Firman selama ini berhasil membuat Kalila, istrinya seperti orang bodoh yang mau saja dijadikan babu dan tunduk akan apapun yang diperintahkan olehnya.
Hingga suatu hari, pengkhianatan Firman terungkap dan membuat Kalila menjadi sosok yang benar-benar tak bisa Firman kenali.
Perempuan itu tak hanya mengejutkan Firman. Kalila juga membuat Firman beserta selingkuhan dan keluarganya benar-benar hancur tak bersisa.
Saat istri tak lagi menjadi bodoh, akankah Firman akhirnya sadar akan kesalahannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fitnah teman kantor
"Ya, ada apa lagi, Pak Firman?" tanya Jendral seraya berbalik.
"Saya setuju," kata Firman dengan berat hati.
Nyawanya masih jauh lebih berarti dibanding toko yang saat ini sedang ia tawarkan kepada Jendral. Meski toko itu dihargai jauh dari harga yang Firman harapkan, setidaknya uang tiga ratus juta itu bisa membuatnya terbebas dari ancaman Glen sekaligus untuk menyambung hidup selama beberapa bulan.
Ya, beberapa bulan . Firman harap, perkiraannya tidaklah meleset.
"Saya akan telfon pengacara saya untuk kemari sekarang juga! Beliau yang akan mengurus semuanya sampai selesai," kata Jendral kemudian.
"Masalah pembayaran bagaimana kalau..."
"Malam ini langsung kita selesaikan," potong Jendral dengan cepat.
"Terimakasih," angguk Firman merasa senang.
Setelah pengacaranya tiba, Jendral pun menyerahkan segala urusan kepada pria paruh baya itu. Ia hanya perlu menandatangani beberapa berkas sebelum pamit meninggalkan tempat tersebut.
*
"Bagaimana?" tanya Kalandra tak sabaran ketika dia dan Jendral saling mengobrol melalui jendela mobil masing-masing yang terbuka.
"Berhasil. Toko itu sudah dibeli dengan harga tiga ratus juta sesuai keinginan lo."
"Thanks, Bro!"
"Yap, sama-sama," angguk Jendral. Kemudian , tatapannya tertuju pada Kalila yang sedang terlihat sibuk dengan ponselnya.
"Dek, jangan goblok-goblok lagi, ya! Kasihan Abang kamu!" pesannya kepada Kalila sebelum tancap gas lebih dulu meninggalkan tempat itu.
"Bang, dia ngatain aku goblok!" seru Kalila tak terima.
"Memang kamu goblok!" sahut Kalandra tertawa.
"Abang, ih!" Kalila cemberut.
Keduanya pun memutuskan untuk kembali ke kantor. Jam pulang sudah hampir tiba sehingga Kalila hanya perlu kembali untuk membereskan barang-barangnya.
"Enak ya, jadi simpanan bos. Bisa jalan-jalan di jam kerja tanpa perlu takut kena tegur," sindir salah satu rekan kerja Kalila.
"Apaan sih, Sin! Kalila kan memang lagi ada kerjaan sama Pak Kalandra. Jadi, jangan asal tuduh, deh," celetuk Diandra membela sahabatnya.
"Halah!! Paling kerjaan itu cuma alasan aja. Padahal, aslinya... paling juga ke hotel."
Kalila menghirup napas dalam-dalam. Ucapan Sindi sudah melampaui batas. Namun, Kalila masih tetap berusaha untuk bersabar.
"Cukup, Sin!" tegur Diandra lagi. "Bilang aja, kalau sebenarnya kamu iri sama Kalila. Kamu juga pengen kan, diajak meeting sama Pak Kala di luar kantor? Tapi... Sayang! Pak Kala cuma milih karyawan yang berkompeten dan punya otak encer kayak Kalila. Bukan tong kosong macam kamu."
"Eh, cewek cupu! Nggak usah ikut campur!" ucap Sindi dengan ketus.
"Kamu yang mestinya tutup mulut, Sindi!" seru Kalila dengan suara keras. "Kalau kamu memang nggak percaya sama aku, ya sudah! Silakan kamu konfirmasi sendiri ke Bu Rosi. Apakah aku benar-benar ke hotel sama Pak Kala atau tidak."
