Zoe Aldenia, seorang siswi berprestasi dan populer dengan sikap dingin dan acuh tak acuh, tiba-tiba terjebak ke dalam sebuah novel romantis yang sedang populer. Dalam novel ini, Zoe menemukan dirinya menjadi peran antagonis dengan nama yang sama, yaitu Zoe Aldenia, seorang putri palsu yang tidak tahu diri dan sering mencelakai protagonis wanita yang lemah lembut, sang putri asli.
Dalam cerita asli, Zoe adalah seorang gadis yang dibesarkan dalam kemewahan oleh keluarga kaya, tetapi ternyata bukan anak kandung mereka. Zoe asli sering melakukan tindakan jahat dan kejam terhadap putri asli, membuat hidupnya menjadi menderita.
Karena tak ingin berakhir tragis, Zoe memilih mengubah alur ceritanya dan mencari orang tua kandungnya.
Yuk simak kisahnya!
Yang gak suka silahkan skip! Dosa ditanggung masing-masing, yang kasih rate buruk 👊👊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Latihan Memberikan Nafkah
Di ruang kerja luas bernuansa maskulin itu, Ryder tengah duduk di balik meja kayu ek besar, memandangi layar laptopnya dengan ekspresi fokus. Di hadapannya, Dante baru saja menyimpan ponsel ke dalam saku celananya setelah selesai melapor.
“Pesan sudah dikirim ke Nona Zoe melalui sekretaris Tami,” kata Dante sambil berdiri tegak. “Dan transfer sejumlah lima ratus juta sudah masuk ke rekeningnya, sesuai instruksi Tuan Muda.”
Ryder mengangguk pelan. “Bagus. Itu sepadan dengan hasil kerjanya yang memuaskan.”
Dante tampak ragu sejenak. “Tapi, apa Nona Zoe nggak akan curiga, Tuan, kalau kita kasih honor sebesar itu? Maksud saya lima ratus juta untuk satu desain?”
Ryder menyandarkan tubuh ke kursi, lalu menatap Dante dengan mata tajam namun tenang. “Itu jumlah yang sangat kecil.”
Dante mengangkat alis. “Kecil?”
“Kalau perlu,” lanjut Ryder, “aku ingin memberikan seluruh hartaku padanya.”
Dante memutar bola mata secara halus, lalu menggaruk pelipisnya yang tiba-tiba gatal. “Adu penyakit baru nih. Tuan Muda bucin stadium empat,” gumam Dante.
Baru kali ini, pria berusia 26 tahun itu melihat sang tuan muda menunjukkan ketertarikan terhadap seorang gadis. Dan itu tunangannya sendiri. Padahal, mereka selalu terlihat tidak akur tapi itu sebelum Zoe lupa ingatan.
Ryder mendengus, tapi tidak membantah. Bahkan, sebuah senyum tipis muncul di ujung bibirnya. “Anggap saja itu latihan, memberikan nafkah untuk calon istriku nanti. Jadi, Zoe tidak akan kaget menerima nafkah dariku.”
Dante hanya bisa meringis pasrah. Mana ada latihan memberikan nafkah? Teriak Dante yang tentunya hanya dalam hati.
Tiba-tiba, suara ketukan ringan terdengar di pintu, lalu seseorang masuk dengan langkah percaya diri.
“Ryder,” ujar Isabella, sang ibu, sambil berjalan anggun masuk ke ruangan. “Mama dengar kamu sudah menemukan desain perhiasan untuk koleksi musim panas ini.”
Ryder berdiri sejenak, menghormati kehadiran ibunya. “Benar, Ma.”
Isabella menatap putranya dengan penasaran. “Tapi kenapa bukan dari tim desainer perusahaan? Mama kira kamu akan pilih salah satu dari mereka.”
Ryder menggeser layar laptopnya, memutarnya ke arah ibunya. “Karena desain mereka terlalu biasa. Tidak ada yang cocok. Tapi desain ini sangat berbeda.”
Isabella mendekat, matanya menatap desain yang terpampang di layar. Sebuah cincin elegan dengan detail halus, anggun tapi tetap berkarakter kuat. Desain yang mampu memikat hanya dalam sekali lihat.
“Cantik sekali .…” gumam Isabella, benar-benar terpukau.
“Ini desain milik Zoe,” ucap Ryder sambil melipat tangan di depan dada.
Isabella tertegun. “Zoe?” Ia menoleh dengan ekspresi tak percaya. “Bukannya … bukannya Zoe itu tidak punya bakat di bidang seni sama sekali? Bahkan dia tidak punya bakat apa pun, bahkan di bidang akademik sekalipun.”
“Dulu orang juga bilang begitu,” kata Ryder santai. “Tapi kenyataannya, Zoe punya potensi besar. Desain ini membuktikannya. Mama juga belum melihat kecerdasan Zoe yang lain.”
Isabella masih memandangi layar, seolah sulit berpaling. “Kamu yakin ini benar-benar hasil karya dia sendiri?”
Ryder mengangguk mantap. “Seratus persen. Dia kirimkan lewat seleksi, melalui email umum. Tapi aku tahu ciri tangannya. Dan aku tidak salah.”
Isabella menghela napas pelan. “Kalau begitu, sepertinya Mama juga harus mulai melihat gadis itu dari sisi yang berbeda.”
Ryder tersenyum tipis. “Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.”
