternyata yah... haha..."
Alice mendadak canggung karena di lihat oleh mereka semua. Gama ingin sekali menarik gadis itu dan mengacak-acak rambutnya.
Kenapa gadis ini sangat lambat berpikir, suka melakukan hal di luar nalar. Karla hanya bisa menghela nafas pasrah ketika mendengar penjelasan Alice.
Papa Karla menatap tajam Alice, "Jadi, maksud mu, Karla tidak benar-benar mencelakai anak itu dari awal?"Ucap Papa Karla.
Alice mengangguk, "Tentu saja, mereka hanya beradu argument aku tidak tahu kenapa tiba-tiba jadi seperti ini. Hm, sedikit mencurigakan..."Ucap Alice dengan nada yang di buat-buat.
Keluarga Karla ikut memikirkan kejadian ini, Gama menatap gadis itu ragu. Tidak lama, satu kakak laki-laki Ruby keluar dan meminta keluarga Cole untuk masuk.
Semua nya pun ikut masuk ke dalam dan yang tersisa hanya Alice dan Gama.
"Lo bohong kan?"Tanya Gama pelan ketika lorong menjadi sepi setelah kepergian Karla dan keluarga nya.
Alice menatap Gama, dia tersenyum miring, "Menurut mu?"Tanya gadis itu balik.
Gama mengangkat bahu nya acuh, "Itu bukan urusan gue"Jawab nya datar.
Alice menatap pintu ruangan, "Ini juga bukan urusan ku. Hanya saja, Ruby sudah melebihi batas nya terlebih dia juga sempat mengganggu ku"Balas Alice.
"Di ganggu? Apa yang dia perbuat sama lo?"Tanya pemuda itu penasaran.
Alice menyipitkan matanya, "Tidak banyak. Gadis itu hanya takut jika Darrel mendekati ku"Jawabnya.
Wajah Gama berubah ketika mendengar itu namun Alice tidak menyadari nya, apa lagi seseorang kembali keluar dari dalam ruangan.
Seperti nya itu kakak laki-laki Ruby yang tadi, "Nama mu Alice kan? Keluarga gue mau dengar cerita Lo kata nya Lo tahu sesuatu"Ucap pemuda itu, seperti nya dia anak kuliahan.
Alice tersenyum polos, dia pun berjalan masuk ke dalam. Gama juga ingin masuk tapi dia di tahan oleh pemuda tadi, "Lo orang luar"Katanya singkat sebelum menutup pintu.
Gama menatap dingin pintu itu ingin sekali dia menendang nya dan menghancurkan pintu itu sekarang juga.
Di dalam, Alice melihat Ruby yang ternyata telah bangun sepertinya gadis itu telah bercerita tentang hal ini. Dia menatap Karla, gadis itu mengangguk pelan pada nya itu berarti Karla sudah melakukan hal yang dia suruh. Pantas wajah Ruby tidak terlihat senang.
Elkan Everest, menatap Alice datar. "Karla bilang, kamu ada di dalam toilet dan mendengar pertengkaran mereka. Apa benar itu anak muda?"Tanya pria itu dengan dingin.
Dia mengangguk. "Benar paman. Saya bahkan melihat kejadian sebenarnya terjadi meski tidak semua. Yang saya tahu, Ruby dan Karla hanya bertengkar kecil karena Karla menyiram nya dengan air. Saya tidak menyangka setelah meninggalkan toilet Ruby menjadi seperti ini."
Alice menjeda ucapan nya, dia menatap Ruby sambil tersenyum.
"Hei, kenapa kau bisa sampai terluka begini?"Ucap Alice tiba-tiba pada Ruby.
"Aku pikir kau hanya akan memarahi Karla. Tapi ternyata kalian malah bertengkar hebat, aku dengar dia tidak sengaja mendorong mu, benarkah?"Ucap Alice penasaran.
Ruby mengerutkan kening nya bingung, "Gue nggak tahu apa yang lo maksud"Balasnya acuh.
Alice terkekeh, "Sudah lah. Aku tahu kau marah pada Karla tapi aku yakin dia tidak sengaja. Ya kan, Karla?"