"Siapa yang ke hotel sama Pak Kala?" Yang disebut namanya tiba-tiba muncul. Wanita paruh baya dengan rambut pendek itu menatap Sindi dan Kalila secara bergantian.
"Kata Sindi, saya Bu," jawab Kalila.
Alis Bu Rosi langsung berkerut. Dia menatap tajam Sindi yang sekarang mulai mengkerut ketakutan.
"Kamu memfitnah Kalila lagi, Sin?" tanya Bu Rosi pada Sindi. Ya, ini memang bukan pertama kalinya Sindi berbicara sembarangan soal Kalila dan Kalandra.
"Bohong, Bu. Saya nggak pernah bilang kayak gitu, kok," sangkal Sindi.
"Kamu tadi memang bilang begitu, Sin," sahut Diandra. "Kamu bilang, Kalila pasti udah ke hotel sama Pak Kala."
"Benar begitu, Sindi?" tanya Bu Rosi dengan mata melotot.
Sindi tertunduk bingung. Saat ini, dirinya sedang terpojok.
"Sa-saya tadi cuma bercanda, Bu."
"Bercanda kamu bilang? Bercanda kamu sudah sangat keterlaluan, Sindi! Berani-beraninya kamu menyebar rumor yang tidak-tidak soal atasan kita. Kalau sampai Pak Kala tahu, apa kamu pikir kamu masih bisa bekerja di kantor ini, hah?" omel Bu Rosi.
"Maafkan saya, Bu," ucap Sindi ketakutan. "Tadi, saya benar-benar cuma bercanda. Nggak ada maksud yang lain."
Bu Rosi menatap ke sekeliling. Dia harus berusaha membuat pegawai lain untuk tidak percaya pada kata-kata Sindi. Kalau tidak, masalah yang besar bisa saja terjadi.
"Saya akan kasih surat peringatan pertama untuk kamu. Kalau besok-besok saya masih mendengar kamu berbicara buruk soal atasan kita, maka jangan salahkan saya kalau kamu langsung saya pecat!" ancam Bu Rosi.
"I-iya, Bu!"angguk Sindi ketakutan.
"Rasain! Makanya jangan suka ngefitnah orang!"ejek Diandra tersenyum puas.
"Kalau mau hidup kamu baik-baik aja, mending mulai sekarang kamu jaga mulut, ya! Kamu belum tahu siapa aku.Jadi, lebih baik jaga sikap! Oke?" peringat Kalila sebelum mengajak Diandra untuk pulang bersama.
"Sialan! Awas kamu, Kalila!"
*
"Tumben sepi?" gumam Kalila begitu sampai di rumah.
"Apa Mas Firman lagi bawa Ibu sama gundiknya jalan-jalan, ya?" lanjutnya bermonolog.
Tak mau ambil pusing dengan keadaan rumah yang kosong, Kalila segera naik ke lantai atas menuju kamarnya. Segera wanita itu men-charge ponselnya lalu berjalan cepat ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Selesai mandi, barulah wanita itu menghidupkan kembali ponselnya kemudian mengecek satu per satu pesan yang masuk.
"Hm? Telfon dari Mas Firman? Kenapa, ya?"
Tanpa pikir panjang, Kalila pun mengangkat panggilan itu.
"Ada apa, Mas?"tanya Kalila acuh tak acuh.
"Kamu dari mana saja sih, Kalila? Kenapa HP kamu baru aktif sekarang, hah?"
"HP aku tadi kehabisan batre, Mas. Memangnya, kenapa?"
"Segera nyusul ke rumah sakit! Ibu jatuh pingsan dan sampai sekarang masih belum sadarkan diri."
"Tapi, aku capek banget, Mas!"
"Mas nggak terima penolakan, Kalila! Berangkat sendiri atau Mas pulang buat seret kamu!"
Syukurlah yang akan membeli Kalila sendiri. pethiasan yang untuk modal usaha Firman ditagih sekalian,
Dia penjaja tubuh, dan modal rayuan harus bisa Firman, kamu ngerasa kan tak ada campur tangan Kalila kamu tidak bisa apa- apa, dan buka siapa- siapa. Nikmati saja toh itu pilihanmu, dulu miskin kembali miskin, pas kan. Itu tepat bagimu yg tak bisa bersyukur dan lupa kau jadi kaya darimana