Di tengah hujan yang deras, Jane Rydell, melihat seorang pria terkapar, di pinggir jalan penuh dengan luka.
Dengan tanpa ragu, Jane menolong pria itu, karena rasa pedulinya terhadap seseorang yang teraniaya, begitu tinggi.
Hendrik Fernandez, ternyata seorang pria yang dingin dan kaku, yang tidak tahu caranya untuk bersikap ramah.
Membuat Jane, gadis berusia dua puluh tiga tahun itu, dengan sabar menunjukkan perhatiannya, untuk mengajarkan pada pria dingin itu, bagaimana caranya mencintai dan di cintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KGDan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26.
Tengah malam Jane terjaga dari tidurnya, ia mendengar suara rintihan seseorang, seperti sedang kesakitan.
Membuat ia terbangun dari tidurnya, dan memasang telinganya dengan tajam, untuk mendengarkan rintihan kesakitan itu, datangnya dari mana.
Jane menoleh ke sampingnya, ia begitu terkejut melihat Hendrik meringkuk seperti orang kedinginan, sembari bergumam kesakitan.
Bukan!
Lebih tepatnya, ketakutan!
Jane duduk tegak di tempat tidur, memperhatikan suaminya tampak meringkuk ketakutan, dengan tubuh gemetar, dan berkeringat.
"Tidak! Mama... jangan tinggalkan aku, jangan.. tidak! Papa... bangun.. kumohon! tidak.. tidak.. tidakk!"
Suara ketakutan dan isak tangis, terdengar dari gumaman Hendrik, dengan tubuh gemetar.
Melihat keadaan suaminya, Jane dengan cepat meraih tubuh Hendrik, dan memeluknya, lalu menyentuh kening suaminya itu.
"Panas" gumam Jane panik, begitu menyentuh kening Hendrik yang berkeringat.
"Ku mohon... jangan tinggalkan aku.. jangan pergi..." gumam Hendrik lagi, lalu mencengkram tangan Jane dengan kuat, dengan mata yang masih terpejam, dan tubuh gemetar.
"Aku tidak akan pergi, jangan takut.. aku akan selalu di sampingmu" Jane memeluk tubuh Hendrik yang gemetar.
Jane menepuk-nepuk punggung Hendrik dengan lembut, untuk menenangkan perasaan suaminya, yang terlihat begitu ketakutan.
Mata Hendrik masih tetap terpejam, ia terlihat masih tidur dengan mata bergerak-gerak, dan wajah yang pucat.
Jane dengan lembut terus menepuk punggung Hendrik, dan sesekali mengelus punggung suaminya dengan lembut juga.
Jane merasakan tubuh Hendrik perlahan mulai tenang, dengan deru nafas yang mulai teratur.
Sementara tangan Jane, masih di cengkram Hendrik dengan erat.
Apa yang terjadi? apakah kematian orang tuanya, membuat ia mengalami trauma? pikir Jane menatap wajah suaminya, yang masih tidur dengan nyenyak.
Perlahan Jane mengelus pipi Hendrik dengan lembut, ia tidak menyangka seorang pria seperti suaminya, bisa mengalami trauma yang begitu memprihatinkan.
Apakah kematian orang tuanya, terjadi tepat di depannya? pikir Jane lagi, menatap dengan lekat wajah tenang Hendrik, yang terpejam dengan nyamannya.
Jane jadi penasaran, ia ingin mengetahui masa lalu Hendrik, dan ingin mengenal lebih dalam, pribadi seperti apa suaminya itu.
Jane mengelap sisa-sisa keringat Hendrik, yang sudah mulai berkurang, dengan ujung baju tidurnya.
Perlahan Jane tanpa sadar, mendaratkan kecupannya pada pipi Hendrik dengan lembut, ia merasa dadanya di penuhi rasa bahagia, telah menikah dengan Hendrik.
Ia bertekad akan membantu suaminya, keluar dari masalah yang ia hadapi, agar dapat hidup normal, seperti kebanyakan orang pada umumnya.
Walau ia sendiri juga, punya masalah dengan keluarga Papanya, tapi selama ini ia bisa menghadapinya.
Tiba-tiba Jane merasakan tubuh Hendrik kembali menggigil, seperti tadi saat Hendrik mengigau ketakutan.
Jane memeluk Hendrik dengan erat, dan membenarkan letak selimut mereka, untuk menutupi mereka berdua, agar tubuh Hendrik menghangat.
Apakah luka di perutnya, yang membuatnya jadi demam? pikir Jane, teringat akan luka yang di alami Hendrik.
Jane meletakkan kepalanya ke atas dada Hendrik, agar suaminya itu merasakan panas dari tubuhnya.
Tanpa sadar, Jane akhirnya tertidur sembari memeluk tubuh Hendrik.
Dini hari, menjelang pagi jam empat lewat, Jane kembali terjaga dari tidurnya, karena mendengar suara sayup-sayup, dari kamar mandi.
Perlahan Jane bangun dari tidurnya, dan melihat tempat tidur di sampingnya kosong, Hendrik tidak berada lagi di sampingnya.
Jane melihat pintu kamar mandi terbuka sedikit, dan mendengar suara aneh dari dalam kamar mandi.
Perlahan Jane turun dari tempat tidur. Ia merasa itu suara Hendrik. Ia pun melangkah menuju kamar mandi.
Suara aneh itu semakin jelas, dan terdengar seperti suara mendesah tertahan dari seseorang.
Perlahan tangan Jane membuka pintu kamar mandi, dan tampaklah suaminya di depan wastafel berdiri, seraya menunduk meringis, seperti menahan sesuatu yang begitu menyiksa.
Dengan pelan Jane mendekat, ia sempat tertegun melihat wajah memerah Hendrik melalui cermin, dengan mata terpejam dengan erat, menahan rasa sakit, sepertinya pada perutnya.
"Hendrik..." panggil Jane dengan pelan, begitu ia berdiri di belakang tubuh suaminya itu.
Kepala Hendrik reflek terangkat melihat cermin, begitu mendengar suara Jane di belakangnya.
Mata mereka bertemu di dalam cermin, membuat mata Hendrik terbelalak menatap Jane.
Jane melihat wajah Hendrik begitu merona, seperti sedang demam tinggi.
Tangan Jane perlahan terulur, ingin menyentuh lengan Hendrik yang memegang pinggiran wastafel dengan erat.
Tapi tubuh Hendrik tiba-tiba menegang, dan berusaha menghindari Jane.
Bersambung.....