Ina meninggalkan keluarganya demi bisa bersama Ranu, dengan cinta dan kesabarannya, Ina menemani Ranu meski masalah hidup datang silih berganti.
Setelah mengarungi bahtera selama bertahun-tahun, Ranu yang merasa lelah dengan kondisi ekonomi, memutuskan menyerah melanjutkan rumah tangganya bersama Ina.
Kilau pelangi melambai memanggil, membuat Ranu pun mantap melangkah pergi meninggalkan Ina dan anak mereka.
Dalam kesendirian, Ina mencoba bertahan, terus memikirkan cara untuk bangkit, serta tetap tegar menghadapi kerasnya dunia.
Mampukah Ina?
Adakah masa depan cerah untuknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13
Pagi datang dengan diiringi oleh cerahnya sang surya. Benar-benar cerah, secerah wajah Ina yang tampak berseri. Semalam, sambil memeluk anaknya, wanita itu tidur dengan sangat pulas, bahkan mungkin bermimpi sangat indah, hingga senyum tak luntur dari bibirnya sampai pagi tiba.
Apa gerangan yang membuatnya begitu bahagia?
“Inaaaaa…!”
Suara teriakan suaminya yang begitu kencang hingga terdengar sampai ke kamar Andri itulah penyebabnya. Karena dia tahu apa yang membuat suaminya berteriak.
Saat masih berada di kamar, Ina yang sedang mengemasi selimut dan alat sholat yang akan dia bawa ke kamar Andri, tersenyum miring. Ide jahil muncul di benaknya.
Sebenarnya bukan ide dadakan. Dari sebelum hari beranjak sore, dia sudah mengira kalau Ranu dan Siska pasti akan minta tidur di kamar itu. Ide itu pun muncul tanpa sengaja saat dirinya sedang menyiangi kangkung di kebun sore tadi.
Di antara rumput-rumput yang bermunculan di sela-sela tanaman kangkungnya, Ina menemukan beberapa batang tanaman pengganggu. Jelatang, tanaman liar berbatang tegak kaku berwarna merah dan tulang daunnya pun merah. Daun berbentuk hati, bagian tepi bergerigi halus, dengan ujung meruncing, serta seluruh permukaan dipenuhi bulu halus.
Tumbuhan jenis ini menimbulkan efek gatal bila tersentuh kulit. Sehingga Ina harus membungkus dua tangannya dengan keresek tebal sebelum mengeksekusikan niatnya.
"Kamu yang merubahku jadi seperti ini, Mas. Maaf karena aku bukan manusia berhati malaikat." gumamnya sambil menatap nanar jelatang yang berada di tangannya.
***
“Na na na hem hem hem sya lala lalaaa..”
Saking bahagia, Ina bahkan memasak sambil berdendang.
“Andri,,,,! sudah siap belum? Ayo sarapan! Nanti terlambat loh!” Ina berteriak memanggil putranya.
“Ibu ihh. Andri kan sudah di sini sejak tadi?” Bocah yang sedang duduk di kursi dengan tas yang sudah menggantung di pundaknya itu merajuk.
“Ehh, iya. Ha ha.. maaf ibu lupa.” Ina tertawa cengengesan.
“Ya sudah buruan sarapan, nanti ditungguin sama Wisnu loh!” Ina meletakkan sepiring nasi goreng dan paha ayam yang kemarin dia bawa dari rumah Bi Hindun. Ina memang sengaja menyimpan ayam goreng yang tinggal sepotong itu, dan tadi sudah dia hangatkan.
“Ibu kelihatan bahagia banget?” Andri tampak penasaran.
“Ada deh..” Ina mengerling nakal.
Ha ha ha
Andri tergelak dengan jawaban ibunya. “Ibu ter the best pokoknya.” Andri mengacungkan dua jempol ke arah ibunya. "Ayo kita selamatkan bumi dari kejahatan negara api!" ha ha ha Andri mengepalkan tangannya ke atas.
Semalam Andri mengetahui apa yang terjadi. Karena saat ayahnya berteriak dengan kencang lalu ibunya tertawa terbahak-bahak, Andri bertanya. Dan mau tak mau Ina menceritakan apa yang telah dia lakukan.
Sebenarnya Ina tidak mau anaknya melihat dia berbuat buruk seperti itu. Tapi sudah kepalang tanggung, Andri sudah tahu semuanya. Akan tetapi Ina tetap menasihatkan pada Andri, agar anaknya itu tetap bersikap hormat terhadap ayahnya.
“Bu, Andri sudah selesai. Andri berangkat sekolah dulu ya, Bu?” bocah itu baru saja selesai mencuci piring bekas makannya di tempat pencucian piring yang ada di dapur. Andri memang anak yang rajin, apapun yang dilakukan oleh ibunya dia bisa mengikutinya.
“Belajar yang pintar ya, Nak.” Ina mengusap pucuk kepala Andri ketika anak lelakinya itu berpamitan seraya mencium punggung tangannya.
Beberapa saat setelah Andri berangkat, tampak Ranu dan istri mudanya keluar dari kamar.
“Jorok..!” cibirnya.
Ina merasa jijik melihat dua orang dewasa yang jam segini baru bangun, bahkan belum membersihkan badan. Entah bagaimana mereka tidur tadi malam. Yang jelas pasti bukan di tempat tidur.
“Kamu mandi duluan gih, Yank!” Seru Ranu pada Siska.
Ina yang semula mau pergi dari sana membalikkan kembali badannya. Suara Ranu terdengar berbeda. Diamatinya dua orang yang berada tak jauh darinya.
