NovelToon NovelToon
Bersabar Dalam Luka (Perjodohan)

Bersabar Dalam Luka (Perjodohan)

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Nikahkontrak / Perjodohan / Nikahmuda / Romansa Modern
Popularitas:1.9M
Nilai: 4.4
Nama Author: Three Ono

FOLLOW IG AUTHOR 👉@author Three ono

Yang gak kuat skip aja!! Bukan novel tentang poligami ya, tenang saja.

Pernikahan sejatinya terjadi antara dua insan yang saling mencinta. Lalu bagaimana jika pernikahan karena dijodohkan, apa mereka juga saling mencintai. Bertemu saja belum pernah apalagi saling mencintai.

Bagaimana nasib pernikahan karena sebuah perjodohan berakhir?

Mahira yang biasa disapa Rara, terpaksa menerima perjodohan yang direncanakan almarhum kakeknya bersama temannya semasa muda.

Menerima takdir yang sang pencipta berikan untuknya adalah pilihan yang ia ambil. Meski menikah dengan lelaki yang tidak ia kenal bahkan belum pernah bertemu sebelumnya.

Namun, Rara ikhlas dengan garis hidup yang sudah ditentukan untuknya. Berharap pernikahan itu membawanya dalam kebahagiaan tidak kalah seperti pernikahan yang didasari saling mencintai.

Bagaimana dengan Revano, apa dia juga menerima perjodohan itu dan menjadi suami yang baik untuk Rara atau justru sebaliknya.

Tidak sa

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Three Ono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

17. Telepon Dari Mbak

°°°

Setelah masuk kedalam kamarnya Rara ingin sekali menelepon umi dan abinya di desa, tetapi hari sudah cukup malam ia khawatir mereka sudah beristirahat.

Biasanya memang warga desa itu tidur lebih awal karena disana jika malam hari sangatlah sunyi, tidak ada kendaraan berlalu lalang apalagi kehidupan malam sama sekali tidak ada disana. Hanya bunyi hewan-hewan malam yang terdengar bersahutan, seperti jangkrik, burung dan yang lainnya.

Rara mengurungkan lagi niatnya, besok saja pikirnya. Biasanya juga ia menelpon ke rumah siang atau sore hari, pagi pasti lah umi dan Abi sibuk.

Drrtt.. drrtt

Baru saja Rara mau meletakkan ponselnya, sudah ada panggilan masuk.

"Mbak Luna."

Rara membaca nama yang tertera di layar ponselnya.

"Assalamualaikum mbak." Rara begitu semangat mengucapkan salam.

"Wa'alaikumsalam dek. Kamu sedang apa?"

"Baru mau bersiap tidur mbak. Mbak apa kabar?"

Rara duduk di tepi ranjang.

"Baik dek. Bagaimana kabar kalian, kamu dan suamimu?"

"Kami baik-baik saja mbak."

"Benarkah, kamu tidak bohong kan? Tidak usah menutupi apapun dari Mbak, apa kamu lupa mbak bisa tau jika kamu itu sedang berbohong."

"Iya Mbak, aku tau Mbak kan calon psikolog yang hebat. Mana berani aku berbohong." Rara terkekeh.

"Lalu apa kamu sudah bertemu wanita itu?"

Rara cukup terkejut dengan pertanyaan dari kakaknya, memang sebelumnya Luna sudah menebak jika Revan masih mempunyai hubungan dengan wanita lain. Tetapi mendengar kakaknya bertanya seperti itu dia masih tidak menyangka, sehebat itu kakaknya atau mungkin karena mereka mempunyai ikatan batin yang kuat sebagai kakak beradik.

"Hai kenapa diam saja Dek, apa kamu ditindas olehnya. Bilang sama Mbak kalau ada yang berani menindasmu."

Sedetik kemudian Rara tertawa mendengar keberanian kakaknya, dari kecil memang Luna selalu menjadi tameng untuk Rara saat ada anak yang mengganggunya. Bisa Rara bayangkan pasti saat ini kakaknya itu sedang berkacak pinggang dan menunjukkan jari telunjuknya.

"Tidak Mbak, tidak ada yang menindasku. Semuanya masih bisa aku hadapi, dengan caraku."

Rara sedikit menyindir kakaknya yang terkadang selalu menggunakan kekerasan dalam menghadapi masalah.

"Iya deh, Mbak tau kamu itu paling sabar dan pintar tapi jangan sampai kesabaranmu dimanfaatkan orang lain untuk menindasmu."

