Di sebuah desa di daerah Jawa Barat di era tahun 70 an ketika tarian ronggeng masih mengalami masa jaya,.
Berdiri sebuah paguyuban tari besar yang dipimpin kang jejen.
sanggar tari kang Jejen sangat terkenal bahkan sampai keluar daerah karena penari-penari yang cantik dan ada primadona juga, namanya Dewi berumur 22 tahun, selain cantik ia juga paling pintar menari.
Disitu juga ada penari muda yang baru bergabung bernama sari, ia tidak terlalu cantik tapi ia sombong dan tariannya juga tidak sebagus Dewi jadi ia kurang terkenal.
Sari begitu ambisius, ia akan melakukan apapun untuk memuluskan jalan nya.
Karena ia iri dengan kepopuleran Dewi , sari mencari jalan pintas, ia melakukan pemasangan susuk bahkan susuk yang ia pakai bukan susuk sembarangan.
Susuk itu di dapat nya dari seorang dukun setelah bertapa di sebuah gua yang terdapat makan seorang penari ronggeng.
sari setiap tahun harus menyediakan tumbal seorang lelaki perjaka untuk sosok yang dia sembah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon JK Amelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kematian Ita
Pagi itu Dewi sudah bersiap siap pergi,setelah membantu Emak nya di dapur,ia sudah sepeda nya bermaksud ke tempat Ita.
Dari dalam kamar bapak nya keluar,"Neng, Bapak bagi uang nya,uang bapak sudah habis kemarin."
Dewi menghela nafas panjang,"Pak kan baru kemarin Dewi kasih uang ke bapak, masa uang 10 ribu udah habis dalam satu hari,lagian Dewi sudah tidak punya uang Pak, sekarang kan dari saweran dan bayaran menari cuma dapat sedikit,sudah Pak hentikan kebiasaan judi Bapak."
"Brukh... Bapak mengebrak meja yang ada didekatnya, sampai kopi yang masih panas di meja tumpah,"kamu ngajari orang tua,sudah hebat kamu, berani kamu,"Bapak melotot pada Dewi.
"Ampun pak,bukan seperti itu, Dewi hanya tidak mau bapak membuang uang percuma kasian Emak,coba Emak kerja seharian diladang uang nya diambil bapak buat judi,belum nanti uang Dewi juga bapak ambil,sampai kapan pak."
"swinggg piring berisi singkong rebus melayang ke arah kepala Dewi,Dewi berusaha menghindar tapi pelipis nya terkena sedikit sehingga mengeluarkan darah,"prangg.. suara piring jatuh ke lantai tanah.
"Akhhhh.. "Dewi memegang pelipisnya yang berdarah,Emak berlari dari dapur mendengar suara piring pecah.
Ia terkejut melihat piring pecah di lantai dan pelipis Dewi berdarah,"Aya naon ieu( ada apa ini)Dewi,bapak!"Emak memeriksa pelipis Dewi.
"Ajari anak itu sopan santun sama orang tua,jangan songong( enggak sopan)," bapak masih marah dan menunjuk pada Dewi.
"Aya naon Neng,"( ada apa nak) Emak mengajak Dewi ke dapur dan duduk di bale-bale,"kenapa bisa begini Neng."
"Bapak minta duit lagi mak, Dewi sudah tidak punya duit, duit Dewi udah dikasihkan ke Emak sama bapak semua, sekarang mah semua orang hanya ingin menari dengan Sari, Dewi jarang dapat saweran Mak,tapi bapak maksa Mak, malah lempar piring."
"Dasar gelo,( dasar gila),Emak membersihkan luka dipelipis Dewi.
Terdengar suara di luar Ica memanggil Dewi,sepertinya ia memanggil sambil menangis,"Teh Dewi,Teh Dewi.."
Dewi dan Emak cepat-cepat keluar rumah,walaupun ada Bapak diruang tamu Bapak seperti tidak perduli ada orang yang datang.
"Ada apa ca,"Dewi melihat Ica menangis.
"Ica, ayo duduk dulu,"Emak membimbing Ica duduk di bale-bale didepan rumah.
"Dewi, Emak.. "dengan suara terbata-bata,Ica berusaha menyampaikan sesuatu,"Mak, Ita..itu Ita."
"Iya kenapa Ita,"dada Dewi berdebar-debar mendengar nama Ita di sebut,"coba bicara, ada apa dengan Ita,"Dewi mengguncangkan tubuh Ica.
"Ita.. Ita.. meninggal Teh,"tangis Ica kembali pecah."
Tubuh Dewi seketika jatuh terduduk di tanah,ia seperti tidak percaya,ia masih berusaha mencerna ucapan Ica,"Ita meninggal,Ita meninggal,"Dewi seketika menangis.
Emak memeluk Dewi, berusaha menenangkan,Ica turun dari bale ikut memeluk Dewi berusaha menenangkan Dewi, yang berteriak teriak histeris.
Bapak keluar mendengar tangisan dan teriakkan Dewi," orang mati saja heboh,maot nya maot,geus rek di kumaha keun deui( mati ya mati, mau di gimana in lagi),"tanpa perasaan bapak berkata seperti itu pada Dewi.
Dewi berdiri mata nya merah,ia sudah kesal dengan kelakuan bapak nya jadi marah,"Bapak ini tidak punya perasaan ya,Bapak ini terbuat dari apa hati nya, tega ya bapak ngomong seperti itu,tega bapak,sok rek ngomong naon deui ( silahkan mau ngomong apa lagi),"Dewi menghampiri bapak nya,mata nya nyalang menatap kearah bapak nya.
