El-Syakir namanya. kehidupannya biasa saja sama seperti manusia pada umumnya. hingga suatu hari ia mengalami kecelakaan dan akhirnya ia dapat melihat mereka yang tidak terlihat
mata batinnya terbuka dan bahkan banyak dari mereka yang meminta bantuan padanya. berbagai rangkaian kejadian ia alami.
ia bertemu dengan hantu anak remaja laki-laki yang akan mengikutinya kemanapun ia pergi.
"bantu aku mencari siapa pembunuhku dan aku akan membantumu untuk menolong mereka yang meminta bantuan"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Awan Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 17
"Bu ada yang ingin ayah sampaikan" ayah Adnan mendekati ibu Arini yang tengah berada di dapur
"ada apa yah... tumben ayah udah pulang. katanya mau pulang malam lagi" ibu Arini sedang sibuk memasak
karena mereka hanya berdua saja dan anak-anak mereka pergi berlibur sejak siang tadi, ibu Arini tidak memasak begitu banyak. ia memasak hanya untuk porsi dirinya dan juga suaminya.
"ayah ingin berbicara sesuatu dengan ibu, makannya ayah pulang cepat" jawab ayah Adnan
"bisa dibicarakan setelah makan malam. ibu sekarang lagi memasak dan tidak akan fokus mendengarkan ayah bicara" ucap ibu Arini
"baiklah. ayah juga mau mandi dulu"
ayah Adnan meninggalkan ibu Arini yang sedang memasak di dapur.
hari sudah semakin sore, menjelang magrib ibu Arini selesai dengan permasakannya. ia segera membersihkan diri dan melaksanakan sholat magrib bersama ayah Adnan.
mereka makan malam setelah sholat isya. memang seperti itu kebiasaan mereka meskipun bersama anak-anak.
ayah Adnan sedang berada di ruang tengah, ibu Arini masih membersihkan piring kotor setelah itu ia menyusul suaminya.
"jadi ayah mau bicara apa...?" ibu Arini duduk di samping suaminya
ayah Adnan menatap manik mata wanita yang telah menemaninya itu. wanita pengganti Ayu istri pertamanya. wanita yang menerima dirinya dan El dengan setulus hati. ayah Adnan menatap dengan penuh kelembutan, sungguh ia sangat beruntung menikah dengan ibu Arini.
"yah...ayah kok melamun. katanya mau bicara sesuatu sama ibu" ibu Arini membuyarkan lamunan ayah Adnan
"Bu....ayah sudah menemukan Dirga"
"D-Dirga...maksud ayah Dirgantara?"
"iya... Dirga anakku yang ikut ibunya dulu"
"benarkah lalu dimana dia sekarang, ibu ingin bertemu dengannya" ibu Arini terlihat senang
"dia....dia sekarang hilang Bu, dia diculik"
"a-apa...? kenapa bisa yah, siapa yang menculiknya...?"
"ceritanya panjang Bu. lihat ini" ayah Adnan memberikan sebuah amplop besar kepada istrinya
"apa ini...?"
"bukalah"
ibu Arini membuka amplop itu. ia membaca isi yang tertulis di kertas itu.
"surat wasiat untuk Dirga Sanjaya...?" ibu Arini menatap suaminya tidak mengerti
"itu adalah surat wasiat Burhan untuk Dirga sebagai pewaris semua kekayaannya"
"tapi bukankah nama asli Dirga adalah Dirgantara, kenapa di sini tertulis Dirga Sanjaya"
"itu karena Burhan mengganti nama Dirga dan menambahkan nama fam keluarganya"
"terus apa maksud ayah memperlihatkan warisan ini...?"
"Burhan dan istrinya telah meninggal 4 tahun lalu Bu"
"innalillahi wainnaillahirrajiun" ibu Arini memegang dadanya
"mereka dibantai oleh seseorang yang berhati iblis, mereka meninggal namun Dirga masih bisa diselamatkan oleh Zidan adik Burhan. namun sayangnya selama 4 tahun sampai sekarang Dirga dalam keadaan koma"
"ya Allah...kasian sekali nasibnya"
"jadi maksud ayah Dirga diculik masih dalam keadaan koma...?"
"iya, sampai sekarang ayah tidak tau dimana dia sekarang. Zidan bilang ia telah menemukan titik dimana orang yang menculik Dirga itu berada. semoga Dirga dapat segera ditemukan. kasian dia, dia butuh perawatan" ayah Adnan terlihat sedih.
