Virginia Fernandes mencintai Armando Mendoza dengan begitu tulus. Akan tetapi kesalah pahaman yang diciptakan Veronica, adik tirinya membuatnya justru dibenci oleh Armando.
Lima tahun pernikahan, Virginia selalu berusaha menjadi istri yang baik. Namum, semua tak terlihat oleh Armando. Armando selalu bersikap dingin dan memperlakukannya dengan buruk.
Satu insiden terjadi di hari ulang tahun pernikahan mereka yang kelima. Bukannya membawa Virginia ke rumah sakit, Armando justru membawa Vero yang pura-pura sakit.
Terlambat ditangani, Virginia kehilangan bayi yang tengah dikandungnya. Namun, Armando tetap tak peduli.
Cukup sudah. Kesabaran Virginia sudah berada di ambang batasnya. Ia memilih pergi, tak lagi ingin mengejar cinta Armando.
Armando baru merasa kehilangan setelah Virginia tak lagi berada di sisinya. Pria itu melakukan berbagai upaya agar Virginia kembali.
Apakah itu mungkin?
Apakah Virginia akan kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Ternyata kamu serius?
Armando meninggalkan tempat itu dengan perasaan hancur.
Veronica mengikuti dengan dua tangan terkepal. kenapa Armando harus mendengar semua itu. padahal susah payah dia menyembunyikan semua tentang Virginia. sudah susah payah diam selalu membuat Citra Virginia buruk di depan Armando. Tapi kini malah Armando mendengarnya dari orang lain.
“Kak Armando!” Veronica mengejar langkah Armando yang cepat hingga dia sendiri terseok.
Armando tidak menghiraukannya. iya mengingat Siapa saja yang berada dalam ruangan tadi dan bergunjing tentang Virginia. "Virginia, siapapun yang telah berbuat buruk padamu, aku akan menghancurkan ya," gumamnya.
Ia mengambil ponsel dari saku jas nya lalu menghubungi seseorang. “lakukan sesuatu, Aku ingin grup Cordova hancur malam ini juga!” Armando menutup panggilan tanpa menunggu jawaban.
“Kak Armando, kenapa kamu langsung percaya begitu saja. belum tentu semua itu benar, mungkin saja mereka adalah orang-orang yang dibayar oleh Virginia..” Veronica meraih tangan Armando untuk mengalihkan pikiran pria itu, namun Armando menepis tangan Veronica.
“Menjauh dariku! Aku tidak suka penipu!” bentaknya. Matanya menyala merah, menatap Veronica penuh kebencian dan kekecewaan. selama ini Veronica selalu berbicara buruk tentang Virginia. akan mengaku bahwa dirinya dan ayahnya yang telah memberikan bantuan kepada grup Mendoza. tapi ternyata dia baru saja mendengar kenyataan yang sebenarnya.
Veronica terkejut. Armando tak pernah berteriak padanya sebelum ini. Namun, ia sudah berjuang sejauh ini. Mana mungkin mundur begitu saja. Tinggal minta maaf dan bersikap manis. Lama kelamaan Armando juga akan luluh.
“Kak Armando, kenapa kamu membela kak Virgi? Apa kamu Mencintainya?” Veronica menatap sendu.
Armando menatap datar wajah Veronica. Cinta? Apa benar itu cinta? Ya mungkin benar itu adalah cinta tapi dia baru menyadarinya.
“Virginia adalah istriku. Selain itu dia juga menyandang nama grup Mendoza. Jadi, kalau mereka menghina Virginia sama saja dengan menghinaku.”
“Tapi sekarang Kak Armando sudah bercerai dengan Kak Virgi untuk apa berdebat membelanya?” Veronica berseru kesal.
Veronica menggenggam tangan Armando. “Kak Armando.” Tidak peduli meski berkali-kali Armando menepisnya. “Ayo kita menikah. Bukankah aku cinta pertama mu sejak kecil? Aku ingin menjadi Nyonya Mendoza.
