kisah seseorang yang berjuang untuk lepas dari perjanjian tumbal yang ditujukan kepadanya karena sebuah kedengkian. Ikuti kisahnya selanjutnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode-17
Fahri merasa geram. Ia bergegas pergi ke pintu depan, lalu mendobrak paksa pintu.
Saat bersamaan, para tetangga melihat aksinya yang tampak marah. "Kamu kenapa, Fahri?" tanya salah seorang diantaranya.
"Kang Danang tidur dirumah ibuku!" ucapnya keceplosan.
Seketika warga yang mendengarnya merasa geram. Mereka mengepung dari pintu belakang dan juga jendela.
Danang dan Ira yang baru terbangun karena kelelahan mencangkul sawah milik wanita zinahnya. Mereka , tersentak kaget karena terdengar suara orang-orang berkerumun dan mengepung rumah.
"Hah, ada apa diluar?" gumamnya dengan rasa penasaran yang tinggi. Ia mengintai dari celah jendela. Alangkah kagetnya ia saat melihat warga sedang mengepung, dan pintu depan didobrak paksa.
Seketika Ira tampak ketakutan dan bergegas memakai pakaiannya, sedangka Danang yang sudah panik ia hanya mengenakan celana da--lamnya saja.
"I-ini bagaiamana?" tanyanya dengan nada gemetar.
"A-aku juga tidak....,"
Braaaak....
Pintu berhasil didobrak. Warga memaksa masuk dan mereka berusaha meringsek ke dalam kamar, tetapi Ira dengan cepat mengunci pintu kamar, lalu membuka jendela yang mana saat ini warga terkecoh memasuki pintu depan.
Secepat kilat ia melompat hanya menggunakan CD saja, namun naas, warga yang masih berada dipintu belakang memergokinya.
"Itu, Dia...!" teriak warga tersebut.
Suara teriakan itu membuat warga mengejar Danang yang berusaha kabur.
Pria itu menjadi amukan warga. Beberapa orang yang sedang melintas, ikut menghadangnya. Karena panik ia tidak menyadari adanya batu yang menyembul dijalanan gang, dan...
Braaaaak....
Ia tersandung, lalu terjatuh tengkurap dengan luka lecet.
Seketika warga mengamuk massanya. Ia mendapatkan beberapa bogem mentah dan membuat wajahnya lebam dan membengkak.
Kejadian itu dilerai oleh Pak RT dan nyawanya masih terselamatkan. Seketika ia dibawa ke balai desa denga cara diarak. Sementara itu, Ira juga dipanggil oleh Pak RT, lalu Kades juga datang untuk melakukan putus perkara dalam kasus tersebut dengan didamping polsek setempat.
Dari kejauhan. Istri Danang yang mendengar kabar tersebut datang untuk menyaksikan apakah benar berita yang sedang didengarnya itu.
Melihat kondisi suaminya yang babak belur dan hanya menggunakan CD saja, membuat hatinya miris.
Ia berjalan dengan hati yang panas dan menyibak kerumunan yang menghalangi jalannya.
"Saudara Danang! Sudah berapa kali anda melakukan perbuatan nista ini?!" tanya seorang tetuah desa.
"Baru 4 kali, Pak," jawabnya dengan kepala menunduk.
"Huuuuh....," sorak para warga sembari melemparnya dengan botol kosong dan perasaan mereka sangat kesal.
"Sudah, Pak, nikahkan saja mereka! Biar puas mau nganu, tanpa mencuri seperti ini!" ucap salah seorang warga.
"Iya, apalagi berzinah, dan tentu saja nantinya kampung ini akan terkena musibah karena perbuatan kotor mereka!" warga lainnya terus menghasut.
"Danang, kalau kamu memang mencintainya, lebih baik kamu menikahinya!" ucap Pak Kades dengan suara yang setenang mungkin, agar warganya tidak terpancing.
"iya.. iya...," suara-suara warga lainnya terdengar menggema, dan menyetujui usul tersebut.
"Tetapi aku memiliki istri dan anak, maka aku tidak berniat untuk menikahinya!"
"Dasar, Kau! Enaknya saja mau, tapi menikahiku tidak mau!" ucap Ira kesal.
Danang tersenyum sinis. "Aku tidak memaksa, tetapi kamu yang memberinya suka rela!" jawab Danang dengan sangat santai.
"Dasar kau wanita, Jalang!! Aku menuntut ganti rugi atas perbuatan tidak menyenangkan karena kau telah merusak rumah tanggaku!" ucap Ita dengan tiba-tiba dan itu membuat semua warga menoleh padanya
Seketika Fahri tercengang. "Hei, enak saja, Kau! Aku juga dapat membuat laporan atas perbuatan suami brengsekmu!!" ucap pria itu dengan sangat kesal.
Tetapi Ita tak mau kalah. Ia terus menggaungkan ganti kata ganti rugi tersebut.
