"Anda memang istriku,tapi ingat....hanya di atas kertas, jadi jaga batasan Anda"
" baik.... begitu pun dengan anda, tolong jangan campuri urusan saya juga, apapun yang saya lakukan asal tidak merusak nama baik keluarga anda, tolong jangan hentikan saya"
bismillahirrahmanirrahim...
hadir lagi... si wanita lemah lembut, baik hatinya , baik adabnya , baik ucapnya....tapi ingat, Hanya untuk orang-orang yang baik padanya, apalagi pada keluarga nya...
Rukayyah... gadis bercadar yang menutupi seluruh tubuhnya dengan kain kebesaran serta berwarna hitam, bahkan hanya kedua matanya saja yang terlihat.... terpaksa harus menerima perjodohan, karena wasiat kakeknya dulu, dan memang di lingkungan pesantren semua saudaranya menikah karena di jodohkan...hanya kakak laki-lakinya yang paling lembut hatinya mencari sendiri jodoh nya, siapa lagi kalau bukan Yusuf dan Zora....
nantikan kisah selanjutnya, semoga sukaaaa...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Marina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ferrari putih.
Malam hari, setelah melalui makan malam yang tegang, kesempatan Hilman untuk menginterogasi Rukayyah akhirnya datang. Begitu Selena dan Patricia sudah pergi meninggalkan ruang makan dengan buru-buru, sepertinya ada urusan mendadak,dan hanya mereka yang tahu . Hilman menghampiri Rukayyah yang sedang membereskan sisa makan malamnya.
Hilman mendekat Wajahnya masih masam, berusaha mengendalikan nada dinginnya. "Rukayyah... kita harus bicara. Tentang masalah tadi."
Rukayyah menghentikan kegiatannya....lalu menoleh ke arah suaminya" ada apa....?"
"Kenapa kau pakai mobilku? Dan yang lebih penting, bagaimana kau bisa mengendarai mobilku secara ugal-ugalan seperti itu? Tim keamananku bilang kau mengemudi seperti pembalap!" kat Hilman penasaran.
Rukayyah menatap Hilman, tanpa ada rasa takut atau bersalah sedikit pun. Bahkan tatapan dingin dan datar masih menjadi kunci utamanya.
"Karena aku tidak punya mobil sepertimu."
Jawaban lugas itu membuat Hilman terdiam sejenak....ia ikut duduk di kursi meja makan kembali berhadapan dengan Hilman.
"Di garasi banyak mobil. Ada SUV, ada sedan biasa. Tapi kenapa kau memilih mobil kesayanganku, mobil supercar yang paling mahal? Kalau ada apa-apa dengan mobilku, bagaimana?" tanya Hilman, nada suaranya kini lebih penasaran daripada marah.
Rukayyah memanfaatkan momen ini untuk melancarkan serangan baliknya, mengubah fokus dari pelanggaran mobil menjadi pelanggaran status.
Rukayyah Menyandarkan diri ke kursi "Aku suka mobil seperti itu. Lagian, suamiku yang katanya kaya raya, tidak memberikan aku nafkah, tidak ada uang bulanan, tidak ada uang belanja, bahkan tidak ada uang bensin. Jadi, aku mau mencari pekerjaan."
Rukayyah melirik Hilman dengan tatapan menantang.
"Jika statusku hanya sebagai penghuni rumah ini, aku harus mandiri. Aku mengambil mobil itu untuk mencari pekerjaan, agar tidak mengandalkanmu. Aku butuh kendaraan cepat untuk itu, Tuan." jawab Rukayyah dengan maksud terselubung.
Rukayyah berhasil membalikkan keadaan. Tuduhan cerdasnya tentang kelalaian nafkah sebagai suami yang kaya raya membuat Hilman seperti kehilangan harga dirinya di hadapan sang istri yang tenang itu. Hilman tidak tahan dicap pelit atau lalai pada kewajiban, terutama oleh wanita yang ia anggap remeh... istri wasiatnya itu yang ajaib.
Tanpa pikir panjang, dan didorong oleh rasa gengsi yang besar, Hilman segera merogoh dompetnya. Dia mengeluarkan kartu hitamnya, kartu kredit eksklusif dengan limit yang hampir tak terbatas.
Hilman Meletakkannya di meja dengan nada ketus "Kau bisa membelinya sendiri. Beli mobil, beli apa pun yang kau mau. Tapi jangan pakai punyaku lagi!" ucap Hilman yang merasa gengsi dibilang tidak memberi nafkah.
Ia berharap dengan uang itu, Rukayyah akan diam dan kembali ke kamarnya, tidak mengganggu lagi.
Rukayyah mengambilnya dengan puas. Kartu hitam itu terasa dingin di tangannya, simbol dari kemenangan pertamanya atas Hilman.
Mahar pernikahan yang ia terima hanya 10 juta rupiah sangat jauh dengan penghasilan suami nya sehari.
Ia juga menikah tanpa cincin pernikahan dari Hilman.
Kini, Rukayyah memegang kartu hitam yang isinya tanpa batas. Ia tidak butuh uang ini, tetapi ia butuh kekuasaan yang direpresentasikannya.
"Terima kasih, Tuan Hilman. Urusan nafkah sudah selesai, maafkan aku karena sudah lancang memakai mobilmu" balasnya sopan.
lalu pergi meninggalkan Hilman sendirian.
" dasar semua wanita sama saja, setelah di berikan apa yang di inginkan, mereka langsung pergi begitu saja" gerutu Hilman dalam hati melihat istrinya pergi begitu saja tanpa menyelesaikan tugasnya.
***
"Sekarang, aku akan membeli mobil yang aku inginkan, dan membelikan cincin berlian untuk diriku sendiri." gumamnya pelan sambil berjalan.