Armando seketika menoleh mendengar ucapan Veronica. “Aku dan Virginia belum bercerai,” tolaknya.
“Dia sangat mencintaiku. Bagaimana mungkin dia benar-benar ingin bercerai?” gumam Armando dalam hati. Armando membuka kembali ponselnya, mencari nama Virginia lalu menempelkan di telinga.
“[Maaf, nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi],” jawab operator di seberang sana. Mencoba lagi, hasil tetap sama.
“Kak Armando?” Veronica menatap ke arah pria itu tak mengerti. “Kak Armando menghubungi siapa?”
“Kenapa nomor Virginia masih tidak bisa dihubungi.” Armando berbicara sendiri tanpa mempedulikan panggilan Veronica. Wanita itu geram mendengarnya.
“Kak Armando, Kak Virgi sudah memblokir nomormu. Itu artinya dia benar-benar ingin bercerai!” teriak Veronica.
“Aku tidak percaya!” teriak Armando di depan wajah Veronica.
*
*
*
Armando baru saja selesai mandi. Menatap sisi ranjang, biasanya di sana Virginia menyiapkan baju ganti untuknya. Tapi sudah beberapa hari ini kosong. Berjalan ke tempat lemari pakaian. Tercenung saat menyadari yang ada di sana hanya barang miliknya sendiri.
“Ke mana pakaian dan barang-barang Virginia?” gumamnya. Bergegas ia mengambil satu stel pakaian dan mengenakannya. Berjalan ke arah meja rias, menyisir rambut. Tertegun melihat meja rias yang kosong. Mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, yang tampak hanya barang-barang pribadi miliknya.
Merasa gusar, Armando melangkah cepat keluar dari kamar. Berjalan ke sana kemari, menelusuri setiap lorong dan sudut dalam rumahnya. Memeriksa semua ruangan, membuka setiap lemari, memeriksa setiap laci yang ada, bahkan sampai ruang dapur pun tak ada yang luput dari pemeriksaanya.
"Maaf, Tuan. Apa yang sedang Anda cari?” akhirnya Matilda memberanikan diri untuk bertanya.
“Dimana barang-barang Virginia? Kenapa tak ada satupun?” tanya Armando gusar.
“Maaf, Tuan.” Matilda menundukkan wajah menggenggam erat serbet yang ada di tangannya. “Bukankah Anda sudah tahu, Nyonya pergi dengan membawa semua barangnya."
Armando tertegun, tatapannya berubah kosong.
Armando mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Kosong. Hampa. Tak ada satupun kenangan tentang Virginia tertinggal. Dengan langkah gontai ia meninggalkan Matilda yang masih berdiri menunduk.
Menghentikan langkah kaki ketika dirinya berada di ruang makan sesosok wanita sedang menghias makanan di atas meja senyumnya yang ceria tak pernah berubah dari biasanya.
“Virginia?” Armando perlahan mendekat wajahnya yang semula mendung berubah cerah. “Aku mencarimu ke mana-mana ternyata kamu sedang Menyiapkan makan siang untukku?”
Armando bergerak semakin mendekat, tapi… hilang tak ada Virginia di sana. Armando menoleh ke sana kemari. Tetap saja bayangan Virginia tak lagi terlihat. Armando tertawa sendiri bagaikan orang bodoh.
Membawa langkahnya yang gontai, Armando masuk kembali ke kamarnya. Membaringkan tubuh yang terasa lelah. Badannya terasa sakit kepala pun terasa pusing memejamkan mata berharap bisa terlena.
Namun hanya sesaat. Armando bangkit lalu duduk di tepi ranjang. Mengedarkan pandangan, benar-benar tak ada lagi Virginia.
"Virginia apa kamu benar-benar ingin bercerai denganku? Kenapa kamu tidak bersabar menunggu aku berubah? Kenapa kamu benar-benar ingin bercerai denganku?”
persisnya gak main main....