Mengisahkan Tentang Perselingkuhan antara mertua dan menantu. Semoga cerita ini menghibur pembaca setiaku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gita Arumy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mama Dan Arman Berselingkuh Kembali
Mama dan Arman Berselingkuh Kembali
Kehidupan di rumah itu kembali terasa hampa. Setelah berbulan-bulan mencoba untuk memperbaiki hubungan, Nisa mulai merasa bahwa segalanya akhirnya bisa kembali berjalan dengan normal. Namun, ketenangan itu hanya sementara. Di balik senyuman yang terpasang, di balik pertemuan-pertemuan keluarga yang tampak harmonis, ada hal yang lebih gelap yang mulai mengintai.
Suatu sore, Nisa pulang lebih cepat dari biasanya setelah menyelesaikan pekerjaannya. Ia mendekati rumah dengan langkah yang ringan, merasa sedikit lebih bahagia karena hari itu cuaca begitu indah. Namun, saat ia membuka pintu rumah, sesuatu yang tidak biasa membuat jantungnya berdegup lebih cepat.
Suara tertawa lembut terdengar dari ruang tamu, diselingi dengan suara langkah kaki yang terlalu terburu-buru, seperti seseorang yang tengah menghindar. Nisa menahan napasnya dan berjalan perlahan menuju sumber suara. Ia berhenti di depan pintu ruang tamu, terdiam sejenak, lalu mengintip melalui celah pintu.
Mata Nisa terbelalak saat melihat scene yang tak pernah ia harapkan. Maya, ibunya, duduk di sofa dengan Arman, suaminya, sangat dekat. Mereka berbicara dengan suara pelan, dan ada sesuatu dalam tatapan mereka yang tidak bisa disembunyikan. Maya menyentuh tangan Arman dengan lembut, dan Arman balas menatapnya, senyum tipis di bibirnya.
Nisa merasa dunia seakan runtuh di hadapannya. Hatinya terhimpit oleh kebingungannya. Apa yang ia lihat kini, seolah menembus semua usaha yang telah ia lakukan untuk menerima dan memperbaiki semuanya. Apa yang terjadi? Mengapa? Setelah semuanya yang telah mereka lalui, mengapa mereka kembali melakukan hal yang sama?
Nisa tidak bisa menahan diri lagi. Pintu ruang tamu dibuka dengan kasar, suara pintu yang berderit menggetarkan seluruh ruangan. Maya dan Arman terkejut dan langsung beralih menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan.
"Mama... Arman!" suara Nisa pecah, memanggil mereka dengan rasa marah yang tak terbendung. "Apa yang sedang kalian lakukan?!"
Maya berdiri dengan cepat, wajahnya pucat. "Nisa... ini bukan yang kamu pikirkan," kata Maya terbata-bata, mencoba menjelaskan sesuatu yang tak bisa dijelaskan.
Arman mengangkat tangan, tanda ingin menenangkan situasi, tetapi tatapan Nisa begitu tajam dan penuh amarah. "Jangan coba berdalih, Arman!" Nisa berteriak. "Aku sudah melihat semuanya! Kalian... kalian kembali lagi, kan? Kembali selingkuh setelah semua yang telah terjadi? Apa yang ada di pikiran kalian?"
Maya tampak bingung dan cemas, sementara Arman hanya bisa diam, memandangi Nisa dengan rasa bersalah yang besar. "Nisa, dengarkan dulu penjelasannya," kata Arman pelan, tetapi suara Nisa yang penuh amarah memotong.
"Penjelasan?!" Nisa tertawa pahit, matanya berkaca-kaca. "Apa lagi yang perlu dijelaskan, Arman? Kalian berdua mengkhianatiku sekali, dan sekarang kalian kembali melakukan hal yang sama. Aku sudah tidak tahu harus berkata apa lagi. Aku sangat kecewa."
Maya menundukkan kepala, tidak bisa lagi mengelak. Semua penyesalan dan kata-kata maaf yang pernah mereka ucapkan terasa kosong kini. Semua usaha mereka untuk memperbaiki hubungan, seperti sebuah kebohongan besar.
"Aku tahu, Nisa," kata Maya dengan suara gemetar. "Aku tahu aku tidak bisa lagi membenarkan apa yang telah terjadi. Aku sangat menyesal, tapi aku... aku juga tidak bisa mengubah semuanya. Aku tidak bisa mengubah perasaanku."
Nisa merasa seperti dihantam gelombang perasaan yang tak terkendali. Ia merasa hancur. Sakitnya lebih dalam dari sebelumnya. Kekecewaan itu bukan hanya datang dari pengkhianatan, tetapi juga dari kenyataan bahwa kedua orang terpenting dalam hidupnya kembali mengecewakannya.
"Jadi kalian tidak peduli sama sekali dengan aku? Dengan rasa sakitku?" tanya Nisa, suaranya pecah. "Setelah semua yang terjadi, kalian masih memilih untuk melukai aku?"
Maya menangis, air mata mengalir deras. "Nisa, maafkan Mama. Aku tidak bisa mengontrol perasaanku. Aku tahu aku salah. Aku tahu aku telah mengkhianatimu lagi. Tapi aku tidak tahu bagaimana harus menghadapimu setelah semuanya."
Arman merasakan penyesalan yang mendalam. "Aku tidak bisa memberikan alasan yang baik untuk apa yang terjadi, Nisa," katanya dengan suara berat. "Aku telah membuat kesalahan besar lagi. Dan aku tahu aku tidak pantas mendapatkan maafmu. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku sangat menyesal."
Keheningan menyelimuti ruangan, hanya suara isak tangis Maya yang terdengar. Nisa berdiri mematung, merasakan dunia yang ia kenal mulai hancur di hadapannya. Semua yang telah ia perjuangkan, semua harapan yang telah ia bangun, kini seakan runtuh begitu saja.
"Kenapa, Mama? Kenapa, Arman?" kata Nisa perlahan, matanya mulai berkilau dengan air mata. "Aku tidak tahu apakah aku bisa memaafkan kalian lagi setelah semua ini."
Maya mencoba mendekat, namun Nisa mundur, seakan takut terluka lebih dalam. "Aku... aku sudah sangat berusaha untuk memaafkan kalian. Aku sudah mencoba untuk melupakan semuanya. Tapi sekarang ini... aku tidak tahu harus bagaimana."
Nisa berbalik dan berjalan cepat ke arah pintu. Ia merasa cemas, terperangkap dalam perasaan yang begitu rumit dan berat. Di luar sana, dunia terasa begitu kosong. Ia merasa tersesat, bingung dengan apa yang baru saja ia saksikan.
"Sampai kapan kita akan terus seperti ini, Mama? Arman?" kata Nisa dengan suara yang hampir tidak terdengar. "Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan."
Maya dan Arman hanya bisa berdiri, saling bertatapan, merasakan betapa hancurnya hati putri mereka. Semua yang telah mereka lakukan tidak dapat diperbaiki begitu saja. Dan kali ini, mereka tahu, rasa sakit yang mereka sebabkan mungkin tak akan bisa terobati.
Nisa keluar dari rumah tanpa menoleh lagi. Langkahnya berat, pikirannya kacau, dan hatinya penuh luka. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, atau bagaimana ia bisa melanjutkan hidup setelah apa yang baru saja terjadi. Namun satu hal yang jelas—kepercayaan yang ia miliki kini telah hancur, dan ia harus menemukan cara untuk menghadapinya, meskipun itu terasa sangat sulit.