Ia akan membeli mobil seperti Kakaknya, Zora, mobil mewah dan cepat, tetapi tidak mencolok seperti supercar Hilman.
Ia akan membeli cincin berlian sendiri, untuk menegaskan statusnya sebagai Nyonya sah yang tidak bergantung pada pemberian Hilman.
Rukayyah mengangguk tenang, memegang kartu itu dengan erat.
***
Keesokan harinya, Rukayyah tidak membuang waktu. Setelah memastikan semuanya sudah pergi meninggalkan rumah, Hilman ke kantor, Selena dan Patricia sibuk dengan urusan masing-masing, Rukayyah mulai beraksi.
Kali ini, Rukayyah pergi dengan anggun. Ia diantar oleh supir keluarga ke sebuah showroom mobil mewah di pusat kota. Supir itu terkejut melihat betapa lugas dan cepatnya Rukayyah bernegosiasi.
Rukayyah memilih sebuah mobil Ferrari berwarna putih. Ia memilih supercar lagi, tetapi kali ini dalam warna yang bersih dan elegan, berbeda dengan mobil gelap milik Hilman. Harga mobil itu fantastis, bahkan mendekati harga mobil Hilman. Rukayyah membayar mobil itu dengan santai, menggunakan kartu hitam Hilman yang kini menjadi uang nafkahnya.
Ia berhasil mengirim pesan kuat kepada Hilman melalui laporan supir, Aku tidak butuh mobilmu, aku bisa membeli yang setara untuk diriku sendiri.
" terimakasih...tolong nanti kirim mobilnya ke alamat ******" kata Rukayyah dengan sopan.
" baik Nyonya, akan segera kami urus, terimakasih sudah mempercayakan kepada kami" balas manager showroom mobil mewah tersebut.
***
Setelah membeli mobil, Rukayyah meminta supir mengantarnya ke pusat belanjaan. Ia tidak hanya ingin membeli mobil, ia ingin melengkapi bukti kebahagiaan pernikahannya.
Rukayyah menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan dan membeli perhiasan. Ia membeli satu set perhiasan, yang paling penting adalah cincin berlian yang besar dan mencolok.
Rukayyah bergumam dalam hati, "Setidaknya kalau aku pulang ke Pesantren, aku bisa membuktikan kalau pernikahan ku baik-baik saja . Orang tua ku dan Kak Zora tidak perlu khawatir. Mereka akan melihat cincin berlian ini dan berpikir Hilman telah membelikannya cincin untukku.
Rukayyah tersenyum puas. Ia akan tinggal dan melawan sampai tujuannya tercapai.
" Aku akan pulang saat kakak iparku melahirkan. Saat itu, Abah dan Ibu akan melihatku kembali dengan status yang jelas dan bukti-bukti kemewahan ini." gumamnya tersenyum, padahal sebenarnya ia juga bisa membeli dengan uangnya sendiri,tapi berhubung sudah menikah,ia memanfaatkan uang suaminya dengan baik, dari pada uang Suaminya di habiskan oleh kekasihnya itu.
Tanpa Rukayyah sadari, di setiap langkahnya, Hilman selalu menyuruh anak buahnya untuk mengawasi Rukayyah. Hilman ingin tahu persis apa yang dilakukan istrinya dengan uang tak terbatas yang ia berikan.
Laporan dari anak buahnya,mengenai Rukayyah yang membeli Ferrari, membeli berlian, dan tampil tenang,justru semakin mengganggu Hilman.
Hilman sedang berada di tengah rapat penting, membahas akuisisi besar perusahaan. Namun, pikirannya melayang jauh, memikirkan istrinya yang seharusnya berada di rumah, bukan sedang berbelanja mobil mewah. Ia tak bisa menahan frustrasinya.
Hilman Berbisik kepada dirinya sendiri, sambil meremas rambutnya sendiri "Siapa sebenarnya istriku... dia benar-benar membuatku pusing."
Ia kesal karena kekayaan yang ia berikan justru membuatnya semakin sulit mengontrol Rukayyah.
Tiba-tiba, ponsel Hilman yang diletakkan di meja bergetar, menampilkan notifikasi pengeluaran hari ini dari banknya. Karena ini adalah kartu hitam utama, Hilman menerima notifikasi real-time untuk setiap transaksi besar.
Hilman melirik layar ponselnya, dan seketika dirinya tercengang melihat deretan angka yang muncul.
Harga pembelian Ferrari putih, harga perhiasan berlian, dan pengeluaran lain-lain dari pusat perbelanjaan. Jumlah totalnya sangat besar, menghabiskan puluhan miliar rupiah." aku memberikan kartu hitam utamaku....ku kira dia tidak akan membelanjakan semuanya seperti itu, karena setahuku istri dari pesantren bukannya biasanya hidupnya sederhana,tapi apa ini, istrinya itu benar-benar di luar dugaannya.
Hilman menatap notifikasi itu, lalu menatap kosong ke arah para direktur di depannya. Ia baru menyadari kesalahan fatalnya.
" Aku memberinya kartu tanpa batas! Dan dia menggunakannya seolah-olah aku memberinya uang saku harian!" gumam nya.
Wajah Hilman berubah merah padam, bukan karena marah pada transaksi itu , karena uang itu tidak berarti apa-apa baginya, tetapi karena dia tidak menyangka, gadis yang ia kira lugu dan mudah dikendalikan ternyata tidak sesederhana yang ia kira.
Rukayyah bukan hanya seorang wanita yang menuntut nafkah, ia adalah wanita yang tahu persis apa yang dia inginkan, tahu cara mendapatkannya, dan tidak takut untuk menggunakan kekuasaan yang diberikan padanya.