“Apa ya yang aneh?” Ina mengetuk pelipisnya dengan ujung telunjuk. Ahh, rupanya…
“Ngapain kalian pake masker?” Pantas saja suara suaminya berbeda. Ternyata memang mulutnya terhalang penutup wajah. “Emang sekarang masih musim covid?” Ina merasa heran.
“Lihat ini!” Dengan geram Siska menurunkan masker dari wajahnya.
“Buahahahaha…” Ina tertawa lepas tanpa bisa ditahan. Wajah Siska terlihat lucu menurutnya. Penuh bentol merah dan luka lecet bekas digaruk. “Muka kamu kenapa?” Tanya Ina dengan suara tawa yang masih berderai.
“Ini pasti ulahmu, kan?” Siska mengarahkan jari telunjuknya ke arah Ina. Wanita itu benar-benar geram hingga wajahnya berubah merah padam.
“Iya." jawab Ina santai. "Enak gak? Pasti enak dong. Ha ha ha…Maaf, sengaja. Ha ha ha” Ina pergi meninggalkan mereka berdua yang pasti sedang memaki dirinya.
“Istri tuamu jahat banget sih Mas?” Suara yang masih bisa didengar oleh Ina. Apa wanita itu peduli? Tidak.
“Na, sarapannya mana?” Ranu yang sudah duduk di meja makan berteriak sebelum Ina benar-benar menghilang.
Ina yang mau pergi ke kebun belakang, membalikkan lagi langkahnya. “Uang belanja mana?” menadahkan tangan ketika telah sampai ke hadapan suaminya yang duduk dengan tudung saji masih berada di tangannya. “Tidak ada uang belanja, tidak ada makanan! Aku sudah bilang kan kemarin?”
Mendengus kesal, Ranu meletakkan kembali tudung saji dengan kasar. “Uang, uang, uang terus..dari kemarin uang saja yang kamu sebut. Apa tidak ada hal lain yang bisa dibahas?” sentak Ranu. Sejak kapan istrinya itu berubah menjadi begitu perhitungan.
Ha ha ha
Ina tergelak merasa lucu. “Kamu aneh deh, Mas. Ya jelas lah uang. Memang belanja bisa dibayar pake daun?” kelakarnya. “Bahkan kamu nikah lagi saja juga karena istri mudamu punya banyak uang.” Lanjutnya
Ranu mengepalkan tangan. Wajahnya merah padam mendengar ucapan Ina.
“Dan kamu!" Ina menatap tajam madunya. "Dengar ya Siska yang cantik jelita tiada tara harum mewangi sepanjang masa. Kalau sekarang suamiku bisa menduakan aku demi kamu, maka suatu saat dia juga bisa menduakanmu, demi wanita yang lebih kaya darimu!”
***
Matahari hampir naik sepenggal. Setelah terus di desak oleh suaminya, akhirnya Ina pergi juga ke rumah Ibu mertuanya. Hari ini adalah hari H 1000 harinya sang ayah mertua.
“Ina!!!” Pekik Bu Rahayu tiba-tiba. Wajan di hadapannya Ina mengepulkan asap pertanda minyak sudah terlalu panas. Bu Rahayu bergegas mematikan kompor. “Ini kenapa ayamnya bisa gosong semua seperti ini?” hardik wanita itu lagi.
“Ehh?” Ina menggaruk tengkuknya. “Kebablasan Bu.” jawabnya seolah tanpa dosa. “Maklum Ina sudah lama gak goreng ayam. Jadi lupa,” lanjutnya.
Bu Rahayu menggeram kesal. Ayam yang di goreng Ina sudah hampir separuh dari jumlah yang dibeli olehnya.
“Terus ini gimana, Bu? Ina lanjut apa tidak goreng ayamnya?” Seperti orang bodoh, Ina bertanya seolah dirinya tidak paham apa pun.
“Sudah sini, biar Ibu saja yang goreng. Nanti kamu buat gosong lagi. Kamu cuci piring sana!” Titah Bu Rahayu.
“Oh, gitu? Iya deh." Ina bergegas beralih dari kompor dan membiarkan posisinya digantikan oleh ibu mertuanya.
“Dasar tidak berguna!” umpat Bu Rahayu.
Ina mengangkat kedua bahunya tidak peduli atas umpatan yang baru saja dia dengar. Beralih posisi di depan tempat perkakas. Piring-piring kotor bertumpuk di sana. Padahal acara belum dimulai, dan yang menggunakan itu pasti baru anggota keluarga saja.
Ina mendengus kesal menatap tumpukan piring-piring itu. Apakah mereka hanya bisa makan saja, bahkan mencuci piring bekas makan sendiri pun mereka tidak mau. Lalu tangan mereka itu gunanya untuk apa? Benar-benar keterlaluan.
“Apa karena aku sudah ada di sini, jadi kalian pikir bisa kembali menjadikan aku sebagai babu gratisan? Oh, tidak semudah itu, Ferguso!”
Seringai licik muncul di sudut bibirnya. Kali ini dia tak kan lagi menahan diri. Sejak datang dia sudah sibuk di dapur. Membuat bumbu dan segala macam. Mereka tiada inisiatif sedikitpun untuk ikut urun tenaga. Malah mereka hanya duduk-duduk saja di depan bermain ponsel masing-masing.
Menuang deterjen banyak-banyak ke dalam baskom kecil. Mengocoknya dengan air dan spons sehingga mengeluarkan busa berlimpah. Sambil berdendang ria Ina memulai pekerjaannya. Satu menit dua menit tiga menit. Semula semuanya baik-baik saja. Hingga sepersekian detik kemudian….
Pyarrr
“Inaaaa!!”
bukannya emang udah pov author ya, walaupun masih ada pov ina sedikit
sudah lupa ya ajaran onel Muzu???