Mengulik kehidupan selebriti di belakang layar. Novel ini menceritakan tentang, Kayla Aruna, selebriti kurang terkenal yang sudah lama berkecimpung di industri dunia hiburan itu harus menerima kritikan pedas dari netizen setelah dia tampil di salah satu program variety show bersama Thaniel Hanggono.
Namun di tengah kontroversi yang menimpa Kayla, tawaran untuk bermain film bersama Thaniel justru datang dari salah satu production house dengan bayaran yang cukup mahal. Kayla yang menerima tawaran itu karena tertarik dengan naskahnya pun semakin banyak menerima hate comment karena dianggap panjat sosial menggunakan nama Thaniel.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yourlukey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Selalu Salah
"Bodoh banget gue, ngapain pakai negur Kayla segala. Udah tahu dia orangnya begitu." Thaniel menggerutu di dalam mobil, sementara di kursi kemudi Nando tampak konsentrasi menatap jalanan, hanya sesekali menatap Thaniel melalui spion tengah.
"Udah tahu Kayla begitu, masih aja dimasukin hati." Nando menimpali.
Thaniel mengerutkan dahi. Egonya semakin terluka. "Kok lo belain dia, sih?"
"Bukan gitu. Lagian Mas Thaniel dapat ide dari mana sih buat nyapa Kayla terus? Kecuali dia nggak benci sama Mas Thaniel. Masalahnya kan dia nggak suka, walaupun kita juga nggak tahu bencinya karena apa."
"Kan gue cuma mau bersikap ramah. Lagian kan kita bakal satu projek, sama-sama jadi peran utama, kenapa dia kesannya malah menghindar? Bukannya semua aktor akan berhubungan baik sama lawan mainnya kalau mau bangun chemistry? Kalau dianya begitu, gue gimana? Kalau chemistry-nya kurang kan kita juga yang bakal dikritik."
Nando mengangguk setuju. Apa yang dikatakan Thaniel itu memang benar adanya. "Saya setuju sih sama Mas Thaniel, tapi akan lebih baik kalau mau bangun chemistry itu, ya, harus natural. Kalau Mas Thaniel selalu ngajak Kayla bicara terus itu kesannya jadi agresif."
"Agresif? Kok gue yang agresif? Kan sebelum ini gue merasa bersalah gara-gara dia dihujat. Emang gue ngelakuin apa?"
Nando tidak menjawab, dia hanya melirik Thaniel melalui spion tengah.
"Kecuali minta dia makan bareng dan jadi guru akting." Thaniel meralat ucapannya setelah mendapat lirikan sebal dari Managernya.
"Boleh nggak saya tanya sama Mas Thaniel?" Nando bertanya seraya menatap jalanan. Mobil yang mereka tumpangi membelah jalanan kota yang kondisi lalu lintasannya cukup lengang.
"Apa?"
"Kenapa, sih, Mas Thaniel gelisah banget sama apapun yang berhubungan dengan Kayla? Padahal kan Mas Thaniel orangnya," Nando menghentikan ucapannya sejenak, melirik Thaniel, kemudian melanjutkan. "Sedikit egois. Nggak mau ngalah."
"Ada-ada aja, deh, pikiran lo. Dulu nuduh gue punya perasaan sama Kayla, sekarang nuduh gue gelisah gara-gara dia. Nggak masuk akal." Sanggah Thaniel.
Nando tersenyum tipis. "Lagian Kayla terus yang dibahas."
"Soalnya," Thaniel menghentikan ucapannya, memilih untuk menelan semua alasan yang ingin dia sampaikan. TIba-tiba dirinya enggan membahas sesuatu yang berhubungan dengan Kayla. "Udahlah, nggak usah ngebahas masalah Kayla lagi. Nanti fitnah lo makin ke mana-mana lagi."
Nando kembali tersenyum, tapi kali ini sedikit lebar.
"Kita cari makan sebentar, tiba-tiba gue laper banget." Kata Thaniel, menyenderkan kepalanya di punggung kursi mobil.
"Mas Thaniel mau makan di mana?"
"Mana aja, yang penting enak."
Nando mengerlingkan bola matanya, tampak berpikir. Setelah menemukan ide, dia mengusulkan. "Ada sih, tapi tempatnya lesehan."
"Nggak papa, yang penting enak."
Setelah Thaniel menyetujui idenya, Nando segera melajukan kendaraannya menuju ke tempat yang dia maksud. Itu bukanlah restoran mewah, tapi juga bukan restoran murahan. Tempatnya bersih dan pelayanannya ramah. Dilihat dari banner yang terpajang di depan restoran, makanan di sana tampak nikmat. Thaniel dan Nando pun segera memasuki restoran itu setelah melepas sepatu mereka. Memasuki sebuah bangunan yang mirip dengan pendopo namun mempunyai area yang luas.
Untungnya mereka tidak mengunjungi restoran itu tepat di jam makan siang, jadi kehadiran Thaniel di sana tidak menimbulkan kerumunan. Meski ada beberapa pengunjung yang meminta foto, itu bukan kendala yang serius.
Sambil menunggu makanan yang mereka pesan disajikan, Thaniel melayani para pengunjung, juga karyawan restoran yang meminta foto. Dia dengan ramah menerima permintaan itu, hingga perhatiannya teralihkan saat dia melihat Kayla datang ke tempat itu. Bukan hanya perhatian Thaniel, tapi juga seluruh pengunjung dan karyawan yang ada di sana.
Jika perhatian Thaniel hanya seputar kebetulan bertemu dengan Kayla di tempat yang sama, perhatian pengunjung di tempat itu justru berbeda karena mereka hanya melihat dari kontroversi yang ada di media sosial.