"aamiin...semoga Dirga dalam lindungan Allah SWT"
"aamiin" ucap ayah Adnan
"tapi kenapa mereka dibantai yah, apa mas Burhan punya musuh...?"
"mungkin, karena dia adalah pengusaha kaya bisnisnya dimana-mana, jelas saja pasti ia mempunyai musuh. Zidan bilang orang yang menculik Dirga bisa jadi adalah orang yang telah membunuh Burhan dan Ayu 4 tahun lalu. mereka menculik Dirga untuk dijadikan alat memeras Zidan untuk menyerahkan semua harta kekayaan Burhan"
"lalu maksud ayah menunjukkan surat wasiat ini apa...?"
ayah Adnan pun menceritakan keinginan Zidan untuk mengangkatnya sebagai pimpinan perusahaan Burhan. karena Dirga dalam keadaan koma dan diculik maka secara tidak langsung ia tidak dapat memimpin, sebab itu Zidan meminta ayah Adnan untuk mewakili Dirga menggantinya sementara waktu.
"jadi bagaimana Bu. ayah meminta pendapat ibu" ayah Adnan menatap ibu Arini
"ibu takut yah"
"takut kenapa...?"
"bagaimana nanti kalau mereka mengincar keluarga kita. mas Burhan saja mereka habisi, lalu kalau seandainya ayah mengambil alih, ibu takut mereka akan menyakiti kita dan anak-anak. ibu tidak mau itu terjadi yah, ibu tidak mau hal yang dialami Dirga akan terjadi pada anak-anak kita" terlihat kekhawatiran di mata ibu Arini
"jadi ibu tidak setuju...?"
"biarkan Zidan saja yang mengurusnya yah, ayah tidak perlu ikut campur"
"Zidan tidak bisa Bu, ia juga mempunyai perusahaan yang harus dirinya pimpin. ia tidak bisa memimpin dua perusahaan sekaligus"
"kalau begitu serahkan kepada orang lain saja, asal bukan ayah orangnya"
"Bu" ayah Adnan bergeser untuk lebih dekat dengan ibu Arini. ia pegang tangan lembut istrinya itu.
"hanya dengan ini ayah bisa ikut andil dalam melindungi Dirga. ayah akan melindungi semua yang menjadi haknya agar tidak direbut oleh orang-orang yang tamak akan harta"
"lalu bagaimana dengan kami...ibu takut yah. membayangkannya saja ibu tidak sanggup. ibu takut keluarga kita dibantai seperti keluarga mas Burhan" Ibu Arini tetap menolak
"Bu...ayah akan melindungi kalian dengan nyawa ayah sendiri. percayalah semuanya akan baik-baik saja.
"tidak, ibu tetap tidak setuju. yang akan ayah pikul ini adalah amanah yang berat dan berbahaya yah. tolong pikirkan keluarga kita"
"justru karena ayah memikirkan keluarga makanya ayah melakukannya. Dirga anakku Bu, keluargaku, darah daging ku. apakah ayah harus diam saja melihat keadaannya sekarang yang koma bahkan diculik dan semua yang dia punya akan jatuh pada tangan orang-orang yang sama sekali tidak berhak. tidak Bu, ayah tidak akan tinggal diam"
"lalu bagaimana dengan ibu, El dan Alana. apakah ayah akan membiarkan kami begitu saja dalam bahaya" ibu Arini menaikkan suaranya
"bagaimana bisa ibu berpikir seperti itu. kalian harta ayah satu-satunya, tidak mungkin ayah akan membiarkan kalian begitu saja. percaya sama ayah, tidak ada seorangpun yang akan menyentuh kalian selama ayah masih hidup. percayalah Bu" ayah Adnan menarik ibu Arini ke dalam pelukannya untuk menenangkannya
"tapi ibu takut yah" ibu Arini mulai menangis
"selama masih ada ayah, kalian akan baik-baik saja. itu janji ayah" ayah Adnan memeluk erat ibu Arini
********************************************
"jadi apa yang bisa kami bantu nek...?" tanya El
"bisa pinjam tanganmu...?" nenek tua itu ingin memegang tangan El namun langsung di tepis oleh Leo.
