Asmaralda, seorang gadis buta yang penuh harapan menikah dengan seorang dokter. Suaminya berjanji kembali setelah bertemu dengan orang tua, tapi tidak kunjung datang. Penantian panjang membuat Asmaralda menghadapi kesulitan hidup, kekecewaan dan keraguan akan cinta sejati. Akankah Asmaralda menemukan kebahagiaan atau terjebak dalam kesepian ???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meindah88, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.6
Dalam ketenangan malam yang gelap gulita, angin sepoi-sepoi menerpa jendela. Rasa dingin menusuk tulang, membuat Ralda terbangun. Cahaya pagi yang redup mulai menyelinap, masuk mengusir kegelapan. Suara burung- burung kecil mulai berkicau dengan riang, menyambut datangnya pagi yang indah.
" Mas, ponselnya berbunyi," serunya ketika menyiapkan makanan untuk suaminya. Sementara Abrisam saat ini ada di kamar mandi. Ralda bingung, lantaran hp suaminya sejak tadi berdering. Ralda berpikir bahwa panggilan tersebut sangatlah penting sehingga dia berinisiatif mengangkat telepon tersebut.
Tidak lama kemudian, tangan mungilnya menyentuh benda yang sejak tadi berbunyi memenuhi ruangan itu. Ralda menekan asal-asalan tombol tersebut sehingga ia mendengarkan suara lembut seseorang dari seberang.
" Mas Abi, kenapa baru diangkat? Sejak tadi aku nelpon tapi mas abaikan. Hana kesal sama mas.
"Deg..deg," dengan gemetar Ralda menggenggam ponsel suaminya. Suara lembut dari ujung telepon membuat detak jantung Ralda berdebar kencang. Setiap kata yang keluar dari mulut wanita itu penuh makna, hingga menusuk ke dalam lubuk hatinya.
" Mas Abrisam, kenapa tidak bicara sih? Oh ya mas, orang tua kita sudah sepakat bahwa pernikahan akan dilangsungkan secepat mungkin sebelum waktu yang kita sepakati dulu.
Ralda terdiam, tubuh membeku seperti terpaku. Setiap kata yang terucap membuatnya teriris. Bayangan wajah wanita lain ingin dinikahi suaminya seperti berita yang menusuk hatinya.
Ralda terdiam, terhempas dalam kehampaan dan ketakutan yang belum pernah dirasakan sebelumnya.
" Jadi mas Abrisam akan menikah lagi bersama kekasihnya." batinnya seraya meletakkan ponsel itu kembali.
Setetes air mata mengalir di pipi Ralda memecah keheningan ruangan itu, rasa sakit menusuk hati dan kehilangan yang tak terlukiskan terpancar dari matanya. Dalam kehampaan yang mendalam, Ralda merasakan dunianya telah runtuh.
" Kamu kenapa?" tanya suaminya yang tiba-tiba datang dari belakang.
Ralda terdiam membisu, masih syok dengan apa yang didengar dari ponsel suaminya. "Kenapa mas Abrisam tidak pernah jujur padaku? Dan soal kekasihnya, mas Abrisam tidak pernah bercerita apa pun mengenai wanita itu.
" Ada apa?" sahutnya kembali kala melihat istrinya masih bergeming.
" Tidak ada kok mas, Ralda baik-baik saja." ucapnya menahan getaran suaranya.
Saat ini, bukanlah waktu yang tepat membicarakan persoalan besar itu pada suaminya. Dia akan mencari waktu yang tepat untuk menyelesaikan semuanya.
Ralda memberikan kopi hangat itu untuk suaminya, sungguh nikmat luar biasa seperti malam yang sudah dilewatkan bersama dengan istrinya.
" Kamu sangat pandai buat kopi ya. Buatanmu sanga cocok di lidahku." ucapnya memuji sang istri.
Di balik senyum Ralda, tersimpan luka yang paling dalam dan dia menyimpannya sendiri.
" Terimakasih mas, " sahut Ralda berusaha menyembunyikan keresahan hatinya.
Abrisam tersenyum lembut saat melihat gadis buta itu. Kecantikan hatinya melebihi kelemahan fisiknya. Setiap gerakan dan kata-kata penuh dengan keanggunan. Pandangannya penuh keagungan dan kehangatan terpancar dari dari mata Abrisam.
" Kecantikan sejati tidak hanya terpancar dari luar tapi juga dari dalam." ucapnya dalam hati. Tak henti-hentinya dia memuji dan mengagumi wanita ini yang tak lain adalah istrinya sendiri.
" Nanti mas akan masuk siang, jangan seperti kemarin yang mengabaikan jam makanmu. Kalau mas belum datang, makan saja tanpa menungguku." ucapnya mengingatkan istrinya.
Nadanya tidak seketus dan sesinis kemarin, sepertinya setelah kejadian kemarin sore hingga malam, sikap pria itu terlihat melunak.
Namun sayang sekali, dia melukai hati istrinya tanpa disadari.
***
Abrisam masuk ke dalam rumah kecil Ralda dan langsung mencari keberadaan istrinya. Ralda baru saja selesai merapikan pakaian-pakaian yang baru saja di cuci.
" Kamu sudah makan?" tanyanya.
Abrisam sengaja pulang cepat, ia takut kejadian seperti kemarin terulang pada istrinya.
" Sudah mas, bahkan perut Ralda terasa penuh karena makan terlalu banyak." ucapnya.
