Kaina Syarifah Agatha. Gadis cantik yang cerdas. Mengetahui dirinya dijodohkan dengan pria pujaannya. Sam.
Samhadi Duardja Pratama. Pria yang diidolai Kai, begitu nama panggilan gadis itu. Sejak ia masih berusia sepuluh tahun.
Sayang. Begitu menikah. Berkali-kali gadis itu mendapat penghinaan dari Sam. Tapi, tak membuat gadis itu gentar mengejar cintanya.
Sam mengaku telah menikahi Trisya secara sirri. Walau gadis itu tak percaya sama sekali. Karena Trisya adalah model papan atas. Tidak mungkin memiliki affair dengan laki-laki yang telah beristri.
Kai menangis sejadi-jadinya. Hingga ia terkejut dan mendapati kenyataan, bahwa ia mendapat kesempatan kedua.
Gadis itu kembali pada masa ia baru mengenal Sam selama dua minggu, sebagai pria yang dijodohkan dengannya.
Untuk tidak lagi mengalami hal yang menyakiti dirinya. Gadis itu mulai berubah.
Bagaimana kisahnya? Apakah Kai mampu merubah takdirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
is this a dream?
Sam kembali memutar arah mobilnya. Ia tak jadi menyambangi rumah ayah sambung kekasihnya. Hatinya seperti diremas-remas. Sakit, nyeri, sesak.
Ia menggenggam erat kemudi, seakan ingin mematahkannya. Setetes air bening mengalir dari sudut matanya.
"Aarrgh!" teriaknya frustrasi.
Ia pun menghentikan laju kendaraannya di bahu jalan. Ia menangis kencang. Memukul-mukul stir hingga tangannya memerah. Untuk pertama kalinya ia menangisi seorang wanita selain ibunya.
"Hiks ... hiks ...!" Sam tersedu. Kepalanya ia sandarkan ke stir mobil.
Tuk ... tuk ... tuk! kaca mobil diketuk. Sam menoleh. Tampak petugas datang menghampiri. Ia membuka kaca mobil lalu mengusap kasar wajahnya yang basah.
"Selamat pagi, Pak. Maaf, anda terlalu lama berhenti di bahu jalan. Apa ada masalah dengan kesehatan anda?" tanya petugas perhatian.
"Saya tidak apa-apa, Pak terima kasih. Hanya sedikit masalah pribadi," jawab Sam dengan suara serak.
"Sepertinya anda tidak baik-baik saja. Apa perlu saya beri tanda segitiga di sekitaran mobil anda. Atau mau saya bawakan mobil anda?" tanya petugas lagi prihatin.
"Tidak perlu, Pak. Terima kasih. Saya masih bisa sendiri, Mari, Pak!" pamit Sam.
"Sama-sama Pak. Hati-hati di jalan," sahut petugas itu lalu mengatur lalu lintas.
Sam pun mengemudikan lagi laju mobilnya. Satu jam perjalanan ia pun sampai di sebuah apartemen mewek dengan wajah berantakan. Ia memarkirkan kendaraannya di basemen.
Berjalan gontai menuju unitnya. Setelah membuka kode. Ia pun masuk dan menutup pintu yang langsung terkunci otomatis. Sam merebahkan dirinya di atas kasur. Bayangan raut cantik Kai melintas.
Sam mengurut pelipisnya yang mulai sakit. Hatinya masih berdesir, nyeri. Bahkan kini diiringi bulu kuduknya yang meremang.
"Kenapa Kai? Kau kenapa!" teriaknya lagi.
"Kenapa kau tak lagi memujaku. Aku kehilangan dirimu, Kai!" sahutnya lagi bermonolog.
Sam bangkit dari rebahnya. Ia pun ingin mengetahui lebih banyak. Ia pun menelepon seseorang yang ia kenal.
Bunyi telepon terhubung. Lama, baru terangkat. Sebuah suara serak di sana.
"Halo!"
