Genap 31 tahun usianya, Rafardhan Faaz Imtiyaz belum kembali memiliki keinginan untuk menikah. Kegagalan beberapa tahun lalu membuat Faaz trauma untuk menjalin kedekatan apalagi sampai mengkhitbah seorang wanita.
Hingga, di suatu malam semesta mempertemukannya dengan Ganeeta, gadis pembuat onar yang membuat Faaz terperangkap dalam masalah besar.
Niat hati hanya sekadar mengantar gadis itu kepada orang tuanya dalam keadaan mabuk berat dan pengaruh obat-obatan terlarang, Faaz justru diminta untuk menikahi Ganeeta dengan harapan bisa mendidiknya.
Faaz yang tahu seberapa nakal dan brutal gadis itu sontak menolak lantaran tidak ingin sakit kepala. Namun, penolakan Faaz dibalas ancaman dari Cakra hingga mau tidak mau pria itu patuh demi menyelamatkan pondok pesantren yang didirikan abinya.
.
.
"Astaghfirullah, apa tidak ada cara lain untuk mendidik gadis itu selain menikahinya?" Rafardhan Faaz Imtiyaz
Follow Ig : desh_puspita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22 - Morning Kiss
Terlalu lancang mulut Ganeeta, sampai tidak sadar bahwa Faaz ikut mengekor di belakangnya.
"Mas ambil lagi uangnya mau?"
"Jangan dong, masa diambil lagi," ucap Ganeeta dengan bibir yang mendadak maju beberapa senti.
Tak lagi menanggapi, Faaz kini berjalan lebih dulu mendahului Ganeeta hingga menimbulkan tanya di benaknya.
"Mau kemana?"
"Anterin kamu, kemana lagi kalau bukan?" Faaz balik bertanya usai memberikan jawaban yang cukup mencengangkan.
"Eh tidak usah, aku bisa pergi sendiri ... Mas istirahat saja."
"No, sejak hari ini kamu dilarang mengemudi dan SIM-mu Mas sita," tegas Faaz seketika membuat mata Ganeeta membulat sempurna.
"Kok Mas jadi begitu?"
Faaz tak segera memberikan jawaban, hanya sekadar mengedikkan bahu dan lanjut melangkah maju untuk sarapan lebih dulu. Tentu saja hal itu membuat Ganeeta naik darah, baru juga mengatur rencana akan bersenang-senang bersama mobil barunya, Faaz justru mengatakan bahwa SIM-nya telah disita.
Segera Ganeeta mempercepat langkah demi memanfaatkan kesempatan agar bisa bernegosiasi bersama sang suami. Bahkan, Ganeeta tidak peduli bahwa di meja makan kedua orangtua dan juga adiknya sudah menunggu.
"Mas bentar, ini tidak adil," ucap Ganeeta sembari menahan pergelangan tangan Faaz.
Faaz sadar bahwa sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk berdebat, karena itulah dia meminta Ganeeta untuk tenang sejenak. "Kita bicarakan nanti, sekarang sarapan dulu ya."
"Balikin dulu SIM-ku."
"Tidak mau," jawab Faaz santai dan berakhir membuat Ganeeta menghentakkan kaki sebagai bentuk protesnya.
Tak ayal, pemandangan itu disaksikan secara langsung oleh kedua orang tuanya dan sukses menciptakan senyum di wajah mereka.
Setelah dinikahkan, Ganeeta sama iyanya, tidak ada yang berubah dan masih terlihat bocah. Papi Cakra tak begitu ambil pusing, selagi Faaz mampu mengendalikannya dia tidak akan ambil tindakan.
Lumayan, dengan begitu kesehatannya akan lebih terjaga dan Papi Cakra akui setelah Ganeeta menikah, kepalanya tidak begitu sakit meski masih ada penyebab petaka lainnya.
"Tidak mau?"
"Hem ... Mas bisa antar kemanapun kamu mau."
"Tapi aku juga butuh ruang sendiri, tidak selamanya ... paling juga weekend, itu pun sesekali."
"No!! Tidak ada aturan seperti itu, mau weekday ataupun weekend sama saja." Sekali lagi Faaz tegaskan dan kali ini Ganeeta benar-benar putus asa.
Merasa tidak berdaya, Ganeeta melirik ke arah Papi Cakra dengan harapan akan dibela.
Namun, alih-alih peduli pria itu justru santai saja menikmati sarapan paginya.
"Papi ...."
"Hm," sahut Papi Cakra antara niat dan tidak niat.
"Papi kok diam saja? Mas Faaz sita SIM aku tu."
"Biarkan saja, Papi yang suruh," ucap pria itu seketika membuat Khalif yang duduk di hadapannya terbahak.
Ingin Ganeeta memasukkan pisang ke dalam mulut adiknya itu lantaran lancang tertawa di atas penderitaannya, tapi terpaksa Ganeeta urungkan karena posisinya tidak sedang baik-baik saja.
"Bentar, jadi Papi yang minta?"
"Iya, kenapa memangnya? Tidak terima?"
"Ya ampun, Papi ... terus aku gimana? Belum juga setahun sudah disita, terus kalau aku jalan-jalan sama Bunbun gimana? Ditilang pak Polisi, 'kan malu, Pi."
"Bunbun-mu sudah Papi jual," ucap Papi Cakra seketika membuat Ganeeta tersedak ludah.