"jangan bilang nenek mau membahayakan temanku lagi" Leo menatap penuh selidik
"elu bilang udah percaya sama gue" El menatap Leo
"gue percaya sama elu tapi tidak dengan nenek ini" jawab Leo
"emm maaf menyela. El, sebaiknya kita cari tempat lain jangan di sini. di sini sungguh bukan tempat yang tepat karena nantinya kalian akan butuh istirahat yang cukup" ucap Adam
"lalu kita akan kemana...?" tanya El
"kampung nenek gue juga masih lumayan jauh. kalian tau itu" jawab Vino
"kita cari penginapan saja, mungkin di sekitar sini ada. gue tanya dulu sama ibu pemilik warung ini" ucap Leo
Leo beranjak pergi menemui ibu pemilik warung. beberapa menit kemudian ia kembali lagi.
"ibu pemilik warung bilang ada penginapan tidak jauh dari sini. kita cukup berjalan sampai simpang tiga belok kanan, di situ ada penginapan" ucap Leo
"kalau begitu kita ke sana sekarang, karena hari sudah menjelang magrib juga" ucap El
"niat mau ke kampung malah berakhir di penginapan" ucap Vino
"ke kampung gampang Vin, yang penting urusan kita selesai dulu" timpal Leo
mereka kembali menemui Alana dan starla, kemudian berpamitan kepada pemilik warung dan pergi menuju penginapan.
Alana masih dalam keadaan lemas, terpaksa El membonceng Alana dan starla agar starla dapat menahan tubuh Alana di belakang.
benar saja, hanya beberapa meter mereka sudah sampai di persimpangan dan langsung belok kanan maka sudah terlihat penginapan yang mereka tuju.
setelah sampai, Leo segera masuk untuk menanyakan kamar kosong dan untungnya masih ada satu kamar yang kosong. Leo segera check in dan kemudian menyuruh teman-temannya untuk masuk karena hari sudah gelap.
mereka membersihkan diri secara bergantian. starla yang tidak membawa pakaian ganti terpaksa memakai pakaian Alana dan Alana sama sekali tidak keberatan.
setelah membersihkan diri mereka segera sholat magrib karena waktunya sebentar lagi habis.
kruuuk.... kruuuk...
mendengar suara perut, mereka saling pandang.
"suara perut siapa tuh...?" tanya starla
"hehehe...perut aku. aku lapar kak" jawab Alana
"iya gue juga lapar. tadi kan kita nggak sempat makan karena keburu El teriak ketakutan kayak orang gila" timpal Vino
"maaf...gue belikan kita makanan sekarang" El akan berdiri namun ditahan oleh Leo
"biar gue yang pergi" ucap Leo
"Lana ikut" ucap Alana
"jangan, kamu masih butuh istirahat" tolak Leo dan El pun tidak mengizinkan
"tapi Lana mau pesan sendiri makanan yang Lana suka. nanti kalau kak Leo datang makanannya Lana nggak suka gimana...?" ucap Alana
"tapi...."
ucapan El dipotong oleh Alana
"Lana sudah sehat kok kak. ayo kak Leo" Lana langsung berdiri berjalan ke luar
"El" Leo memanggil El memastikan
"nggak apa-apa, jaga dia saja" jawab El
Leo segera menyusul Alana yang sudah menunggunya di luar. mereka kembali ke warung tadi untuk membeli makanan. sambil menunggu pesanan, Leo dan Alana duduk di kursi.
"kamu benar-benar sudah baik-baik saja Lana...?" tanya Leo
"sudah kak...nggak perlu khawatir" Alana tersenyum manis
"leher kamu, apakah masih sakit...?" Leo melihat leher Alana yang memerah
"masih, tapi nanti juga pasti sembuh" jawab Alana
pesanan mereka telah siap. Leo segera membayar kemudian meninggalkan warung makan itu. namun bukannya pulang ke penginapan Leo malah ke arah lain.
"kak Leo, ini kan bukan jalan kembali ke penginapan" tanya Alana
"kita cari apotek dulu untuk membeli salep mengobati leher mu" jawab Leo
Alana tersenyum, entah mengapa hatinya menghangat saat Leo terlihat memperhatikannya.
di pinggir jalan Leo melihat apotek. ia berhenti dan membeli salep. selesai membeli salep, mereka berdua pergi namun bukan ke penginapan malah ke suatu tempat seperti taman.
"kok kita malah ke sini kak...?" tanya Alana
"sin" Leo memegang tangan Alana dan membawanya duduk di bangku yang ada di tempat itu
Leo membuka salepnya dan menyuruh Alana memegang rambutnya.
