Baru satu minggu Khalisa kehilangan pria yang menjadi cinta pertamanya, 'AYAH'. Kini dia harus menyaksikan Devan, sang tunangan selingkuh dengan Viola, kakak kandung Khalisa.
Belum juga selesai masalahnya dengan Devan dan Viola. Khalisa dibuat pusing dengan permintaan Sonia, kakak sepupu yang selalu ada untuk Khalisa, setiap gadis itu membutuhkannya. Sonia meminta Khalisa menggantikannya menikah dengan Narendra, pria yang sudah selama tiga tahun ini menjadi kekasih kakak sepupunya itu.
Sedangkan hati Khalisa mulai jatuh pada sosok Abian, dosen pembimbingnya yang sering memberikan perhatian lebih.
Bagaimana Khalisa menghadapi kerumitan hidupnya setelah di tinggal pergi sang ayah?
Apakah Khalisa menyetujui permintaan Sonia?
Yuk simak ceritanya di 'Selepas Cinta Pertama Pergi'
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17. Permintaan Sonia
Seperti janjinya pada Narendra, sore ini Khalisa pulang ke kediaman paman Kamal. Kehadirannya disambut dengan riang oleh Darel, sang adik sepupu.
"Kak Ica, kebetulan sekali Kakak datang. Kakak menginap kan?" tanya Darel begitu pemuda itu membukakan pintu rumah untuk Khalisa.
"Darel, biarkan kakak kamu masuk dulu." tegur bibi Ananda dari dalam rumah. Dia sudah menunggu keponakan suaminya itu datang, begitu Sonia memberitahu bahwa Khalisa akan menginap malam ini.
"Kak, aku butuh bantuan Kakak." ucap Darel berbisik. Padahal hanya mereka berdua yang ada didepan pintu sekarang ini.
"Bantuan apa? Kita bicara di dalam. Ok!" balas Ica ikut memelankan suaranya sambil mengedipkan sebelah mata.
"Ok! Kak Ica memang yang terbaik." ucap Darel senang, sambil mengandeng sang kakak masuk kedalam rumah.
"Bagaimana kabar kamu sayang?" tanya bibi Amanda, begitu Khalisa mendekat untuk mencium punggung tangan wanita paruh baya tersebut.
"Seperti yang Mama tahu." jawab Khalisa.
"Mama ikut sedih waktu Karlina datang dan menceritakan kelakuan Devan. Yang buat Mama semakin sedih, mengapa Viola?" ucap bibi Amanda.
"Ica tidak apa-apa Ma. Ica justru bersyukur lebih cepat mengetahuinya. Dari pada setelah kami menikah." balas Khalisa. Setelah dia berpikir, inilah yang Khalisa simpulkan. Dia dan Devan tidak berjodoh. Masalah Viola, Khalisa juga akan bicara dengan kakaknya itu nanti.
"Mama senang kamu menyikapinya dengan dewasa. Mama yakin, kamu akan mendapatkan pria yang baik, yang pantas menjadi suami kamu kelak." ucap bibi Amanda sambil memeluk Khalisa.
"Aamiin." ucap Khalisa mengaminkan doa bibi Amanda.
"Papa sudah menunggu kamu sejak kemarin." ucap bibi Amanda, setelah dia memeluk keponakan suaminya itu.
"Maaf ya Ma. Dua hari ini Ica masih memenangkan diri." jawab Khalisa beralasan.
"Tidak apa-apa. Kamu berada di tangan yang tepat." balas bibi Amanda yang tahu Khalisa dijaga Rendra.
"Kamu masuk kamar sana! Bersih-bersih dulu, setelah itu baru temui Papa. Beliau juga baru pulang." ucap bibi Amanda. Khalisa mengangguk lalu mencium kedua pipi bibi Amanda sebelum berjalan masuk ke kamarnya.
Dibelakang Khalisa, tampak Darel mengikuti gadis itu hingga sang kakak sampai di depan pintu kamar yang biasa Khalisa tempati jika menginap di kediaman paman Kamal.
"Kak Ica tunggu!" ucap Darel menahan langkah Khalisa.
"Ada apa?" tanya Khalisa setelah dia berbalik sambil menunggu sang adik mendekat.
"Darel mau pinjam mobil." ucap Darel.
"Jadi ini yang kamu bilang butuh bantuan Kakak? Mau kemana? Sama siapa?" tanya Khalisa menyelidik.
"Wih nanyanya borongan." balas Darel.
"Adik kakak yang paling tampan ini mau ke acara ulang tahun teman Kak." jawab Darel.