"Tidak akan kak."

"Baguslah, ingat jangan memendam luka sendirian. Berhati-hatilah karena kamu tidak tau seperti apa wanita itu, menurut Mbak dia bukan wanita yang baik karena wanita baik tidak akan tetap berpacaran dengan laki-laki yang sudah beristri."

"Iya mbak, Rara akan berhati-hati. Oh iya mbak ada apa tiba-tiba telepon?"

"Mbak mau kasih kabar kalau Mbak sudah berhasil lulus sidang skripsi dengan nilai yang bagus, Dek."

Dari nada bicaranya saja terdengar sangat gembira karena selama ini nilainya tidak pernah sebagus itu, berbeda dengan Rara yang selalu menjadi juara kelas. Namun, diantara mereka tidak pernah ada rasa iri.

"Selamat Mbak, Rara ikut senang mendengarnya. Umi dan Abi pasti bangga sekali sama Mbak."

"Terimakasih Dek, ini juga berkat do'a dari kalian semua selama ini. Kamu bisa datang di acara wisuda Mbak dua Minggu lagi kan?"

"Insyaallah mbak, aku pasti datang jika sudah mendapat ijin dari suamiku."

"Oh iya mbak lupa, kamu harus ijin dulu sama adik ipar. Kamu tenang saja, kalau sampai adik ipar tidak memberimu ijin mbak akan kasih dia pelajaran."

"Iya, iya mbak." Rara tertawa mendengarnya.

Mengobrol dengan kakaknya selalu membuat Rara merasa gembira, Luna sangat pandai membalikkan suasana. Sampai obrolan mereka berakhir Rara masih saja senyum sendiri, mood Rara langsung membaik.

"Kau belum tidur?" tanya Revan yang baru masuk ke kamarnya, biasanya jika dia kembali ke kamar istrinya itu sudah terlelap.

"Belum kak, tadi mbak Luna telepon."

"Apa terjadi sesuatu, kenapa kamu sepertinya bahagia sekali." Revan yang melihat Rara tersenyum pun penasaran.

"Tadi mbak bilang dia sudah berhasil lulus Kak, apa aku boleh datang ke acara wisuda nya?"

"Tentu, kapan?" tanya Revan.

"Dua mingguan lagi sepertinya."

"Baiklah nanti kita datang bersama."

"Terimakasih Kak," ujar Rara dengan mata yang berbinar dan senyuman di bibirnya.

Revan terpesona dengan senyuman itu, ia terus memperhatikan wajah cantik istrinya yang saat ini memancarkan kebahagiaan. Andai ia bisa melihat senyuman itu setiap hari, senyuman yang tercipta karena dirinya. Sementara Revan sadar jika selama ini ia hanya membawa luka untuk sang istri.

"Ayo tidur, sudah terlalu malam."

Revan merebahkan tubuhnya di samping istrinya. Untuk saat ini masih ada dua guling yang membatasi mereka. Meski tak jarang saat pagi guling itu sudah tidak ada ditempatnya, tapi tetap tubuh mereka tidak pernah terlalu berdekatan, ada batas yang belum bisa mereka kikis.

Rara pun mematikan lampu utama dan hanya menyisakan lampu tidur diatas nakas, lalu mulai memejamkan matanya memasuki alam mimpi.

,,,

Pagi menyambut, seperti biasa Rara bangun sebelum fajar menyingsing. Membuka matanya tanpa alarm atau apapun yang membangunkannya, dia sudah otomatis terbangun dari tidur lelapnya. Kewajibannya terhadap sang pencipta lah yang membuat ia terbangun dari mimpinya.

Wajah tampan suaminya yang setiap hari mengawali pemandangan indah paginya, saat ia membuka mata. Ingin sekali rasanya jemari tangannya menyentuh ciptaan Tuhan yang tidak ada celah itu, tapi Rara tidak mempunyai keberanian itu. Hanya dalam do'a Rara selalu berharap semoga suatu hari nanti ia bisa menggapai cinta suaminya.

"Pagi Bi," sapa Rara pada bi Mur dan yang lain. Setelah menyelesaikan rutinitas sebagai seorang muslim ia turun untuk melakukan kewajibannya sebagai seorang istri.

"Pagi Non."

"Hari ini masak apa Bi?"

"Terserah Non Rara saja, kami nurut saja Non," jawab bi Mur yang diikuti anggukkan oleh bibi yang lain.