***
Zoe masih terpaku di tepi ranjang, menatap layar ponselnya yang menyala dengan angka fantastis.
Rp 500.000.000.
"Astaga ...." gumamnya, nyaris tidak percaya. Itu adalah bayaran untuk desain cincin yang ia buat dengan sepenuh hati. Sebuah desain yang ia kirim diam-diam, tanpa harapan apa pun. Kini, bukan hanya diterima, tapi juga dihargai sangat tinggi. Tangannya sedikit gemetar, antara syok dan bahagia.
Tapi, kebahagiaan itu tak berlangsung lama.
Udara di dalam kamar tiba-tiba terasa dingin. Zoe bisa merasakan rambut di tengkuknya berdiri. Ia menoleh dengan waspada.
“Zoe!”
Sebuah suara pelan memanggilnya. Suara yang erdengar familiar. Suara yang sudah tidak mungkin ia dengar lagi.
Zoe langsung berdiri. “Gila, jangan bilang?”
Di depannya, perlahan-lahan, muncul sosok perempuan. Sama persis seperti dirinya. Wajah, tinggi, bahkan suara napasnya. Tapi tubuh itu samar. Nyaris tembus pandang.
“Zoe?” gumam Zoe ragu. “Zoe asli?”
Sosok arwah Zoe asli tersenyum kecil. “Lama nggak ketemu kembaran tubuhku.”
Zoe mendengus dan melipat tangan di dada. “Ngagetin orang aja kerjaan lo. Lo tuh hantu, bukan tamu!”
Zoe asli terkekeh. “Yah, maaf. Tapi gue nggak datang buat iseng.”
Zoe mengangkat alis. “Terus? Lo mau apa?”
Wajah arwah itu berubah serius. Matanya menunduk, seperti penuh rasa bersalah.
“Gue mau minta tolong.”
Zoe menyipitkan mata. “Tolong apa?”
“Temuin semua siswi yang pernah gue bully … dan minta maaf atas nama gue.”
Zoe ternganga. “Hah? Lo gila? Lo pikir gampang minta maaf buat semua drama yang lo bikin? Lo tuh kayak antagonis drama Korea yang nyebelin! Lo ngerusak hidup orang, tahu nggak?!”
Zoe asli terdiam, lalu mengangguk pelan. “Gue tahu … dan gue nggak minta dibela. Tapi mereka semua punya alasan buat benci aku. Gue bully mereka, karena dulu mereka ngejek penampilan gue. Atau karena mereka deket sama Levi.”
Zoe melirik tajam. “Ck. Jadi semua itu cuma karena cowok itu?”
Zoe asli menahan senyum pahit. “Karena gue bodoh. Karena gue terlalu tempramental dan merasa sendiri.”
Hening sejenak.
Zoe menghela napas panjang, lalu menatap lurus ke mata arwah itu. “Gue gak janji, oke? Tapi gue akan berusaha.”
Zoe asli tersenyum, senyum tulus yang belum pernah terlihat di wajah itu sebelumnya. “Itu saja sudah cukup.”
Perlahan-lahan, tubuhnya memudar. Suaranya pun semakin pelan.
“Terima kasih, Zoe .…”
Dan kemudian ia lenyap. Udara kembali hangat. Kamar menjadi tenang seperti semula.
Zoe terdiam, memandang kosong ke arah tempat sosok itu tadi berdiri. Ia menghela napas pelan sambil memeluk ponselnya. “Gila, bahkan hantunya pun punya penyesalan.”
Ia duduk di pinggir ranjang, menatap layar ponsel sekali lagi. Tapi kali ini bukan karena angka uang. Tapi karena sebuah keputusan yang akan ia ambil.
“Gue bakal benerin semua yang lo hancurin. tapi dengan cara gue sendiri.”
***
Pagi itu, aroma roti panggang dan telur orak-arik memenuhi ruang makan keluarga Dallen. Di meja panjang nan elegan itu, Zoe duduk di antara Tante Nayla dan Om Zero, sementara Keenan duduk di ujung meja, sibuk mengaduk kopi paginya.
Zoe menyantap sarapannya perlahan, masih agak kikuk berada di tengah keluarga yang terlalu hangat untuk ukuran seseorang yang baru saja kehilangan rumah dan masa lalunya.
“Apa kamu tidur nyenyak semalam, Zoe?” tanya Tante Nayla lembut sambil menuangkan jus jeruk.
Zoe mengangguk sopan. “Nyenyak, Tante. Terima kasih untuk semuanya .…”
Tante Nayla tersenyum hangat. “Anggap saja rumah sendiri, ya. Kamu bagian dari keluarga ini sekarang.”
Zoe hanya bisa membalas dengan senyum kecil, hatinya terasa hangat oleh ucapan itu.
Tiba-tiba, terdengar suara pintu depan dibuka dan langkah kaki seseorang mendekat.
“Pagi,” sebuah suara berat dan dingin terdengar dari ambang pintu.
Zoe menoleh. Ryder berdiri di sana, mengenakan seragam sekolahnya yang rapi dengan rambut sedikit berantakan. Wajahnya datar seperti biasa, tetapi mata tajamnya langsung tertuju pada Zoe.
Keenan yang sedang menyeruput kopi langsung tersedak kecil.
“Lo ngapain di sini pagi-pagi begini?” dengus Keenan tak senang.
ayo Thor lebih semangat lagi up-nya 💪 pokoknya aq padamu Thor 🤭