"Lalu?" tanya Khalisa lagi. Biasanya adik satu-satunya ini paling anti bawa mobil, karena macet.
"Hehehe, Darel janji jemput teman juga." jawab Darel.
"Teman cewek?" ucap Khalisa menebak. Darel mengangguk.
"Ya udah Nih! Sekalian tolong isikan bensin" ucap Khalisa sambil memberikan kunci mobil dan beberapa lembar uang pada Darel.
"Sisanya buat kamu traktir cewek kamu jajan." ucap Khalisa lagi.
"Kak Ica memang yang terbaik. Tidak pelit seperti...." Darel tidak meneruskan ucapannya. Matanya melirik pada Sonia yang sedang berjalan kearah mereka.
"Tidak pelit seperti siapa?" tanya Sonia sambil berkacak pinggang.
"Seperti Kak Nia, wek." jawab Darel sambil berlari menjauh.
"Anak itu." ucap Sonia mengomel.
Setelahnya, Sonia mendorong Khalisa untuk masuk ke dalam kamar. Tidak lupa dia menutup pintu lalu menguncinya.
"Ada apa Kak? Kenapa pintunya dikunci?" tanya Khalisa heran.
"Kakak ingin bicara sama kamu. Penting! Jangan sampai mama dan yang lainnya mendengarkan." jawab Sonia yang memang sudah menunggu kedatangan Khalisa sejak siang tadi.
Khalisa duduk di ujung tempat tidur. Jujur dia lelah dan ingin segera membersihkan diri. Tapi dia tidak bisa mengabaikan permintaan Sonia.
"Ca, kamu sayang sama Kakak, kan?" tanya Sonia. Khalisa mengangguk.
"Kamu juga sayang mas Rendra, kan?" tanya Sonia lagi.
Kali ini Khalisa diam. Dia tidak tahu kemana arah pembicaraan kakak sepupunya ini. Khalisa takut Sonia tahu tentang pernyataan cinta Narendra tadi pagi kepadanya.
"Ca! Kamu sayang mas Rendra, kan?" ulang Sonia pertanyaannya.
"Sayang sebagai kakak." jawab Khalisa akhirnya.
"Iya Kakak tahu. Karena itu Kakak ingin bicara sama kamu." balas Sonia.
Bukan senang, Khalisa semakin takut Sonia tahu tentang dia dan Narendra yang ber cium an. Bahkan... Khalisa merapatkan kerah kemejanya. Ada jejak yang Narendra tinggalkan disana. Cium an pagi tadi, Narendra sedikit liar. Dan anehnya, Khalisa tidak bisa marah. Dia terbawa perasaan pernyataan cinta Narendra. Andai saja Wildan tidak mengetuk pintu mengingatkan Narendra untuk meeting. Mungkin dia dan Narendra tidak akan berhenti.
"Kakak membuat kesalahan." ucap Sonia sambil menunjukkan test pack dan hasil usg.
Khalisa mengambil kedua benda itu dengan tangan gemetar. Jika Narendra dan Sonia sudah sejauh ini. Lalu apa maksud Narendra menyatakan cinta padanya? Ada rasa sakit yang Khalisa rasakan didalam hatinya.
"Selamat Kak." ucap Khalisa. "Kakak sebentar lagi akan menikah dengan mas Rendra, jadi bukan masalahkan?" ucap Khalisa lagi.
"Itu masalahnya, Ca. Kamu seperti tidak kenal mas Rendra. Jangankan untuk seperti itu. Mencium kakak saja belum pernah dia lakukan." jawab Sonia.
Khalisa rasanya tidak percaya dengan pernyataan Sonia. Mereka sudah lama berhubungan, tidak mungkin tidak pernah bertukar saliva. Dia yang bukan siapa-siapa Narendra saja, pria itu terus mencari kesempatan.
"Bukan mas Rendra ayah dari bayi yang kakak kandung." ucap Sonia.
Lalu siapa ayah bayi itu? Apa itu artinya Sonia menghianati mas Rendra? Apa mas Rendra tahu? Begitu banyak pertanyaan yang hadir di kepala Khalisa, namun lidahnya keluh.
"Tolong gantikan kakak. menikahlah dengan mas Rendra, Ca." ucap Sonia meminta.
Khalisa menggeleng. Dia tidak bisa menjawab permintaan Sonia. Bukan menolak, tapi Khalisa tidak ingin mempermainkan pernikahan. Dia akan menikah, tapi bukan sebagai pengganti. Biarpun Narendra sudah menyatakan cintanya, tapi Khalisa sendiri tidak mengerti dengan perasaannya.
