Tumbal Musuh
"Munah....," suara serak nan lirih yang terdengar dari kejauhan memanggil namanya.
Wanita paruh baya itu mengusap-ngusap telinganya yang mana suara panggilan berulang itu seringkali ia dengar selama beberapa minggu ini.
"Amdan, Am...,kemarilah!" teriaknya dengan mimik wajah ketakutan.
Amdan, seorang pria beristri dengan satu orang yang merupakan anak bungsu dari Munah dan yang selama ini merawatnya dengan begitu baik meskipun Munah memiliki kekurangan dalam hal.
Munah orang yang buta huruf, namun nilai uang ia masih mengerti. Bahkan Munah mengalami sedikit depresi, sehingga ia harus mendapatkan perhatian lebih. Akan tetapi satu kelebihannya, ia memiliki wajah yang cantik.
Amdan setengah berlari meninggalkan warung sembako yang dibangunnya didepan rumah.
"Ada apa, Bu?" tanyanya dengan nada setenang mungkin.
"Tadi ada yang memanggil ibu, dan itu, tadi dibalik jendela ada yang seperti mengintai ibu," tunjuknya pada jendela kaca yang mana masih terbuka tirainya.
Amdan berjalan menghampiri jendela, lalu menutup tirai dengan cepat.
"Tidak ada siapa-siapa, Bu. Kalau hari sudah gelap, tirainya jangan lupa ditutup," Pesan Amdan dan berusaha sesabar mungkin menghadapi ibunya.
"Tapi tadi benar, ada seseorang yang bertinggi besar warna hijau disana," Munah kembali meyakinkan putera bungsunya.
Amdan menghampiri ibunya, lalu menarik selimut dan menutupi setengah tubuh wanita yang melahirkannya, sebab mereka tinggal didaerah perbukitan, dan jika dimalam hari udara sangat dingin.
"Ya sudah, Amdan temeni tidur," ucapnya, lalu duduk disisi sang ibu.
Munah menganggukkan kepalanya, ia mencoba memejakan matanya, kehadiran buah hatinya membuat ia merasa tenang. Munah memiliki 5 orang anak. Tiga laki-laki dan dua perempuan, namun ia merasa betah tinggal dengan si bungsu, karena hanya itu yang mampu membuatnya senang.
Perlahan Munah mulai mengantuk, lalu tertidur. Melihat sang ibu tertidur pulas, Amdan keluar dari kamar dan tak lupa menutup pintu dengan sangat hati-hati, takut jika sang ibu terbangun kembali.
Wuuuuuusssh....
Desiran angin berhawa panas menerpa tengkuknya. Lalu seketika ia merasa meremang dan punggungnya serasa menebal.
Amdan terdiam sejenak, lalu menyapu pandangannya kesekitar rumah, dan tak ada sesiapapun disana.
"Am, beli rokok!" suara Udin yang berada didepan rumahnya.
"Ya, bentar," sahut pria bertubuh tinggi tersebut, lalu bergegas keluar dari rumah menuju warung yang berada sekitar lima meter terpisah dari rumah.
"Munah...," suara bisikan itu kembali terdengar dengan begitu nyata. Seketika wanita itu membuka matanya dan melihat tirai jendela berkibar tertiup angin, sedangkan diluar tidak ada angin yang berhembus.
Ia menarik selimut dan mencoba menghampiri jendela yang mana tirainya tertiup angin. Terlihat dibaik jendela sosok mengerikan yang bertubuh tinggi berwajah seram dengan kulitnya yang berwarna hijau.
"Hah," ia berjalan mundur dan berlari ke arah pintu, lalu membukanya dengan cepat.
"Am, Am.... Tolong ibu!" teriaknya dengan kencang sembari berlari menuju ke arah warung yang mana disana ada beberapa pemuda yang sedang duduk sembari bergitar dibangku kayu yang sengaja dibuat oleh Amdan untuk para remaja nongkrong sembari minum kopi yang diracik oleh Amdan, dan mereka merasa betah.
Teriakan Munah membangunkan sang menantu yang baru saja tertidur. Wardha yang baru saja terlelap akhirnya harus kembali membuka matanya dan keluar kamar untuk melihat apa yang terjadi.
Ia yang mengetahui jika ibu mertuanya memiliki gangguan depresi semenjak masa pacaran, harus menerima semua yang ada.
"Ada apa lagi, Bu?" tanya Amdan, lalu menghampiri sang ibu dan menggiringnya masuk kedalam rumah agar tak menimbulkan keributan.
Sedangkan Wadha juga membantu suaminya membawa sang mertua masuk ke dalam rumah.