"Itu Kayla bukan, sih? Yang katanya natap Thaniel judes."
"Gosip yang kemarin beneran?"
"Mereka pasti canggung banget."
"Kan mereka ada film bareng."
"Gue rekam ah, siapa tahu viewers-nya banyak."
Satu-dua dari pengunjung itu bisik-bisik dengan pengunjung lain, sementara sisanya merekam keberadaan Thaniel dan Kayla.
Para karyawan yang awalnya sibuk dengan sesi foto bersama Thaniel dan ada yang sibuk dengan pesanan sontak menatap mereka penasaran. Ingin tahu tentang kebenaran yang selama ini hanya mereka tonton lewat tayangan gosip dan sosial media.
"Eh, Mbak Kayla. Kebetulan banget ketemu di sini. Gimana kalau kita makan bareng sekalian." Nando memecah kecanggungan yang terjadi di antara mereka. Saat Kayla menatap dirinya, dia memberi kode lewat mata supaya menerima ajakannya agar tidak menimbulkan spekulasi liar.
Kayla yang sigap membaca situasi pun menyetujui permintaan Nando. Dia bersama Putri, mantan Manajernya itu pun segera menghampiri Nando dan duduk di sana. Seorang karyawan kemudian menghampiri Kayla untuk menanyakan menu apa yang akan dia pesan.
Situasi yang awalnya canggung pun berubah menjadi terkendali. Pengunjung kembali ke tempat masing-masing karena tidak menemukan sesuatu yang "seru" selain melihat keberadaan selebriti. Meski begitu, masih ada satu-dua pengunjung yang ingin mengabadikan keberadaan Thaniel dan Kayla dari kejauhan.
"Maaf, ya, Mbak Kayla kalau sedikit maksa. Takutnya ada gosip yang aneh-aneh." Nando berkata.
Kayla hanya menyungging senyum di sudut bibirnya. Sementara Thaniel terlihat canggung.
"Emang gosip itu beneran?" Putri bertanya. Seolah hanya dirinya seorang yang tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Meski begitu dia tak kunjung mendapat jawaban karena ketiga orang di hadapannya itu mendadak diam seribu bahasa. Hingga pelayan datang membawa pesanan dirinya dan Kayla.
Suasana di meja makan lengang. Hanya terdengar suara sendok dan piring bertabrakan. Sesekali suara pengunjung lain yang terdengar tidak jelas.
"Emang biasanya secanggung ini, ya? Atau karena ada gue?" Putri kembali bertanya setelah dia merasa tidak tahan dengan suasana yang tercipta.
"Nggak ada biasanya. Ini baru pertama kali." Nando menjawab. Dia lalu meneguk setengah gelas air di hadapannya.
Putri menganggukan kepala. "Oh, gue kira. Bayangan gue terlalu jauh. Kalian kan saling kenal gara-gara kontroversi itu."
Kayla melirik Putri tajam, seolah memberi kode untuk menutup mulut.
"Iya, iya." Kata Putri pada akhirnya. Setelah itu dia tidak bertanya barang satu kalimat pun.
Makan bersama itu selesai dengan canggung. Setelah melakukan transaksi pembayaran mereka keluar dari restoran. Tapi saat hendak mengenakan sepatu, seekor kecoa tiba-tiba muncul hingga membuat Kayla dan Putri teriak bersamaan. Melihat itu, Thaniel dengan cepat melempar kecoa dengan sepatu hak tinggi yang ada di dekatnya. Sayangnya kecoa itu tidak berhasil ditangkap, yang ada hanya hak sepatu itu yang rusak.
"Maaf. Ada masalah apa, Kak?" Salah seorang karyawan datang menghampiri mereka untuk menanyakan alasan mereka berteriak.
"Tadi ada kecoa, Mas. Tapi sekarang udah hilang nggak tahu ke mana. Nggak papa, kok." Nando menjelaskan pada karyawan itu.
Setelah memastikan semuanya baik-baik saja, Karyawan itu melenggang dari hadapan mereka.
"Lo, nggak papa, Kay? Itu kan sepatu keberuntungan dari orang tua lo." Putri bertanya lirih. Seolah ikut bersedih melihat sepatu kesayangan Kayla rusak karena digunakan untuk melempar kecoa.
Saat itu juga, Thaniel merasa bersalah karena telah merusak sepatu Kayla meski dia melakukannya secara tidak sengaja.
"Nggak papa. Lagian sepatunya juga udah butut." Kata Kayla, dia lantas mengambil sepatu itu.
"Sorry. Gue nggak sengaja." Thaniel berkata sungguh-sungguh. Dari nada bicaranya, dia terdengar sangat menyesal. "Gue nggak tahu kalau sepatu itu punya lo."
"Iya, nggak papa." Kayla menjawab singkat. Dia kemudian melangkah ke luar dengan keadaan telanjang kaki.
Tak ingin rasa bersalahnya semakin besar, laki-laki itu pun mengejar Kayla. "Mau beli sepatu dulu? Gue ganti. Nggak mungkin kan kalau lo pulang kayak gini?"
Kayla menoleh ke arah Thaniel. Menatap laki-laki itu untuk meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja. "Nggak usah, nggak papa. Nggak perlu repot-repot. Lagian lo reflek lempar pakai sepatu itu karena gue teriak, kan? Bukan salah lo, kok. Semua orang juga bakal ngelakuin apa yang lo lakuin."
Melihat Kayla menolak dengan tegas tawarannya, membuat Thaniel urung untuk memaksa. Dia takut kalau Kayla akan semakin marah apabila dia bersikeras untuk menggantinya. Dari pada memaksa gadis itu, dia memilih untuk membiarkannya.