"Jhon. Tolong kamu cari informasi tentang Kaina Syarifah Agatha Dan Trisya Amalia Hermawan. Segera!"
Sam langsung menutup teleponnya. Selama ini ia mempercayai informasi dari Trisya, kekasihnya. Tetapi, sepertinya, semua info itu berbanding terbalik dengan kenyataan yang didapat selama ini.
Sementara di rumah Kai. Gadis itu baru saja selesai mandi. Ia ingin sesekali hang out setelah satu bulan ini berkutat dengan berkas, data dan schedule Sam, atasannya.
"Gue udah dapat gaji. Enggak gede sih. Lumayan lah buat beli baju. Udah lama nggak beli baju di mall," ucapnya bermonolog.
Satu tas slim warna coklat berisi dompet dan ponselnya. Kai memakai Kaos oblong oversize lengan panjang bergambar kartun Donald duck yang marah-marah. Celana jeans belel warna coklat. dan sepatu kets warna putih.
Hanya berbedak dan memakai lipgloss nute. Memakai handbody. Menguncir rambutnya. Ia pun keluar dari kamar.
Ayah dan ibunya ada di ruang tengah. Ia pun menyalim keduanya.
"Ayah, Ibu. Aku pergi dulu ya. Mau jalan-jalan," izinnya.
"Ya, jangan pulang terlalu sore!' ujar Umar memberi izin.
"Baik, Yah. Assalamualaikum!"
"Wa'alaikum salam."
.
Setelah Kai berlalu dengan sepeda motornya. Barulah Umar menepuk kening. Ia lupa memprotes kendaraan yang dibeli putrinya itu.
"Kenapa, Yah?" tanya Arin bingung.
"Ayah lupa menegur Kai soal kendaraannya," jawab Umar.
"Ah, Ibu juga lupa soal itu. Habis selama satu bulan ini, Kai seperti orang lain saja. Kalem dan tak banyak tingkah," sahut Arin keheranan melihat perubahan sifat putrinya itu,
"Oh ya, apa Trisya sudah bangun?" Arin menggeleng.
"Ck, kau terlalu memanjakannya. Bangunkan sekarang atau Ayah yang akan membangunkannya!" titah Umar setengah mengancam.
Dengan berat hati. Arin pun bangkit lalu berjalan ke kamar putri kesayangannya. Sejak Kai lahir. Ia sudah membedakan kasih sayang untuk kedua putrinya.
Trisya lahir dengan serba kekurangan. Walau lambat laun usaha mantan suaminya mulai membaik. Tetapi, Kai lebih beruntung. Lahir dengan gelimang harta tanpa harus lelah mencari.
"Kenapa aku harus iri dengan anakku sendiri?" tanya Arin dalam hati.
Sedang di sebuah bangunan mewah dan besar. Kai sudah turun dari motornya. Gadis itu berjalan memasuki mall terbesar dan terlengkap di kotanya. Ia sengaja berada di lantai dasar, karena barang-barang berkualitas bagus tetapi harga terjangkau ada di sini.
"Mari, Kak! Boleh liat-liat dulu," tawar salah satu pramuniaga.
Pramuniaga itu mengenal Kai, karena berkali-kali membeli outfit keren di tempat ini. Kai masuk toko itu. Beberapa baju kaos dan baju tidur berjejer rapi. Matanya tertuju dengan daster bermotif kepala Doraemon dengan berbagai ekspresi.
"Ini, baru dipajang, loh, Kak," ujar Pramuniaga langsing mengambil barang itu dari manekin.
"Tuh, jahitannya bagus, rapi," lanjutnya sambil memperlihatkan jahitan.
Netra Kai masih mengedar. Sebuah hoddie warna hitam motif Duffy duck. Ia langsung menunjuk. Pramuniaga tersenyum lebar dan langsung mengambil benda yang diinginkan.
"Bungkus ini, Kak?" Kai mengangguk.