"maaf ya" setelah mengatakan maaf, Leo langsung mengusapkan salep di leher Alana
Alana terdiam membisu, ia tidak percaya Leo akan melakukan hal itu padanya. sembari Leo mengobati lehernya, ia tatap wajah Leo yang sangat dekat dengan wajahnya.
(ganteng) batin Alana
"apakah kakak segitu gantengnya sampai kamu tidak berkedip" goda Leo
"m-mana ada... Lana nggak tatap kak Leo kok" elak Alana gugup menatap ke arah lain
Leo terkekeh melihat tingkah gadis itu. ia mengelus kepala Alana dengan lembut dan Alana kembali melihat ke arahnya.
"ayo pulang" ajak Leo
"iya" jawab Alana
mereka berdua segera meninggalkan tempat itu kembali ke penginapan.
ceklek...
kedua orang itu masuk ke dalam
"lama banget sih kalian. gue udah lapar banget tau" ucap Vino.
"maaf-maaf. nih makanannya"
Leo segera memberikan bungkusan makanan kepada mereka. langsung saja mereka melahapnya.
"El, Adam sama nenek tadi mana...?" tanya Vino yang mengunyah makanannya
"Adam dan nenek siapa...?" tanya Alana
semuanya dengan tatapan tajam melihat ke arah Vino yang hanya nyengir kuda karena keceplosan dihadapan Alana.
"kak...Adam dan nenek siapa yang kakak Vino maksud...?" tanya Alana lagi
"itu... tadi di warung makan kakak bertemu dengan teman kakak, namanya Adam dan dia bersama neneknya" jawab El menjelaskan
"kakak punya teman di daerah sini...?" tanya Alana
"iya. makanlah, jangan bicara terus" ucap El agar Alana tidak bertanya lagi
"iya" jawab Alana
setelah makan malam. El, Vino dan Leo berkumpul di pojokan sedangkan Alana dan starla mereka sedang saling berkenalan lebih jauh lagi.
"Adam" panggil El
Adam tiba-tiba muncul bersama nenek tua tadi.
"wah hebat lu El, tinggal manggil Adam langsung muncul aja" takjub Vino
"emang seperti itu cara memanggil dia...?" tanya Leo
"nggak tau...gue juga baru coba dan ternyata ia benaran muncul" jawab El
"jadi kita mulai sekarang...?" tanya El
"mereka bagaimana...?" Leo melihat starla dan Alana
"aduh iya juga. mereka belum juga tidur" ucap Vino
namun sesaat kemudian starla menghampiri mereka semua.
"kalian nggak ngajak gue" starla duduk di samping El dan menggeser Vino
"La, ini urusan kami. maaf gue nggak mau elu ikut dalam masalah kami" ucap El
"nggak mau pokoknya gue harus ikut. gue udah capek-capek membuat Alana tertidur supaya bisa ikut" jawab starla menolak
"tapi..."
"nggak ada tapi-tapi El. pokoknya gue ikut. sekarang mana yang namanya Adam dan nenek itu...?" ucap starla
"nah kan gimana elu bisa ikut, elu nggak bisa lihat mereka" timpal Vino
"emang kalian bisa...?" tanya starla
"bisa" jawab Leo
"kalau begitu, bikin gue bisa melihat mereka juga" ucap starla
"La...ini bukan masalah kecil seperti yang elu bayangkan. ini berkaitan dengan mistis" timpal El
"masalah kecil atau besar gue nggak peduli. yang jelas gue mau ikut andil dalam setiap masalah elu. sekarang buat gue agar dapat melihat mereka" timpal starla
El menghela nafasnya dengan kasar. sekeras apapun ia berusaha namun starla tetap tidak ingin mengalah, karena pada dasarnya starla memang keras kepala. El melihat Adam dan mengangguk. Adam melayang mendekati starla. ia lakukan hal yang sama seperti saat ia melakukannya kepada Leo dan Vino.
"sekarang buka matamu" ucap El
saat membuka mata, starla dapat melihat seorang laki-laki dan juga seorang nenek tua.
"elu sudah dapat yang elu mau. sekarang kita lanjutkan. nenek mau pegang tanganku kan, ini aku izinkan nenek memegang tanganku" El meletakkan tangannya di depan
"nenek mau kalian semua ikut, nenek ingin memegang tangan kalian semua agar kalian dapat melihatnya" ucap nenek itu
Vino langsung meletakkan tangannya di atas tangan El dan kemudian diikuti oleh Leo dan starla.