Skuel ke dua Sang Pewaris dan sekuel ketiga Terra The Best Mother.
menceritakan keseruan seluruh keturunan Dougher Young, Pratama, Triatmodjo, Diablo bersaudara dan anak-anak lainnya.
kisah bagaimana keluarga kaya raya dan pebisnis nomor satu mendidik anak-anak mereka penuh kesederhanaan.
bagaimana kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KADO UNTUK AYAH
Lana, Leno dan Leni kelas lima Tsanawiyah. Mereka tumbuh jadi anak yang genius.
Setelah keberhasilan Lino mengambil karya robotnya di kancah internasional kemarin. Bocah itu sering diikut sertakan lomba. Walau semua lomba ia tolak untuk mengikutinya.
"Loh kan bagus buat daya kamu untuk lebih banyak lagi karya yang muncul!" ujar guru ketika Lino kembali menolak salah satu lomba.
"Maaf Pak, saya menolak karena takut karya saya jadi tak berkualitas karena saya hanya asal dan semua tidak berasal dari hati saya," jawab Lino memberi alasan.
"Ini demi nama baik pesantren Nak!" ujar guru pembina murid itu.
"Maaf pak!" tolak Lino tegas.
Salma yang mendengar salah satu anaknya dipaksa oleh guru mendatanginya. Sebagai pemimpin pesantren ia tak mau guru-guru memaksa murid-murid, terlebih Lino adalah anak angkat Herman.
"Jangan paksa anak saya Pak!" tekannya.
"Tapi sayang loh Bu," ujar guru itu.
"Biarkan saja anak-anak berkembang sesuai keinginannya!' ujar Salma lagi.
Salma bersuami Fabio, anak buah dari Virgou. Sering bersama keluarga membuatnya dekat dengan semua anak. Begitu juga Aisyah, adik kembarnya.
"Ayo Baby," ajaknya lembut.
Guru pembina tampak tak bisa melakukan apa-apa. Salma tidak hanya membela satu murid saja. Tetapi semua murid, ketika masalah lima ribu tanda minyak itu saja yang ia luput memperhatikan karena banyaknya masalah di sekolah.
"Baby, mana saudaramu yang lain?" tanya Salma pada Lino.
"Sedang makan bekal mereka Bu ustadzah," jawab Lino.
"Oh sayang ... maaf ya, akibat dipanggil guru kamu malah nggak makan bekalmu," ujar Salma menyesal.
Ia pun mengantarkan Lino ke kelasnya. Leno dan Lana menyambutnya dan langsung duduk serta memakan bekal siangnya.
"Sayang jika kau ditekan lagi oleh guru, adukan saja ke ibu ya," pintanya lalu mengelus tiga kepala piatu itu.
Salma tentu tau jika ayah dari ketiga anak itu telah kembali. Tetapi keberadaan pria itu tak dianggap sama sekali oleh keluarga.
"Kak Lana, bentar lagi ayah ulang tahun. Kita kasih kado apa?" tanya Leno.
"Apa ya?" Lana menopang dagunya.
Salma sudah pergi dari tempat itu. Lana akhirnya menggeleng pelan tanda tak tau harus memberikan apa pada ayah angkat mereka itu.
"Ayah sudah punya segalanya," ujarnya lirih.
"Tapi ayah pasti menerima apapun pemberian kita!" ujar Leno semringah.
"Kita beliin ayah sepatu yuk!" lanjutnya mengajak.
"Sepatu ayah ada satu lemari dik," sahut Lana mengingat koleksi sepatu ayah angkatnya itu.
"Tapi ayah pasti akan menghargai apapun pemberian kita kak!" pungkas Leno lagi.
"Apa belikan ayah kaos kaki?" tanya Lino memberi ide.
"Gini aja, kita kumpulin uang bareng kakak-kakak yang lain gimana?" ujar Leno lagi memberi ide.
"Pasti Kak Azlan setuju!" lanjutnya semangat.
"Ah ... iya kalau kita kumpulin uang secara kolektif pasti jauh lebih banyak dan pasti dapat barang yang lebih bagus!" sahut Lana setuju.
"Pulang sekolah kita bicarakan lagi!' lanjutnya.
Akhirnya sepulang sekolah, mereka berkumpul. Ajis ikut serta di sana.
"Jadi kita patungan gitu buat beli kado untuk ayah?" tanyanya.
"Iya Kak, gimana setuju kan?" tanya Azlan.
"Setuju, tapi beli apa. Semua ayah udah punya loh!" sahut Ambar, anak angkat Bart.
"Aku kira ayah bukan orang yang pilah-pilih hadiah. Beliau pasti menerima apapun hadiah dari kita!" sahut Bima.
"Denta pernah liat ayah mengelus sebuah gambar sepatu kak!" sahut Denta teringat sebuah moment.
"Sepatu kek apa?" tanya Ahmad, adik dari Ajis.
'Kek sepatu kets gitu Kak!" jawab Denta.
"Sneakers?" tanya Azlan memastikan.
"Iya tapi warna biru dongker semua gitu," jawab Denta mengingat.