"Eh Darso,kalau tidak bisa ngomong yang baik,sana pergi, atau nanti saya adukan kelakuan Bapak sama nek Ipah, mau Bapak begitu?"Emak berteriak marah,memanggil bapak hanya dengan namanya.
"Huh,bisa na ngadu wae ( bisa nya cuma ngadu aja) kemudian Bapak pergi sambil meracau.
"Udah ayo Neng kita kesana, Emak juga mau kesana,enggak usah didengarkan perkataan Bapak kamu,"Emak menuntun Dewi untuk duduk lalu ia masuk mengambil beras dimasukkan ke dalam baskom.
"Ayo Neng,kita pergi,kita jalan kaki saja,"Emak mengajak Dewi dan Ica berangkat ke rumah Ita.
Mereka telah sampai didepan rumah Ita,disana sudah banyak yang datang melayat tapi mereka tidak mau masuk, bahkan tidak ada yang mau masuk dan membaca kan Yasin untuk nya.
Dewi,Emak dan Ica masuk, terlihat Emak nya Ita dan Bapak nya duduk didekat jenazah Ita wajah mereka kusut.
"Mak,"Dewi mendekati emaknya Ita,sedangkan Emak nya Dewi langsung ke belakang membantu didapur.
Begitu melihat Dewi dan Ica, Emak Ita langsung menangis dan memeluk Dewi,"Neng, kenapa secepat ini Ita harus pergi,harusnya Emak yang di ambil bukan Ita,biar kan Emak yang sudah tua ini saja yang pergi,kenapa harus Ita,"Emak Niti menangis pilu,apalagi kematian Ita seperti ini.
"Sabar Mak,saya juga tidak percaya tapi semua sudah takdir,kita tidak bisa berbuat apa-apa."Dewi berusaha menghibur Mak Ita,padahal hati sendiri pedih,ia tidak rela Ita meninggal seperti ini.
"Mak Dewi mau ambil wudhu dulu,Dewi mau baca Yasin buat Ita biar dia bisa tenang disana," Dewi melepas pelukan Emak Ita,ia kemudian mengajak Ica untuk mengambil wudhu dan ngaji.
Setelah selesai membaca Yasin, Dewi keluar bersama Ica,ia duduk didepan bersama yang lain,disana ada juga Kang jejen, Kang Azam dan dokter Yuga.
Kang Azam mendekati Dewi," sabar ya,"direngkuh nya tubuh Dewi dalam pelukan nya,Dewi menangis di pelukan Kang Azam.
"Kang, apakah Nek Ipah sudah pulang?"
"Belum Neng, Akang tidak bisa menemukan desa itu."Kang Azam kembali memeluk Dewi menguatkan nya.
Sari yang baru datang kesal melihat Dewi di peluk Kang Azam,ia langsung duduk didekat dokter Yuga sambil menyindir Dewi,"orang lain berduka,eh ini malah asyik pelukan."
Semua yang ada di situ terkejut, termasuk dokter Yuga,"Neng Sari yang paling cantik,Kang Azam cuma sedang menenangkan Dewi,Eneng Sari kalau mau dipeluk,nanti biar di peluk saya gimana,"Dokter Yuga berusaha merengkuh bahu Sari tapi Sari menepiskan nya.
"Enggak mau,aku ingin Kang Azam yang memelukku,"Sari kemudian pergi dari situ menuju ketempat para penari lain.
Menjelang sore jenazah Ita sudah di kubur kan,semua orang yang membantu sudah pulang ke rumah masing-masing,tinggal beberapa orang,termasuk Sari.
Mata Dewi tak lepas selalu memperhatikan sari,ia yakin kematian Ita adalah ulah dari sari.
Kang Azam mengajak Dewi pulang,ia melihat wajah Dewi sedikit pucat,"Dewi,Neng pulang yuk,kamu harus beristirahat lagian kamu juga belum makan."
"Iya kang aku pamit dulu pada Emak Ita,"Dewi beranjak untuk berpamitan,setelah itu,ia menghampiri Kang Azam,tapi ketika ia melihat Sari sedang sendiri Dewi langsung mendekatinya.
"Aya naon maneh( ada apa kamu)?"kata Sari melihat Dewi mendekatinya.
"Heh,aku tahu apa yang Ita alami adalah karena ulah mu kan?Kamu yang mengirimkan santet pada nya,ingat apa yang kamu lakukan sekarang itu akan berbalik padamu nanti nya, camkan itu,"setelah puas mengeluarkan kekesalannya Dewi pergi meninggalkan Sari.
Sari hanya tersenyum sinis,"tunggu saja giliranmu Dewi,aku akan membuat kamu merasakan lebih dari yang Ita rasakan."
Kang Azam terkejut melihat Dewi berbalik dan pergi mendekati Sari,dia khawatir akan terjadi keributan,tapi terlihat Sari hanya tersenyum sinis ketika Dewi bicara.
Ketika Dewi sudah dekat,Kang Azam menanyakan apa yang tadi Dewi katakan pada Sari,"kamu tadi bicara apa sama Sari?"
"Enggak apa-apa Kang,ayo kita pulang kang,aku lelah sekali."
"Ayo,loh pelipis mu kenapa?" ta
"Dilempar piring sama Bapak."
"Masya Allah tega sekali Bapak kamu,sama anak perempuan kok begitu sih,sakit enggak Neng?"
"Udah enggak Kang,paling perih sedikit,tapi nanti juga hilang."
"Ya udah ayo pulang,"Kang Azam naik ke motor diikuti Dewi yang bonceng dibelakang tangan nya dilingkarkan pada pinggang Kang Azam.