Sejenak dia menatap ke arah Faaz yang tengah susah payah mengu-lum senyum, tentu saja merasa bahagia karena Papi Cakra 100 persen berada di pihaknya.
"Dijual?"
"Iya."
"Astaghfirullah, Papi!! Dijual ke siapa?" tanya Ganeeta sampai istighfar saking terkejutnya.
"Pengepul barang bekas," jawab Papinya kemudian dan saat itu juga tenaga Ganeeta seakan terkuras habis.
Entah atas ide siapa, sudah tentu keputusan sang papi ada hubungannya dengan kejadian semalam. Dan, satu-satunya orang yang bisa disalahkan adalah Faaz, suaminya ini.
Dalam keadaan kesal, Ganeeta beralih menatap Faaz dengan wajah tanpa dosa dan kini fokus menikmati sarapan.
Hingga selesai sarapan, suasana hati Ganeeta masih luar biasa buruknya. Lebih buruk lagi, sewaktu dia melihat garasi dan menyadari bahwa kedua motornya benar-benar tidak lagi ada di sana.
"Dasar tega, Papi benar-benar tidak bercanda ternyata," gumam Ganeeta masih terus menatap tempat kosong yang biasa menjadi lokasi motornya berdiri.
Jangan tanya bagaimana perasaan Ganeeta, tentu saja sedih sekali. Akan tetapi apa hendak dikata? Mau mengadu kepada siapapun tetap dia yang akan salah.
"Sayang ...."
"Heum?" Ganeeta menoleh, Faaz sudah siap dan membukakan pintu untuknya.
"Ayo masuk, tadi katanya mereka sudah menunggu," tutur Faaz terdengar begitu lembut, tapi tetap menyebalkan di telinga Ganeeta.
.
.
Hampir setengah perjalanan belum ada pembicaraan, Ganeeta terus menatap nanar tanpa arah seraya membayangkan nasib motornya.
Terlalu banyak kenangannya, jelas tidak semudah itu untuk Ganeeta bisa rela. Mengingat semua itu, seketika Ganeeta murka dan kembali melayangkan tatapan kesal ke arah Faaz.
"Mas yang ngadu sama Papi ya?"
"Tidak, Papi tahu sendiri," jawab Faaz santai.
"Bohong, yang tahu aku nyamperin Zion semalem cuma kamu."
Faaz menarik napas dalam-dalam sebelum kemudian mengembuskannya perlahan. "Ehm, sayangku Ganeeta ...."
"Kamu lupa kamu anak siapa?" lanjut Faaz setelah membuat Ganeeta bungkam hanya dengan kata-kata sayang yang keluar dari bibirnya. "Papimu itu tidak sebo-doh yang kamu kira, CCTV dimana-mana dan security juga turut bicara ... tanpa Mas mengadu, Papi jelas bisa mengetahuinya."
Terdiam, Ganeeta tidak langsung menimpalinya karena jika dipikir-pikir memang masuk akal.
"Benar, 'kan?" tanya Faaz kemudian yang dengan terpaksa Ganeeta angguki.
Dia tidak bisa menyalahkan Faaz, karena yang berulah memang dirinya dan benar, Papi Cakra tidak sebo-doh dugaannya.
"Terus ini ceritanya gimana?"
"Cerita apa?"
"Motornya itu, Mas, masa bener-bener dijual ke pengepul barang bekas?"
"Kata Papi sih begitu, untuk lokasinya dimana Mas kurang tahu jadi tidak bisa bantu. Maaf ya," ucap Faaz minta maaf lebih dulu lantaran yakin seratus persen Ganeeta berharap dibantu.
Merasa kehilangan harapan, Ganeeta hanya mencebikkan bibir, persis akan menangis. Baru juga bahagia lantaran berhasil mendapat uang jajan satu juta, dia justru kehilangan motor yang nominalnya berpuluh juta.
Hingga tiba di tempat tujuan, Ganeeta masih terlihat lemas. Raut wajahnya 180 derajat berbeda, sama sekali tidak sama seperti di kamar.
Lambaian tangan Aruni dan Laura di depan sana sama sekali tidak membuat Ganeeta sumringah, dia masih terus bersedih bak kehilangan separuh raga.
"Itu temennya sudah menunggu, sana samperin."
"Iya," jawab Ganeeta seraya mengecup punggung tangan seperti biasa, dan segera berlalu menghampiri kedua temannya.
Namun, baru juga beberapa langkah, suara Faaz membuatnya terhenti dan menoleh seketika.
"Kenapa? Ada yang lupa?"
"Hem, lupa ... Morning kiss-nya belum," ucap Faaz sebelum kemudian mendaratkan kecupan di kedua pipi dan kening Ganeeta yang membuat kedua sahabatnya tercengang seketika.
Terutama Aruni yang mengenal Faaz sebagai personil paling pendiam di keluarga mereka.
"Woah ... apa itu?"
"Kamu bilang suaminya Ganeeta kayak orang-orangan sawah, diam doang dan ikut arus angin kemana arahnya ... itu kok tidak? Luwes banget bisa kiss gitu di depan kita."
"Mana kutahu aslinya begitu, Ganeeta sendiri yang bilang bukan aku, Laura!!"
.
.
- To Be Continued -
Gimana Net? mau tetwp peluk Om Pras?siap unbixing?
tak sobek² kamu pras