Kisah ini bermula ketika JAPRI (Jaka dan Supri) sedang mencari rumput untuk pakan ternak mereka di area hutan pinus. Sewaktu kedua bocah laki-laki itu sedang menyabit rumput, beberapa kali telinga Supri mendengar suara minta tolong, yang ternyata berasal dari arwah seorang perempuan yang jasadnya dikubur di hutan tersebut. Ketika jasad perempuan itu ditemukan, kondisinya sangat mengenaskan karena hampir seluruh tubuhnya hangus terbakar.
Siapakah perempuan itu? Apa yang terjadi padanya? dan siapakah pembunuhnya?
Ikuti kisahnya di sini...
Ingat ya, cerita ini hanya fiktif belaka, mohon bijak dalam berkomentar... 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zia Ni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 17 Pelaku Pertama Tertangkap
"Kita harus pergi ke arah sana," kata Jaka sambil menunjuk ke suatu arah.
Tak lama kemudian, ke 4 kaum adam itu pun menyusuri hutan kembali dengan bantuan penciuman Jaka. Selama puluhan menit berjalan kaki, sampailah mereka di sebuah kebun berpagar bambu.
"Lo Le, kamu mau kemana?" Pak Bambang berusaha mencegah Jaka yang akan masuk ke dalam kebun berpagar itu.
"Saya mau masuk ke dalam, Pak Polisi. Di dalam ada petunjuk yang bisa kita temukan," ucap Jaka mantap.
"Saya tahu maksud kamu, Le. Tapi kita tetap harus berhati-hati karena sama saja kita ini masuk wilayah orang tanpa ijin. Biar saya dulu yang masuk untuk memeriksa keadaan."
Dengan hati-hati Pak Bambang pun masuk ke dalam kebun itu. Sepasang matanya yang jeli melihat ke sekitar. Setelah dirasa kebun tersebut tidak ada siapa-siapa, polisi itu segera keluar untuk memberitahu yang lain.
Begitu masuk kebun, Jaka kembali mengendus-endus, yang tak lama kemudian dia berhenti di suatu tempat.
"Silahkan gali tanah ini. Di sini tersimpan sesuatu," ucap Jaka dengan nada memerintah.
Dengan segera, Pak Bambang, Pak Satria dan Supri pun mengorek tanah itu dengan patahan dahan, yang tak lama kemudian nampaklah kain lusuh berwarna kecoklatan yang membungkus sesuatu.
Langsung saja Pak Bambang mengenakan sarung tangan sebelum mengambil kain tersebut dan setelah bungkusan dibuka ternyata isinya sebilah golok, HP dan sebuah kartu SIM yang sudah dipatahkan.
Sesudah merapikan tanah bekas galian, ke 4 laki-laki itu pun segera meninggalkan lokasi lalu kembali menuju ke Desa Suka Makmur dengan membawa barang temuan mereka.
*
Sekarang ini, tampaklah keluarga Jaka, Pak Satria dan Supri sedang memperhatikan Pak Bambang yang mencoba menghidupkan HP yang tidak ber kartu itu.
Setelah memencet bagian on, menyalalah HP tersebut dan wallpapernya menampilkan gambar seorang perempuan cantik, yang tak lain adalah Murni.
Tak berapa lama, polisi itu pun lanjut membuka galeri yang di dalamnya tersimpan banyak foto-foto Murni yang berfoto sendirian maupun dengan orang lain.
"Trimakasih banyak ya Jaka, karena berkat bantuanmu kita bisa mendapatkan barang bukti yang sangat penting," kata polisi itu dengan perasaan sedikit lega karena sempat menemui jalan buntu dalam menangani kasusnya Murni.
"Ini semua sebenarnya kan dari khodamnya Mbah Wongso, Pak. Saya hanya sekedar menjadi medianya saja," sahut Jaka merendah.
"Tapi kamu juga tetap ikut berjasa, Le. Kalau bukan kamu yang dipilih oleh khodamnya Mbah Wongso, tidak mungkin kita bisa menemukan barang bukti sepenting ini."
Malam harinya...
Di saat kedua orang tua Jaka sedang tidur nyenyak, Jaka malah keluar kamar dengan pelan lalu melangkah menuju pintu depan rumah.
Setelah menutup pintu kembali, bocah laki-laki bertubuh tinggi itu pun nampak berjalan membelah malam yang lumayan berkabut dan dingin menusuk tulang tanpa rasa takut sama sekali.
