Seorang penjual keliling bernama Raka, yang punya jiwa petualang dan tidak takut melanggar aturan, menemukan sebuah alat kuno yang bisa membawanya ke berbagai dimensi. Tidak sengaja, ia bertemu dengan seorang putri dari dimensi sihir bernama Aluna, yang kabur dari kerajaan karena dijodohkan dengan pangeran yang tidak ia cintai.
Raka dan Aluna, dengan kepribadian yang bertolak belakang—Raka yang konyol dan selalu berpikir pendek, sementara Aluna yang cerdas namun sering gugup dalam situasi berbahaya—mulai berpetualang bersama. Mereka mencari cara untuk menghindari pengejaran dari para pemburu dimensi yang ingin menangkap mereka.
Hal tersebut membuat mereka mengalami banyak hal seperti bertemu dengan makhluk makhluk aneh dan kejadian kejadian berbahaya lainnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zoreyum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wanita Misterius
Keesokan paginya, saat sinar matahari keunguan menyinari hutan magis tempat mereka berada, Raka terbangun dengan sedikit rasa kaget. Cahaya pagi yang aneh, yang terpancar dari pepohonan berkilau, membuat suasana terasa lebih misterius. Dia mengedip-ngedipkan mata, masih setengah tertidur, sebelum menyadari bahwa Aluna sudah berdiri, tampak siap untuk melanjutkan perjalanan.
"Kau sudah bangun duluan?" tanya Raka sambil menguap dan meregangkan tubuh. "Aku baru saja bermimpi aneh... sesuatu tentang monster raksasa dan aku harus menyelamatkan dunia. Konyol, kan?"
Aluna menoleh dengan senyum kecil. "Mungkin itu bukan mimpi. Dunia kita memang penuh dengan monster dan alat magis yang bisa menghancurkan segalanya. Kedengarannya seperti hidup kita sekarang."
Raka tertawa kecil, meski ada sedikit cemas dalam suaranya. "Iya, kalau dipikir-pikir, itu cukup dekat dengan kenyataan." Dia bangkit dan mulai mempersiapkan diri. Fluffernox, yang sedang tidur di atas kepala Raka, berguling dan melompat turun, mendarat dengan gemulai di tanah sambil mendengkur lembut.
"Ayo, Fluffy, kita punya hari yang panjang di depan," kata Raka sambil mengelus kepala makhluk kecil itu.
Aluna mengambil alat dimensi dari sabuk Raka, memeriksanya dengan saksama. "Kali ini, aku akan membimbing kita menggunakan alat ini. Kita tidak boleh salah langkah lagi. Dimensi sihir kuno penuh dengan bahaya, tapi itu satu-satunya tempat di mana kita bisa mendapatkan informasi yang kita butuhkan."
Raka mengangguk, meskipun jelas ada rasa khawatir di wajahnya. "Baiklah, aku percaya padamu. Tapi tolong, jangan sampai kita terlempar ke tempat yang lebih aneh lagi, ya"
Aluna terkekeh kecil, lalu meletakkan tangannya di atas alat dimensi dan menutup matanya. Energi magis mulai mengalir dari tangannya, menciptakan kilatan cahaya di sekitar alat itu. Dia memfokuskan pikirannya pada tujuan mereka—dimensi sihir kuno, tempat yang dipenuhi oleh pengetahuan magis dan kekuatan luar biasa.
Raka memandang dengan kagum saat Aluna melakukan itu. Meskipun dia sering terlihat gugup, ketika menyangkut sihir, Aluna benar-benar menunjukkan betapa terampilnya dia.
"Siap?" tanya Aluna tanpa membuka mata, tangannya masih memegang alat itu dengan erat.
Raka mengangguk, meski dia tahu Aluna tidak bisa melihatnya. "Ya, semoga kita sampai di tempat yang benar."
Dengan satu tarikan napas dalam, Aluna menekan tombol alat dimensi. Cahaya terang langsung melingkupi mereka, dan ruang di sekitar mereka bergetar. Hutan magis tempat mereka beristirahat mulai kabur, digantikan oleh pusaran energi yang melontarkan mereka ke dimensi berikutnya.
---
Di sisi lain, di Kerajaan Eldar, Pangeran Radit dan Rudolf terus mengikuti jejak magis yang mengarah semakin dalam ke hutan. Langit di atas mereka sudah berubah menjadi abu-abu pekat, dan suasana hutan terasa semakin berat dengan kehadiran energi magis yang kuat.
Radit, yang biasanya ceria dan penuh semangat, mulai merasa sedikit khawatir. "Rudolf, kau yakin kita masih di jalur yang benar? Tempat ini mulai terasa... menakutkan."
Rudolf, yang tetap tenang seperti biasa, mengangguk pelan. "Ya, Yang Mulia. Jejak magis Aluna semakin kuat. Kita sudah semakin dekat."
