Dominict Seorang jendral kerajaan yang diam-diam jatuh cinta pada tuan putri namun gengsi untuk menyatakan perasaanya hal hasil Dominict jadi sering menggoda Tuan Putri. Dominict akan melakukan apapun untuk Tuan Putri_nya, pencemburu akut. Tegas dan kejam Dominict hanya lembut pada gadis yang ia cintai. Akan murka ketika sang Putri gadis pujaannya melakukan hal yang berbahaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni Luh putu Sri rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Elara berlari menembus lebatnya hutan sambil membawa bungkusan yang ia terima dari pria misterius di tengah hutan tadi.
Namun sepertinya Elara sangat senang dengan apa yang ia dapatkan.
Sementara itu di hutan tadi.
"Bagaimana menurut anda? Apa gadis itu bisa di percaya?"
"Kau tidak perlu khawatir. Cinta buta bisa membuat siapapun akan melakukan apapun demi membenarkan cintanya... Siapapun....."
Kata sang komandan sambil tersenyum puasa.
...~o0o~...
Sementara itu di istana Pangeran Benedict tampak memandang keluar jendela sambil memperhatikan Putri Ana di halaman istana yang sedang duduk sendirian.
Tak lama seseorang memasuki ruangan Pangeran Benedict.
"Yang Mulia, saya telah melakukan seperti apa yang anda perintahkan."
"Bagus. Selanjutnya tunggu perintah dariku." Ucap Pangeran Benedict lalu meninggalkan ruangan.
Malam ini terasa damai, Dominict melihat keluar jendela dari dalam kantornya sambil sesekali mengusap lengannya yang sempat terluka saat mengawasi pelatihan militer. Kemudian tak lama Elara masuk sambil membawa sebuah nampan berisi secangkir teh hangat.
"Jendral, saya bawakan anda teh hangat."
Terdengar suara Elara dari luar ruangan.
"Masuk!"
Dengan perlahan Elara membuka pintu lalu masuk kedalam ruangan Dominict.
Dominict yang melihat Elara masuk kedalam kantornya berbalik dan kembali duduk ke kursinya.
"Letakan saja di meja!" Kata, Dominict lagi.
Perlahan Elara meletakan cangkir teh di atas meja. Lalu ia tampak berdiri sejenak di hadapan Dominict.
"Ada apa?"
Dominict menanggapi Elara dengan Dingin.
"Em... Jendral... Saya ingin minta maaf atas tindakan yang saya lakukan sebelumnya. Saya tidak seharusnya melakukan itu, saya harap anda mau memaafkan saya, Jendral."
Elara mengungkapkan rasa bersalahnya pada Dominict. Sambil memegang erat nampan di tangannya menunggu jawaban dari Dominict.
"Sudahlah. Aku tidak ingin membahasnya lagi ". Kata, Dominict masih dingin pada Elara, bahkan Dominict tak menatap Elara sedikitpun.
Dengan rasa kecewa Elara membungkuk singkat sebelum meningkatkan ruangan Dominict tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Setelah Elara pergi Dominict meminum teh yang Elara bawa untuknya.
Di kejauhan, seseorang sedang memata-matai Dominict yang tengah menjalankan tugasnya. Dengan cepat, orang itu beralih pandangannya ke arah penjaga yang berjaga di sekitar benteng.
"Baiklah. Hanya ada tujuh penjaga dia benteng itu dan sekitar lima ratus orang prajurit baru. mereka masih belum berpengalaman. Bagaimana menurutmu kapten?"
"Itu bukan masalah. Tidak kusangka gadis itu memang bisa di andalkan."
"Ingat sasaran kita adalah Jendral mereka."
"Baik!"
"ayo! Bergerak!"
Tanpa Dominict sadari ternyata selama ini ada sekelompok orang yang sengaja memata-matai pergerakannya di benteng ini. Entah mereka kelompok bandit atau kumpulan perampok yang ingin menyelundupkan barang-barang ilegal ke Kerajaan Savarant.
Yang demi melancarkan aksi mereka melumpuhkan penjagaan di perbatasan atau dengan menyuap penjaga perbatasan.
Sementara itu Dominict kembali ke pekerjaannya, ia mulai fokus pada berkas-berkas di tangannya, sambil sesekali meneguk teh yang Elara suguhkan padanya.
Selang satu jam kemudian, Dominict merasakan ada hal aneh pada tubuhnya. Ia mulai merasakan Tremor dan kedutan otot bahkan ia mulai merasa nafasnya menjadi semakin pendek dan mulai kesulitan menarik nafas.
"Si..sial! Apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba.... Tubuhku jadi seperti ini."
Dominict mulai terbatuk karena kesulitan bernafas dan merasakan sendi-sendi di tubuhnya terasa sakit.
"Sial!!"
Di luar benteng, sekumpulan orang yang selama ini memata-matai Dominict mulai bergerak. Terlihat ratusan orang mendekat dalam kegelapan, dengan langkah yang mantap. Mereka berhasil melumpuhkan satu per satu penjaga yang berjaga di atas menara benteng dengan panah yang terus menghujani mereka dari kejauhan.
Salah seorang penjaga di saat terakhirnya sebelum tewas sempat membunyikan lonceng peringatan memberi tanda bahwa terjadi penyerangan oleh pihak musuh, membuat Frederick segera keluar dari ruangannya dan segera menuju ke menara pengawas.