Sementara itu, di tempat yang agak jauh, terlihatlah arwah Murni sedang mengawasi Jaka tanpa berani mendekat karena di dalam raga bocah itu bersemayam sosok gaib yang berkekuatan besar.
Seolah sudah tahu kemana tujuannya, Jaka terus melangkah dengan pasti sekalipun melewati area hutan.
Khodam yang ada di dalam tubuh Jaka membawa bocah itu ke tempat yang tadi siang mereka datangi, yakni kebun berpagar bambu.
Sesudah berjalan lebih dari 1 jam, sampailah Jaka di kebun tersebut. Sepasang matanya yang telah berubah menjadi kuning, melihat dengan tajam keadaan sekitarnya sambil mengendus-endus.
Tak berapa lama, sepasang kaki bocah laki-laki itu kembali berjalan namun kini berlawanan arah dengan kebun tadi.
Masih dengan langkah mantap sambil terus mengendus-endus, Jaka terus berjalan hingga sampailah dia di sebuah rumah sederhana.
Sekarang ini, bocah laki-laki tersebut sedang dalam posisi mengintai dengan tangan kanannya membawa patahan dahan yang lumayan besar. Seolah dia sedang menunggu seseorang yang akan keluar dari rumah itu.
Puluhan menit kemudian, muncullah sosok pemuda keluar dari pintu belakang rumah menuju ke pepohonan, yang ternyata hendak buang air kecil.
Dengan gerakan pelan agar tidak menimbulkan suara, Jaka mendekati pemuda itu lalu...
bugh!
Jaka memukul kepala pemuda itu dengan keras menggunakan patahan dahan tadi hingga pemuda tersebut jatuh pingsan.
Sekalipun tubuh bocah laki-laki itu kecil, tapi karena di dalam raganya sudah kemasukan khodamnya Mbah Wongso, Jaka mampu menyeret tubuh pemuda itu sampai ke bagian hutan yang jarang dijamah oleh manusia.
Tanpa jeda sama sekali, bocah laki-laki itu lalu mengikat kuat tubuh pemuda tersebut di batang pohon menggunakan sulur tanaman merambat, dan kemudian menyumpal mulut pemuda itu dengan dedaunan.
Tak berapa lama, dari mulut Jaka keluar suara auman beberapa kali yang memecah keheningan malam dan akhirnya membangunkan pemuda itu.
Pemuda yang bernama Agus tersebut kaget dan panik karena mendapati dirinya terikat dan mulutnya tersumpal.
Rasa kaget dan paniknya semakin bertambah ketika sepasang matanya melihat sosok bocah laki-laki yang sedang berdiri beberapa meter di depannya, yang beberapa waktu lalu menjadi targetnya namun tidak berhasil.
"Dasar laknat! Terkutuk! Kamu tidak pantas disebut manusia dan tinggal di bumi ini!" suara Jaka berubah besar dan serak, dan sepasang matanya yang kuning menatap tajam ke arah pemuda itu.
Agus yang ketakutan meronta-ronta berusaha membebaskan dirinya, namun nihil, usahanya sia-sia. Sungguh berbanding terbalik saat dia ikut menyiksa, merudapaksa hingga membunuh Murni dengan cara yang keji.
Dengan suara menggeram, Jaka mendekati Agus lalu tanpa ampun bocah laki-laki itu menghajar tubuh pemuda tersebut berkali-kali hingga Agus kembali pingsan.
Melihat lawannya tak berdaya, lagi-lagi mulut Jaka mengeluarkan suara auman.
Dari kejauhan, arwah Murni yang menyaksikan salah satu pelaku yang sudah menyiksa, merudapaksa dan membunuh dirinya dengan kejam, dihajar hingga babak belur oleh Jaka, sedikit merasa lega.
Tak berapa lama, arwah Murni pun meninggalkan tempat tersebut dan berniat mencari Supri karena Jaka tidak bisa dibiarkan terus menyiksa Agus.
Dik Supriii! Dik Supriii!
Sayup-sayup terdengar suara arwah Mbak Murni memanggil Supri dari depan rumah bocah itu.
Selama ini arwah Murni memang tidak bisa masuk ke dalam rumah Pak Bedjo, karena saat rumah tersebut dibangun, pondasi rumah itu ditanami semacam jimat oleh Mbah Kung nya Supri yang berfungsi sebagai pagar atau pelindung gaib.