" Jangan berlebih juga sih.
Di tengah keasyikan bersenda gurau dengan istrinya, sebuah ponsel berdering. Abrisam menatap nomor yang sedang memanggil.
" Hana," gumannya pelan.
Dia pun keluar dan menerima telepon tersebut.
Di sebuah sudut ruangan, terlihat seorangpun pria sedang menelpon seseorang. Sesekali menoleh ke belakang melihat di sekeliling. Seperti pria itu mengendap-endap menerima telepon tersebut.
" Mas Abi, Hana tidak ingin dengar alasan lagi, mas harus pulang dalam beberapa hari ini.
" Sayang, jangan membuatku pusing! Mas belum bisa pulang karena pekerjaan." bujuknya.
" Tidak bisa mas, pernikahan kita tidak lama lagi dilangsungkan. Undangan pun sudah tersebar. Hana tidak akan tenang jika mas Abi belum ada di sini.
Abrisam nampak menggusar rambutnya dengan kas4r, saat dihadapkan pada dua pilihan yang sulit.
Ralda tertegun di balik pintu mendengar suara suaminya dan seorang wanita di balik telepon. Ia tak dapat melihat tapi Indra pendengarnya masih baik saat ini.
" Mas sedang bicara dengan siapa?"
Suara Ralda mengejutkan Abrisam, dengan cepat ia mematikan ponselnya. Entah sampai kapan ia berbohong, dan hatinya sebenarnya pada siapa. Antara Ralda dan Hana, dan pria itu belum bisa memilih diantara mereka berdua. "Apakah aku harus menikahi dua-duanya, ya.. kalau tidak ada pilihan lain," pikirnya.
" Mas menelpon dengan adik sepupu yang ada di Jakarta." bohongnya.
Ralda terdiam dan tidak menjawab lagi, ia masih menunggu kejujuran suaminya dan tak ada sesuatu hal disembunyikan.
Begitu banyak kebohongan yang diciptakan olehnya, lantaran tidak ingin mengatakan yang sebenarnya. " Maaf Ralda, saya harus berbohong karena kamu akan sakit hati jika tahu sesungguhnya." batinnya sembari menatap wajah cantik istrinya.
Abrisam meraih tangan istrinya kemudian mengecvpnya.
" Dengan berat, mas harus katakan ini Ralda, mas akan pulang dalam beberapa hari ini. Kamu mau kan menunggu sampai saya pulang," ucapnya. Tatapan hangat yang diberikan untuk istrinya, namun Ralda tak mampu melihat pemandangan itu.
" Apa pekerjaan mas sudah usai?" tanyanya dengan nada lembut.
Abrisam menggeleng pelan, dia lupa jika istrinya tidak dapat melihat gelengan itu.
" Belum, lagi beberapa Minggu, tapi mas janji akan kembali ke sini lagi dan membawamu pergi bersamaku.
" Di Jakarta?" sahut Ralda antusias.
" Ya, mas akan membangun rumah sederhana untuk kita dan anak-anak kelak.
Senyum yang tulus dipancarkan oleh wajah istrinya, senyuman begitu hangat hingga bisa memanaskan hati siapapun yang melihatnya.
" Mas punya wanita lain tak di Jakarta?"
Ralda tak dapat menahan rasa penasaran yang menggangu pikirannya, semenjak mendengar suara lembut wanita di balik ponsel suaminya.
" Tidak ada, hanya kamu milikku seorang. Bukan wanita lain termasuk yang ada di benakmu sekarang." ucapnya lembut.
Entah hanya ingin menenangkan istrinya atau sebuah pernyataan sesungguhnya, Ralda tidak bisa menebak. Di balik keterbatasannya, ia memiliki insting yang kuat.
" Kapan mas akan menjemputku?"
" Secepatnya, mas akan datang menemuimu." tuturnya.
" Baiklah mas, Ralda akan menunggu. Jangan berjanji jika tidak bisa menepati!" ucapnya.
Sedikit tanp4ran ker4s untuknya, tapi ia pun sendiri tak tahu kenapa dengan entengnya mengatakan semua itu pada Ralda, dan bahkan membuat sebuah janji.
***
Tiga hari berlalu, tibalah saatnya Abrisam kembali ke kota. Meski tugasnya belum usai, namun karena sebuah desakan sehingga mengharuskan dirinya kembali ke kota. Nampak wajah sembab Ralda, dan sesaat ia terenyuh melihat istrinya.
" Jangan nangis! Mas cuma pergi sebentar." ucapnya terdengar tak tega meninggalkan istri butanya.
" Bagaimana kalau mas tidak kembali menjemput Ralda? Mas tidak punya siapa-siapa lagi." ucapnya sembari menangis di dekapan suaminya.
" Mas pasti kembali, untuk sementara mas akan menitipkanmu pada tetangga kita pak Didin.
Ia sudah berbicara pada Didin beberapa hari sebelumnya. Dia menitipkan Ralda di rumahnya dan memberinya beberapa uang selama Ralda di rumah itu. Dia pun akan kembali ke pulau setelah menyelesaikan urusannya di kota.
" Bagaimana jika mas Abrisam tidak kembali?" pertanyaan itu yang selalu muncul di benak Ralda.
Kini Abrisam kembali ke kota dengan membawa sejuta kenangan bersama seorang gadis buta yang mengisi relung hatinya.