"Ini?" Kai lagi-lagi mengangguk.
"Berapa?" tanya Kai.
"Tiga ratus ribu, empat puluh delapan rupiah. Dipotong diskon menjadi. Dua ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus rupiah," jawab kasir.
Usai membayar. Ia pun membawa satu paper bag, melenggang keluar dari toko. Entah kenapa, matanya menuju sebuah toko perhiasan permata. Langkahnya menuju ke sana.
"Mari, Nona. Kami mengeluarkan model terbaru dari berlian berkualitas," jelas pemilik toko mempromosikan dagangannya.
Kai duduk dan menatap deretan perhiasan yang berjejer. Matanya langsung tertuju pada sebuah kalung emas putih dengan liontin batu berbentuk hati. Warna pink dari batu itu menjadi data tarik Kai.
"Ko, lihat yang itu dong," tunjuknya.
Pria itu pun mengambil benda yang ditunjuk Kai. Meletakkannya di punggung tangan. Pria itu tersenyum cerah.
"Cantik banget ini. Pas di kulit kamu," pujinya.
"Oh ya?" pria bermata sipit itu mengangguk.
"Ada model liontin lain nggak?" tanya Kai.
"Ada inisial, S, B, H, M. Hanya itu," jawab pria itu.
"Nggak ada U, K atau A?" pria itu menggeleng.
Kai menghela napas berat. Ia menimbang-nimbang memilih liontin hati ini atau inisial. Ia pun memilih inisial S. Ia tidak menyukai liontin hati itu.
"Pasangin dong Ko," pintanya sambil berbalik.
Pria itu memasangkannya. Semua menatap iri pada keduanya. Ia hanya tersenyum lebar pada pelanggan juga karyawan terlebih pada wanita yang memandangnya dengan cemberut.
"Makasih ya, Ko," pamit Kai. Gadis itu telah membayar kalungnya.
Ia pun pergi ke sebuah food court. Di sana ia memilih makanan Padang. Kai cukup kelaparan hingga mampu menghabiskan porsi besar.
Lelah berjalan. Ia pun pulang. Menaiki motor keluar dari sebuah parkir khusus. Lalu meninggalkan gedung salah satu perusahaan inventaris ayahnya. Jadi notabene mall besar itu adalah miliknya.
Kai sampai rumah. Di sana ia sudah ditunggui Umar dan Sam. Gadis itu cukup terkejut dengan kedatangan pria itu.
"Assalamualaikum," sapanya memberi salam.
"Wa'alaikum salam," balas keduanya.
"Yah," Kai pun menyalim Umar.
"Nggak salim calon suami kamu dulu?" tanya Umar dengan senyum lebar.
Kai sedikit bingung. Ia menggaruk kepalanya yang memang gatal. Umar terkekeh melihat anak gadisnya yang salah tingkah. Sedang Sam hanya menatapnya dengan pandangan entah.
"Sana, mandi. Bau matahari kamu..Oh, ya mana kunci motornya?'
Kai menyerahkan kunci itu.
"Ayah sita ini. Besok kamu diantar Pak Udin!"
"Ayah ...," rengek Kai.
"Tidak ada penolakan, Nona!" Kai langsung mengerucutkan bibirnya.
Sam terkikik geli. Kai menoleh padanya heran. Sam memasang datar kembali wajahnya.
"Oh ya, Ayah sudah memberi ijin pada Sam untuk membawamu makan malam. Sekarang mandi, bau matahari!"
"Ayah ... motornya ...," rengek Kai.
"Satu minggu saja, Nak. Oke," tawar Umar.
Kai pun mengangguk. Ia pun berjalan gontai menuju kamarnya. Di sana ia melihat ibunya berdiri sambil bersidekap.
"Bu," sapa Kai heran.
Arin tiba-tiba memeluknya erat. Menciumnya. Kai terpaku. Ia merasa ini mimpi atau nyata.
bersambung.