"Am, a-ada hantu, disana," ucap Munah dengan terbata dan wajahnya yang memucat.
"Ah, ibu ada-ada saja. Ya sudah, kalau takut tidur dengan Wardha saja malam ini," usulnya. Ia tahu jika sang istri keberatan, sebab ia pastinya akan terganggu tidur, namun Amdan tak punya pilihan, sebab ia harus menjaga warung, karena dari situ tempat mereka mengais rezeki.
Dengan berat hati Wardha menyetujuinya, dan masuk ke dalam kamar dengan wajah masam.
Melihat sang ibu kembali tenang, Amdan bernafas lega, lalu kembali ke warung dan berjualan untuk memasak mie pesanan para remaja yang sejak tadi masih nongkrong.
Wardha menatap sang ibu mertua yang tidur dilantai beralaskan kasur tipis yang biasanya dijadikan tempat tidur oleh Amdan, sebab kasur springbed mereka sudah tidak lagi muat untuk bertiga karena putera mereka yang berusia empat tahun sangat lasak jika tidur.
Wardha ingin memejamkan matanya yang sejak tadi sudah sangat terasa berat. Namun sang ibu mertua tampak gelisah dan sesekali bamgkit, lalu tidur kembali.
Wanita itu tak lagi dapat menahan rasa kantuknya, sebab ia sangat lelah dan membiarkan sang ibu mertua mengoceh tak jelas.
********
Kukuruyuuuk....
Terdengar suara ayam jantan berkokok dan membangunkan Wardha yang tertidur pulas. Ia mengerjapkan kedua matanya yang masih terasa kantuk. Ia melihat ke bawah kasur, tidak ada Amdan disana, hanya ibu mertuanya yang masih mendengkur, sepertinya ia tak menyadari sejak kapan wanita itu tertidur.
"Apa bang Amdan tertidur diwarung?" gumamnya, sembari menyingkap tirai jendela, lalu mengamati pintu warung yang tertutup, tetapi ada dua orang remaja yang masih belum juga pulang dan sedang bermain phonsel, sebab diwarung mereka ada menyediakan wifi gratis, sehingga mereka betah berlama-lama disana.
Ia kembali menutup tirai, lalu beranjak turun untuk perginke kamar mandi. Saat bersamaan, ibu mertuanya terbangun dan hampir saja membuatnya kaget.
"A, ibu. Ngagetin saja," ucap Wardha dengan kesal.
"Ibu mau ke kammar mandi," ucapnya dengan cepat.
"Ya sudah, ayo. Jangan sampai biang air dilantai, aku capek membersihkannya," omel Wardha lagi.
Munah tak menjawab, namun ia berusaha bangkit dari tidurnya dan menuju ke kamar mandi mendahului menantunya.
"Aaaaaaarrgh....," teriak Munah dengan kencang.
Braaaaaaak...
Terdengar suara orang terjatuh dilantai kamar mandi. Wardha bergegas masuk ke dalam kamar mandi dan mendapati Munah tergeletak dilantai dengan meringis kesakitan.
"Bu...," teriak Wardha dengan panik.
Teriakan Wardha yang tak kalah kencang membangunkan Amdan yang sedang tertidur pulas.
Sedangkan dua remaja yang tadi nongkrong dibangku kayu sudah kembali pulang.
Amdan bergegas masuk kedalam rumah melalui kunci cadangan. Lalu berjalan menuju suara gaduh dikamar mandi.
Ia melihat dua wanita yang sama ia cintai sedang terlihat panik dikamar mandi.
"Ibu kenapa, Dik?" tanya Amdan panik.
"Kpleset mungkin, Bang?" Jawab Wardha yang berdiri tanpa melakukan apapun.
"Biarkan ibu bangkit sendiri, takutnya nanti stroke jika dibantu," Amdan mencoba menjaga ketenangannya.
Namun lama mereka menunggu, tak ada tanda-tanda sang ibu akan bangkit sendiri. Seketika Amdan bergegas menghampiri sang ibu.
"Bu, ibu bisa bangkit?" tanya Amdan dengan rasa khawatir.
"Sakit," tunjuknya pada pergelangan kakinya yang terlihat lebam seperti cengkraman sebuah tangan yang memiliki jemari yang sangat besar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
William Steven
knp kau membuat begitu
2024-09-12
0
🏖⃟⃞🌺 _᩸ _ᷢ
knp y orang yg buta huruf justru lebih pintar dlm hal uang?
2024-06-30
0
✪⃟𝔄ʀ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶ☕☕☕
hai kk AQ ikut nimbrung di kry ini yah
2024-06-22
0