Alice mengalihkan perhatian nya pada Karla yang mengangguk dengan cepat.
"Gue minta maaf, Ruby. Karena nggak sengaja dorong lo dan juga maaf karena telah menyiram mu dengan air"Ucap Karla secara tiba-tiba.
"Lo kan tahu, kejadian nya nggak kaya gitu, Kar. Murid lain lihat kok kalau lo sengaja dorong gue"Ujar Ruby datar.
"Ahaha... kau ini suka sekali bercanda Ruby. Lantai toilet itu kan licin, wajar saja jika kau terpeleset dan jatuh tidak mungkin Karla berniat mencelakai mu. Lagian itu masih tempat umum sama saja dia menjebak diri nya sendiri jika benar-benar mendorong mu hingga terluka seperti ini."
Alice memotong cerita Ruby. Yang mana membuat gadis itu menatap Alice tajam.
Kakek Ruby menghela nafas, "Sudah lah. Jika memang ini hanya sebuah kesalahpahaman maka biarlah. Nak Karla juga sudah meminta maaf karena perbuatan ceroboh nya"Ucap pria tua itu melerai pertengkaran yang akan terjadi
kembali.
Ruby menatap kakek nya tidak terima. Namun, pria tua itu mengabaikan nya dan malah menatap Alice dengan lekat.
"Nama kamu Alice, kan? Bisa bicara sebentar?"Tanya kakek Ruby ramah. Keluarga Everest menjadi bingung, ada apa dengan pria tua itu yang tiba-tiba menjadi lembut dan ramah.
Alice memiringkan kepalanya, "Em... oke"Jawab nya setuju.
Kakek Ruby pun mengangguk dan berjalan keluar dari ruangan di ikuti oleh Alice dari belakang.
Karla tersenyum diam-diam. Ruby tidak bisa menjebak nya dan dia sangat berterima kasih sama Alice. Kalau bukan karena gadis itu, dia mungkin akan di siksa oleh orang tua nya.
Di luar, Gama melihat Alice dan pria tua keluarga Everest keluar dari ruangan. Dia menatap Alice bertanya, gadis itu hanya
mengangkat bahu tidak tahu.
Kedua orang itu hanya melewati Gama dan berbelok ke ujung lorong.
"Maaf mengganggu mu tapi saya ingin bertanya. Siapa orang tua mu?"Tanya pria tua itu dengan blak-blakan. Alice menatap curiga dengan kakek Ruby kenapa tiba-tiba orang tua ini menanyakan orang tua nya.
"Kanna dan Marcell Gracious. Kenapa tuan?"Kata nya heran. Kakek Ruby terdiam, dia menelisik Alice dengan cermat.
"Mereka orang tua kandung mu? Aku tahu ini lancang tapi tolong jawab dengan jujur." kata nya.
Alice mendengus, dia jadi tidak suka dengan pria tua ini yang terlalu aneh, pikir nya. "Saya di adopsi. Mereka berdua bukan orang tua kandung saya sekarang tuan, bisakah saya pergi? Udara disini membuat saya tidak nyaman"Ucap Alice sedikit sarkas.
Pria tua itu hanya bisa mengangguk setuju dan Alice segera pergi dari sana. Dia menarik tangan Gama, "Kenapa?"Tanya pemuda itu bingung.
"Kakek Ruby aneh"Jawab nya singkat.
"Ayo pulang, urusan kita sudah selesai"Lanjut nya.
Jika di pikir-pikir, kejadian ini selesai dengan cukup cepat. Tumben sekali keluarga Ruby tidak memiliki banyak pertanyaan pada nya, padahal dia hanya mengarang cerita tadi.
Gama hanya mengiyakan ucapan gadis itu dan berjalan lebih cepat sehingga Alice yang di tarik oleh Gama.
Mereka berdua kembali menuju ke sekolah untuk kepala sekolah dan guru, mereka sudah duluan kembali ketika Alice masuk ke dalam ruangan.
Hari yang cukup melelahkan bagi, Alice.
^^
tp yg baca ko dikit y..
yooo ramaikan hahhlah