Radit memandangi sekeliling dengan hati-hati. Pohon-pohon besar dengan batang melingkar dan dedaunan yang tampak aneh menjulang tinggi di sekitar mereka. Akar-akar besar yang keluar dari tanah seolah-olah menjulur ke arah mereka, membuat perjalanan semakin sulit. Radit tersandung dua kali hanya dalam beberapa langkah, tetapi dia berusaha menyembunyikan rasa gugupnya.
"Kau tahu," kata Radit tiba-tiba, "aku sudah mulai menyesali semua keputusanku tentang petualangan ini. Harusnya aku tetap di istana, bersantai, mungkin main catur atau... aku tahu, makan kue favoritku!"
Rudolf hanya tersenyum tipis. "Saya yakin, Yang Mulia, bahwa setelah kita menemukan Putri Aluna, Anda akan merasa jauh lebih baik tentang petualangan ini."
Radit mendesah, meskipun dia tetap melangkah maju dengan penuh semangat yang agak dipaksakan. "Aku harap begitu. Aku benar-benar nggak ingin pulang dengan tangan kosong... Lagi pula, aku tidak bisa menghadapi Ayah kalau gagal."
Namun, di tengah percakapan mereka, langkah Radit terhenti ketika mereka mendengar suara gemerisik dari pepohonan di depan mereka. Mata Radit melebar saat dia melihat sebuah bayangan besar bergerak di antara pepohonan. Dia langsung mundur beberapa langkah, wajahnya pucat.
"Rudolf... kau dengar itu, kan?" bisik Radit dengan nada panik.
Rudolf mengangguk, matanya tetap waspada ke arah sumber suara. "Tenang, Yang Mulia. Kita harus tetap waspada. Mungkin ini hanya makhluk hutan lain, tapi kita tidak boleh lengah."
Radit menelan ludah, mencoba menjaga keberaniannya. "Oke, baiklah. Aku akan... tetap di belakangmu. Kau yang maju, ya?"
Rudolf tidak menjawab, hanya bergerak maju perlahan, tongkat sihirnya diangkat siap menghadapi apapun yang muncul. Namun, sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, dari balik pepohonan keluar seekor makhluk raksasa berbulu tebal, dengan tanduk panjang di kepalanya. Makhluk itu memiliki tubuh seperti serigala, tetapi jauh lebih besar, dan matanya memancarkan cahaya hijau.
Radit hampir terjatuh mundur lagi. "O-Oh, tidak! Ini monster lain! Aku... aku akan mundur, oke?"
Rudolf, yang tetap tenang meski situasinya genting, segera merapalkan mantra perlindungan. Cahaya putih muncul di sekeliling mereka, menciptakan perisai yang membatasi gerakan makhluk itu. Makhluk raksasa itu melolong keras, terdengar jelas betapa marahnya ia.
Namun, sebelum mereka sempat bereaksi lebih jauh, suara seseorang tiba-tiba terdengar dari kejauhan.
"Tunggu!"
Radit dan Rudolf sama-sama terkejut mendengar suara itu. Seorang wanita muda muncul dari balik pepohonan, mengenakan jubah penyihir dan memegang tongkat bercahaya. Dia tampak sangat berwibawa, dan meskipun wajahnya penuh ketegasan, ada ketenangan yang memancar dari dirinya.
"Makhluk ini bukan musuh," kata wanita itu dengan tegas. "Dia penjaga hutan. Kalian tidak seharusnya berada di sini."
Radit, yang masih gemetar, dengan cepat mengangkat tangannya. "Maaf, maaf! Kami... kami nggak sengaja masuk ke sini! Kami cuma mengikuti jejak magis... Kau tahu, mencari seseorang!"
Wanita itu menatap mereka dengan penuh kecurigaan, tetapi kemudian memandang Rudolf yang jelas-jelas tampak lebih terlatih dan tenang. "Siapa yang kalian cari?"
Rudolf membungkuk hormat sebelum menjawab. "Kami mencari Putri Aluna dari Kerajaan Eldar. Dia melarikan diri, dan kami mengikuti jejak magisnya ke hutan ini."
Wanita itu tampak terkejut mendengar nama Aluna, tetapi dia segera menyembunyikan reaksinya. "Putri Aluna? Apa hubungan kalian dengan dia?"
Radit, yang biasanya tidak bisa menjaga mulutnya tetap tertutup, langsung berbicara tanpa berpikir panjang. "Aku ini tunangannya! Yah... seharusnya tunangannya, kalau dia nggak kabur begitu saja. Jadi, kami harus menemukannya dan... membawanya pulang."
Wanita itu menatap Radit dengan tatapan dingin. "Tunangannya? Jadi kau Pangeran Radit?"
Radit mengangguk cepat, meskipun dia tampak canggung. "Y-Ya, betul sekali. Itu aku!"
Wanita itu mendesah panjang. "Kalian benar-benar tidak seharusnya ada di sini. Hutan ini penuh dengan bahaya yang tidak bisa kalian bayangkan. Jika kalian ingin menemukan Putri Aluna, kalian butuh lebih dari sekadar keberanian bodoh."