"Ica mau mandi." ucap Khalisa. Dia butuh waktu untuk memikirkan permintaan Sonia.
"Ca! Ica tolong Kakak." ucap Sonia begitu melihat Khalisa masuk ke dalam kamar mandi.
"Ca, jangan sampai kakak melakukan cara lain agar kamu menerima permintaan Kakak." ucap Sonia mengancam.
Khalisa tidak peduli. Sungguh dia merasa sesak dengan semua yang terjadi dalam hidupnya. Khalisa rindu ayah Arsyad. Cinta pertamanya itu yang selama ini membantu Khalisa setiap ada masalah.
"Ayah, Ica butuh ayah." ucap Khalisa lirih.
***
Seperti biasa, tidak ada yang bicara selama mereka menikmati makan malam. Sesekali Khalisa melirik Sonia. Dia belum memberikan jawaban. Sonia sudah menghilang dari kamarnya begitu Khalisa keluar dari kamar mandi.
Panggilan dari bibi Amanda, membuat Khalisa mengabaikan permintaan Sonia untuk sesaat. Khalisa lebih memilih untuk bicara dengan paman Kamal. Karena itu tujuan utamanya datang ke kediaman ini. Tapi justru dikejutkan dengan permintaan Sonia.
"Sonia, Papa ingin bicara." ucap paman Kamal, setelah menghabiskan makan malamnya. Pria itu bangkit dari duduknya.
"Papa tunggu diruang keluarga. Mama dan Ica, kalian juga harus ikut mendengarkan." ucap paman Kamal lagi.
"Papa ingin bicara apa Nia? Kamu membuat kesalahan?" tanya bibi Amanda.
Khalisa melihat ke samping, dimana Sonia berada. Kakaknya memang membuat kesalahan besar. Tapi yang Khalisa lihat, Sonia menggelengkan kepalanya.
"Bukan Nia, tapi Ica." jawabnya.
Deg. Khalisa menatap menyelidik pada Sonia. Apa ini? Mengapa Sonia yakin kalau dia yang membuat masalah. Jika benar, mengapa pamanya tidak bicara apa-apa saat Khalisa bicara tentang Devan.
Tatapan bibi Amanda beralih pada Khalisa, "Benar itu Ca?" tanya bibi Amanda.
"Ica tidak tahu, Ma. Tapi Ica tidak merasa." jawab Khalisa.
"Sonia!" panggil paman Kamal dari ruang keluarga.
"Kamu yang bermasalah Nia. Kenapa kamu lempar ke Ica." ucap bibi Amanda.
Sungguh Khalisa tidak megerti, mengapa Sonia tega menuduhnya yang punya masalah. Apa yang sudah kakak sepupunya lakukan? Apa Sonia memutar balikkan fakta tentang kehamilannya?
"Ayo Ca! Jangan sampai papa menunggu lebih lama lagi." ucap bibi Amanda mengajak Khalisa untuk segera menyusul Sonia yang sudah lebih dulu menemui paman Kamal. Khalisa mengangguk dan mengekor dibelakang bibi Amanda.
Paman Kamal menatap Sonia dan Khalisa bergantian. Khalisa mencoba untuk tenang meski detak jantungnya tak berirama. Khalisa tidak tahu harus menjawab apa jika benar Sonia membalikkan fakta kehamilannya.
"Jelaskan maksud ucapan kamu tentang ini." ucap paman Kamal sambil melemparkan test pack ke atas meja.
"Punya siapa ini Pa?" tanya bibi Amanda yang langsung mengambil test pack tersebut. Jantungnya berdegup kencang kala melihat garis dua di benda pipih itu.
Sonia tampak tersenyum, rencananya pasti berhasil. Khalisa pasti akan mengakui benda itu miliknya. Sonia memanfaatkan kelemahan Khalisa yang rela dirinya yang disalahkan, meskipun bukan dia yang bersalah. Sementara Khalisa berpikir untuk mencari solusi terbaik.
"Sonia! Ica! Milik siapa ini?" tanya bibi Amanda.
"Ica, Ma." jawab Sonia cepat. Khalisa tersenyum, dia sudah menduga Sonia menggunakan cara ini agar dia menerima permintaan kakaknya itu menggantikan Sonia menikah dengan Narendra.
"Benar itu Ca?" tanya bibi Amanda. Khalisa menggeleng.
"Akui saja Ca. Kamu dan mas Rendra, kalian menghianati Kakak." ucap Sonia.
"Ca, Mama tidak menyangka kamu..."
PLAK
...◇◇◇...