Di sana Frederick melihat para penjaga telah tewas dengan sebuah anak panah menghujam di tubuhnya dan menembus tubuhnya.
Tampak dari tembakan panah itu sangat presisi hingga mengenai organ vital dari target yang membuat sang penjaga tewas seketika.
Saat itulah Frederick menyadari bahwa ini bukanlah perbuatan sembarangan orang. Dari kejauhan, ia melihat samar-samar siluet dari sekelompok orang yang mendekat. Dengan cepat, ia memutar lonceng peringatan bahaya, membuat seluruh prajurit yang baru saja dilantik menjadi pasukan kerajaan berkumpul di tengah halaman benteng.
"Sial! Kenapa harus di saat seperti ini!" Gumam, Frederick tampak kekhawatiran di wajahnya.
Frederick merasa khawatir karena para prajurit yang baru saja dilantik belum memiliki pengalaman dalam berperang. Di sisi lain, kekhawatiran juga menyelinap di pikirannya karena Dominict masih belum menampakan diri dari dalam ruangannya.
Tak lama kemudian, sebelum Frederick sempat menemui Dominict untuk melaporkan situasi terkini, ia terkejut melihat Dominict keluar dari ruangannya dengan sudah siap berperang, lengkap dengan baju zirah dan pedang di tangannya.
"Jendral?!"
Frederick terkejut melihat Dominict dalam keadaan lemah, wajahnya pucat, dan napasnya berat. Namun, dengan gagah berani, Dominict tetap berdiri tegak.
"Jendral... Apa yang terjadi?" Tanya Frederick khawatir. Mengikat baru tadi sore ia bertemu dengan Dominict, ia terlihat baik-baik saja.
"Tidak ada waktu untuk menjelaskan! Katakan apa yang terjadi!"
Kata-kata Dominict terputus-putus, menahan rasa sakit yang begitu menyiksa tubuhnya. Tremor dan kejang otot semakin kuat terasa, membuatnya hampir tak mampu berkata-kata akibat rasa sakit yang begitu menyiksa.
"Nampaknya musuh kita mulai bergerak dan melakukan serangan, Jendral. Kita harus siapkan pasukan untuk menghadapi mereka!"
Saat itu, Dominict terdiam menerima laporan dari Frederick. Ia berjalan di antara para prajurit istana, dan melihat jasad penjaga yang telah tewas dengan anak panah menancap di dadanya, menatap lurus ke dadanya.
Di sana Dominict tampak mengenali anak panah itu.
Anak panah yang dibuat khusus itu tidak sembarangan digunakan. Dilihat dari ujungnya yang dirancang untuk memberikan daya rusak mematikan, serta diperlukan busur khusus dan tenaga besar untuk melepaskan anak panah tersebut.
"Persiapkan diri kalian! Ini akan menjadi pertempuran pertama kalian. Dan... Musuh kali ini bukan musuh sembarangan. Mereka adalah para tentara bayaran..."
"Jendral.... Apa sebaiknya kita mundur... " Frederick tampak khawatir dengan jawaban Dominict, karena melawan tentara bayaran sama saja dengan bunuh diri.
Karena para tentara bayaran adalah sekelompok orang yang memiliki kemampuan khusus dalam pertempuran dan mereka telah melewati berbagai pertarungan di medan pertempuran hingga banyak kerajaan menyewa mereka dengan harga tinggi demi meraih kemenangan dalam suatu pertempuran.
meski jumlah mereka sedikit yang hanya beberapa ratus orang itu sudah cukup untuk menembus barikade pertahanan pasukan kerajaan.
"Kita tidak akan mundur! Para prajurit istana, saat ini adalah saat kita tunjukkan keberanian sejati kita! Bersama, kita tak akan gentar menghadapi segala rintangan. Ingatlah, kekuatan sejati kita bukan hanya dari senjata, tetapi dari semangat dan persatuan kita sebagai satu tim. Mari bersama-sama menuju kemenangan!" Tarikan Dominict memberikan semangat pada prajuritnya.
Saat yang bersamaan, Frederick melihat bahwa Dominict dalam kondisi tidak mungkin untuk berperang. Frederick menyadari bahwa ada yang tidak beres dengan tubuh Dominict.
Awalnya, Dominict hanya diberi tugas untuk melakukan penjagaan dan latihan militer di perbatasan bersama para prajurit istana yang baru dilantik, namun kini mereka terlibat dalam pertarungan sesungguhnya.
"Kalian... Dengarkan! Ini bukan sekadar tentang tugas dan kemenangan. Yang terpenting, kalian harus pulang dengan selamat! Ingat itu." Tegas Dominict.
Dominict paham betul dengan kondisi yang dihadapi olehnya dan para prajuritnya saat ini. Dia sadar bahwa pasukannya tidak memiliki kemampuan dan pengalaman di medan pertempuran. Namun, Dominict terus memotivasi mereka, karena mundur sekarang berarti membiarkan musuh masuk ke wilayah kerajaan tanpa perlawanan.
"Ini adalah pertempuran pertama kalian. Aku tahu betapa sulitnya untuk menerimanya, tetapi jika kalian tidak melakukannya, nyawa kalian yang akan terancam. Inilah garis takdir yang harus kalian lewati sebagai seorang kesatria."
Tak terlihat sedikitpun keraguan di mata Dominict, ia yakin dengan kemampuan pasukannya meskipun ini pertempuran pertama bagi mereka.
Bersambung.....
Pangeran Benedict juga ok 🫨 bingung