"Apa ada makanan kesukaan dari kakek atau kak Revan yang paling mereka sukai?"

Memasak setiap hari membuat Rara bingung mencari menu masakan agar tidak bosan.

"Sepertinya tuan kakek suka sup ikan non. Dulu saat mendiang ibunya tuan Revan masih hidup, beliau suka membuat itu untuk ayahnya."

Bi Mur yang sudah sejak dulu bekerja disana sangat ingat semasa ibunya Revan masih hidup.

"Aku akan mencoba membuatnya bi, nanti tolong bantu aku tunjukkan bumbu apa saja yang dulu ibu mertua pakai."

Rara bersemangat mencoba menu baru yang akan ia buat.

30 menit kemudian makanan sudah selesai dibuat.

"Akhirnya selesai Bi, coba Bibi cicipi dulu apakah rasanya sudah seperti yang mendiang ibu mertua buat."

Bi Mur mencicipi sop ikan buatan Rara.

"Bagaimana Bi, apa ada yang kurang??" tanya Rara, ia gugup seperti sedang ikut lomba memasak. Apalagi melihat raut wajah bi Mur yang tampak berpikir.

"Tidak enak ya Bi?"

"Ini sangat enak Non, sama persis seperti buatan nyonya dulu."

Bi Mur sampai menitikkan air mata saat mengatakannya. Kenangannya bersama nyonya Fina seperti berputar kembali dalam pikirannya saat merasakan sup buatan Rara.

"Bibi sedang tidak berbohong kan?" Rara masih tidak yakin dengan perkataan bi Mur.

"Benar Non, selain rasa yang sama ada sesuatu yang membuat masakan Nona Rara ini sama persis dengan buatan Nyonya Fina. Ada cinta didalamnya, non Rara membuatnya tulus penuh rasa cinta."

Bi Mur ingat dulu mendiang nyonya nya sering berkata 'Bi masak itu harus setulus hati dan membuatnya dengan perasaan bahagia, maka mereka yang memakan masakan kita akan merasakan ketulusan kita didalamnya.'

Rara sedikit lega mendengar perkataan bi Mur, meski ia masih merasa gugup memikirkan bagaimana reaksi kakek dan suaminya nanti.

to be continue...

°°°

Jangan lupa goyang jempolnya.

Yuk komen apa aja buat author, like juga ya.

Bintang lima jangan lupa.

Favoritkan juga dong biar author nya semangat.

Sehat selalu pembacaku tersayang.

1
Sella Darwin
Luar biasa
lovina
panjang critanya tp crita bodoh..sgt tdk rasional...
Hadi Broto Broto
👌👌👌🙏🙏🙏💯
Hadi Broto Broto
bikin penasaran
Rswt Slv
Biasa
Murti Kasih
knp rara ga dpt hukuman ya... panggilan yg slh
Murti Kasih
lanjut thor....
Murti Kasih
aaaaachhh....kecewaaa... 🤔
Murti Kasih
rasain lu...febby
Murti Kasih
lia jodohnya sakka...
Murti Kasih
puaas...jd sakit beneran febby
Murti Kasih
gemeezz bnget sm revan... mau aja dibohongi...
Murti Kasih
rara terlalu polos... hehee
Murti Kasih
makin seruu...makin penasaran...
Murti Kasih
Rara sosok wanita yg hebat.... menerima perjodohan dengan ikhlas karena Allah... walau sampai sekian lama dia tidak mendapatkan hak sebagai istri tapi sangat sabar dan ikhlas... semoga dia mendapat kebahagiaan yang hakiki..
Suherni Erni
Orang tua tolol yg ngga bisa jada anaknya tuh.malahborang lain ygvngorbanin diri buat anaknya.dasar ibu edan
Suherni Erni
Katanya pernikahannya mau diumumkan kok smpe skrng masih ditutupin.kesannya hina bgt pernikahannya,tambah lagi perempuan yg ditolong revan ada dikantor bisa jadi pelalakor rendaham dah.
Suherni Erni
Munafik ternyata rara..katanya perempuan paham agama..buat ngejalanin kewajiban aja ngga mau,,padahal sm suami sendiri bukan suami orang.
Suherni Erni
Terlalu rendah diri jga ngga bagus..malah jadi rendahan.jadinya munafik,
Murni Syahfutri
Jala...*g ternyata si mak lampir
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!