Permasalahan ini semakin memanas, dan dua belah pihak tidak ada yang mau mengalah, mereka masih tetap dengan pendirian masing-masing.
Setelah dilakukan musyawarah, maka Ira harus menandatangani perjanjian tertulis diatas materai dengan jumlah yang diminta Ita sebesar 2 juta rupiah.
"Fahri sangat kesal. Kedatangannya untuk meminta bantuan acara malam sedekah, akhirnya kandas sudah.
*****
Sssssshhhhsss....,
Suara seperti desisan seseorang yang tampak begitu mengerikan.
Braaaaak....
Tiba-tiba satu sosok mengerikan muncul dihadapan Munah yang saat ini sedang sendirian. Sementara itu, Wardah masih dalam menuju perjalanan pulang.
"Emmmm, emmmm...," Munah berusaha berteriak, tetapi pintu yang terkunci membuat suaranya tertahan, apalagi saat ini warga sedang beramai-ramai ke balai desa untuk menyidangkan kasus yang menimpa Ira.
Tampak satu sosok bertubuh tinggi besar dengan tubuh berkulit hijau sedang mengintainya dan jarak mereka sudah sangat dekat.
Taaaaaap....
Sebuah tangkapan tepat dipergelangan kaki Munah. Lalu sosok itu menyeret wanita lumpuh tersebut ke luar dari kamar dan melemparkannya sembarang arah.
Buuuuugh....,
Munah terlempar kelantai dan ia mengerang kesakitan.
"Emmmmm...., emmmm...," erangnya dengan berusaha bangkit, tetapi sayangnya ia sedang dalam kondisi stroke.
Sesaat ia menghampiri Munah yang sudah sangat kepayahan, lalu mencengkram pergelangan kaki Munah hingga terdapat bekas lebam membiru.
Munah kembali meringis kesakitan, tetapi sosok itu tak merasa iba sedikitpun.
Ia kembali menyeret tubuh Munah dengan sangat mudahnya.
"Emmmm.... ,emmmm..." erangan Munah semakin jelas, dan...,
"Traaak...traaaak...
Sepertinya suara pintu dibuka. Secepat kilat sosok itu menghilang entah kemana.
Kreeeeek...
Suara pintu dibuka, dan.tampak Wardah berada diambang pintu.
"Astaghfirullah...," serunya dengan wajah kaget. "Ibu, ngapain sampai kemari! Buat susah saja!" omelnya dengan kesal. Ia bingung bagaiamana caranya membawa sang ibu mertua kedalam kamar, sebab tubuh Munah jauh lebih besar dari tubuhnya.
Dengan mendengus kesal, ia akhirnya menyeret tubuh sang ibu mertua dengan nafasnya yang tersengal.
Setelah tiba dikamar, ia menyelimuti sang ibu mertuanya, tetapi ia dikejutkan oleh bekas luka lebam yang terlihat sangat banyak.
Wanita itu mengerutkan keningnya. Ia merasa jika ini seperti sebuah cengkraman yang sangat kuat.
"Bu, siapa yang membuat ini?" tanya Wardah, sembari menunjukkan bekas luka tersebut.
Munah hanya diam.saja. Ia merasakan kakinya sangat sakit dan perlahan ia menitiskan bulir bening disudut matanya.
"Bu, jangan playing victim-lah. Aku tidak ada memukulmu, dan jangan mengadu hal yang aneh pada Bang Amdan," ucapnya dengan kesal.
Munah merasakan jika otot tubuhnya terasa sangat kaku, bahkan bagian tubuhnya yang kanan yang beberapa hari lalu dapat digerakkan, kini harus kaku dan tubuhnya terassa sangat berat.
"Emmm....," Munah meringis kesakitan. Tubuhnya bagaikan ditu-suk ribuan jarum yang sangat menyiksanya.
"Bu, kamu ini kenapa, sih? Aku gak ngerti apa yang ibu maksud!" ucapnya semakin kesal. "Aku bisa strees jika menghadapi ibu setiap saat!" omelnya dengan semakin kencang.
Wardah mencari salep penghilang luka lebam, agar luka itu segera tersamarkan. Ia tidak mau jika suaminya nanti mengira ia yang melakukan kekekerasan tersebut.
Sukses trs tuk semua Novel-novel nya. sllu Sehat Wal'afiat untuk Mu Beserta Keluarga 🤲 Aamiin 🤲
Terakhir di akhir Novel ni sdh aku beri Like + Hadiah Bunga + Vote yaa Akak Cantik 😘
akhirnya Bu Ira meninggoi 🤦🤦🤦
mkne jgn kyk gtu
hadehh klo nanti mati juga lama2
Novel bagus,ada makna di dalamnya yg bisa jadi pelajaran buat kita.
Selalu bersyukur dg hidup kita,jangan iri dg hidup orang lain.