"Coba searching dulu kak!" pinta Lino pada Ajis.
Ajis membawa mereka ke ruang komputer. Di sana murid bebas mencari apapun. Ajis menekan beberapa tuts huruf di keyboard.
"Wah ... harganya lima belas juta!" sahut Ajis takjub.
"Mashaallah ... untuk alas kaki harga segitu?" tanya Azlan merasa sayang dengan uang yang akan dikeluarkan.
"Tapi pasti berguna kan kak. Ayah pake setiap hari?" tanya Amran memastikan jika barang yang dibeli tidak sia-sia.
Semua diam, kekayaan Herman, ayah mereka membuat semua ragu untuk membelikan sesuatu.
'Kita lihat-lihat dulu ya?" ajak Azlan pada akhirnya.
Semua mengangguk setuju. Mereka akan melihat apa yang dibutuhkan salah satu ayah kebanggaan mereka.
Pulang sekolah semua anak memilih ke mansion Herman. Hal ini membuat Bart uring-uringan.
"Kenapa sih kalo anak-anak nginep di sini!" ketus Herman tentu marah pada Bart.
"Iya nih Daddy. Anak-anak jarang loh nginep," kali ini Khasya membela suaminya.
Bart terdiam, tentu ia tak mau cari masalah dimusuhi semua anak-anak jika ia bersikeras. Terlebih Terra dan Virgou pasti lebih membela Herman dibanding dirinya.
"Ayo sayang sini. Kalian mau makan apa?" tanya Khasya.
'Makan apa saja bunda," jawab Anggi yang paling tua.
"Kalau begitu ganti baju sana!" perintah Herman.
Semua menurut, hadirnya para kakak membuat semua perusuh ingin menginap di mansion mewah itu.
"Babies!" pekik Dewi menggendong Faza dan Ryo bersamaan.
"Amuh wulun!" teriak Ryo mendorong Faza dari gendongan Dewi.
"Amuh waja!" pekik Faza pada Ryo.
"Eh ... eh ... kok dorong-dorongan?" peringat Azizah pada dua bayi menggemaskan dan paling rusuh itu.
Ryo dan Faza membuang muka. Dewa mengambil alih Ryo. Bayi tampan itu langsung menyurukkan wajah ke ceruk leher remaja itu.
"Batlet ... Zaza atan!" adunya mencebik-cebikkan bibirnya.
"Masa sih baby?" kekeh Dewa.
Remaja itu membawa Ryo sebelum sang ayah memarahi bayi badung itu.
Rion memang sangat tegas jika menyangkut keluarga. Ia tak segan memarahi putranya jika terlalu manja atau terlalu kasar pada sesama saudaranya.
"Kenapa Baby Ryo?" tanya Rion.
"Nggak apa-apa Papa baby!" jawab Kaila membela Ryo.
Rion memeluk gadis muda yang makin cantik itu. Kaila tentu berbeda dengan saudaranya yang lain.
Rasya, Rasyid, Dewi dan Dewa yang seumurannya juga berbeda satu dan lainnya. Kaila jauh lebih kalem dan sangat manja terutama pada Dewi.
"Bu'lek udah dong gendong Baby Fazanya," rengeknya mulai bertingkah.
"Hei kau Papa Gomesh gendong sini!" Kaila merengek pada pria raksasa itu.
"Papa Ila mau beliin es krim dong!'
"No baby!" peringat Maisya dan Arimbi berbarengan.
"Aaah!" rengek Kaila lagi.
"Daddy ... dia loh yang kemarin baru sembuh dari radang!' peringat Dimas mengingatkan semua orang dewasa.
"Papa!" rengek Kaila pada Gomesh.
"Nurut ya Baby," ujar Gomesh.
Kaila menurut, tapi gadis tinggi itu tak mau turun dari punggung Gomesh.
"Baby ...," keluh Puspita pada anak gadis bungsunya itu.
Kaila tambah merengek. Hal ini membuat semua perusuh paling junior meledek gadis itu.
"Wih ... lada nanat toala pempel pipundun Papa!" Fael mencibir Kaila.
"Butan nanat toala ... Pati sisat!" ralat Rinjani, putri Dav.
"Bunlon!' sahut Maryam.
"Tadal!" sahut Fathiyya.
"Totet!" celetuk Fatih.
"Mprurrfffhhh!!" Virgou menyemburkan air yang hendak ditelannya.
Pria itu terbatuk, Lastri sampai mengelus punggung pria dengan sejuta pesona itu.
"Hati-hati sayang," ujarnya khawatir.
"Mom... cucumu itu loh!" adu Virgou pada Lastri.
Semua berbaur jadi satu. Lino menatap Herman yang baru saja meletakkan sepatu warna biru.
"Ah ... ayah sudah beli ternyata," gumamnya lalu tersenyum miris.
"Ya iyalah ... ayah kan kaya, uangnya banyak ... apa arti lima belas juta baginya," lanjutnya maklum.
Bersambung.
Nggak gitu sayang ... heum ...
next?
semoga berjalan lancar ya baby cal...