NovelToon NovelToon
Ketika Benci Menemukan Rindu

Ketika Benci Menemukan Rindu

Status: tamat
Genre:Dijodohkan Orang Tua / Nikah Kontrak / Tamat
Popularitas:658.2k
Nilai: 5
Nama Author: Kiky Mungil

Perjodohan yang terjadi antara Kalila dan Arlen membuat persahabatan mereka renggang. Arlen melemparkan surat perjanjian kesepakatan pernikahan yang hanya akan berjalan selama satu tahun saja, dan selama itu pula Arlen akan tetap menjalin hubungan dengan kekasihnya.

Namun bagaimana jika kesalahpahaman yang selama ini diyakini akhirnya menemukan titik terangnya, apakah penyesalan Arlen mendapatkan maaf dari Kalila? Atau kah, Kalila memilih untuk tetap menyelesaikan perjanjian kesepakatan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kiky Mungil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23. Berdebar (revised)

Arlen melihat kekosongan unit apartemennya yang biasanya selalu dia temukan dalam keadaan hangat. Entah karena sebelumnya ada sentuhan Kalila dengan segala ketulusannya yang selalu Arlen berusaha abaikan. Tapi kini, dia tak mengelak lagi, keberadaan Kalila selama berminggu-minggu di apartemennya, membuat unit yang biasanya selalu kosong, hampa dan dingin menjadi lebih hangat.

Selalu ada aroma masakan setiap kali dia pulang dari lelahnya hari yang dia jalani. Tapi kini tidak lagi.

Ada perasaan nyeri setiap kali dia mengingat bagaimana caranya memperlakukan Kalila selama wanita itu tinggal disini. Dan bagaimana rupanya Kalila bersandiwara untuk terlihat tegar dan balik bersikap dingin kepadanya.

Kakinya kemudian bergerak, membawa ia masuk ke dalam kamar yang biasa ditempati Kalila. Matanya menyapu setiap sudut hingga sesuatu tertangkap olehnya. Dia mendekat ke meja nakas, dilihatnya kartu debit yang pernah dia berikan kepada Kalila sejak hari pertama mereka menikah. Kartu debit yang dia gunakan sebagai 'sogokan' agar Kalila tidak membuka mulut tentang hubungannya yang masih terus berlanjut bersama Miranda kepada Erina.

Sebuah firasat mengatakan sesuatu yang buru-buru langsung membuat Arlen membuka aplikasi mobile banking yang tak pernah dicek-nya. Dia membuka pilihan cek mutasi. Betapa terkejutnya dia, Kalila tidak pernah memakai satu persen pun uangnya. Sementara dia selalu percaya dengan segala provokasi Miranda yang selalu mengatakan bahwa Kalila pasti sudah menghabiskan isi kartu yang diberikan Arlen.

Bodoh! Bodoh! Bodoh! Arlen terus mengulang umpatan untuk dirinya sendiri.

"Kalila ga pernah menggunakan kartu ini... dan aku... selalu menuduhnya sebagai perempuan materialistis yang hanya memanfaatkan hartaku saja. Padahal... Miranda lah yang jelas hanya memanfaatkan ku selama ini..." Dia jatuh terduduk di tepi kasur. Penyesalan pun semakin meraja lela menyerang Arlen.

"Apa yang sudah kulakukan, La?" ujarnya lilrih dan menyedihkan.

Air matanya menetes. Kesedihan dengan penyesalan yang dia rasakan saat ini sungguh menyakitkan. Entah kapan terakhir kali dia menangis, bahkan saat melihat pengkhianatan Miranda, dia tidak merasakan hatinya sepatah ini.

* * *

Hari berganti, Arlen terbangun dari tidurnya yang tidak nyenyak. Semalaman otaknya terus memutarkan potongan-potongan adegan bagaimana dia telah menyia-nyiakan waktunya untuk membenci orang yang salah. Ia bangkit dan membersihkan dirinya di kamar mandi.

Air dingin cukup membantunya berpikir lebih jernih. Pantulan wajahnya yang jauh lebih segar membuat dia dapat meyakinkan dirinya untuk apa yang akan dia lakukan kedepannya.

Setelah selesai memakai setelan formalnya yang biasa, Arlen mengambil sesuatu dari dalam laci meja. Sebuah kunci mobil. Lalu, dia segera keluar dari apartemennya untuk mendatangi unit sebelah.

Baru saja dia hendak mengetuk pintu, pintu itu sudah lebih dulu dibuka dari dalam.

"Lho, kamu ada di depan?" Kalila melihat Arlen dengan tatapan terkejut. Di tangan Kalila ada sebuah kotak bekal dan semangkuk bubur.

"Eh, iya. Aku harus berangkat lebih awal karena ada meeting." jawab Arlen dengan sedikit berdusta. Dia tidak mungkin mengatakan kalau dia tidak bisa tidur semalaman karena terus memikirkan Kalila, dan pagi ini dia ingin buru-buru menemui Kalila hanya untuk memastikan Kalila baik-baik saja.

"Oh, begitu." sahut Kalila dengan canggung.

Arlen mengangguk.

Mereka berdua sama-sama diam. Kecanggungan memenuhi atmosfer yang ada di sekitar mereka.

"Emm, aku mau beli sarapan di bawah. Kamu udah sarapan?"

Arlen menipiskan bibirnya. Ia ingat bagaimana Kalila yang selalu menyiapkan sarapan untuknya. Bahkan meminta Noe untuk memastikan Arlen makan siang. Tapi semua perhatian itu malah diabaikannya. Kini, hatinya merasa begitu rindu dengan segala perhatian itu.

"Jangan lupa sarapan, ya. Minum obat pereda mualnya dulu kalo masih terasa mual."

Arlen hanya mengangguk. Dia sadar sepenuhnya, memaafkan dan melupakan semua sikap dan kata-kata kasarnya bukan lah hal yang mudah.

"La...aku..."

"Ya sudah kamu berangkat, nanti terlambat. Aku juga akan ke kedai setelah beli sarapan. Sudah lima hari ga buka kedai."

"Maaf, gara-gara aku, kamu jadi tutup kedai." Arlen tersenyum menyesal.

"Ga apa-apa, hitung-hitung Asri jadi bisa cuti. Selama ini, Asri ga pernah ambil cuti karena takut aku repot kalau sendirian, katanya." Jelas Kalila seraya menutup pintu dan kemudian mengeluarkan ponsel.

"Kamu naik apa ke kedai?" tanya Arlen.

Kalila menjawabnya dengan menunjukkan layar ponselnya yang menampilkan aplikasi ojek online. "Ini lagi aku pesan."

"Naik ojek dari sini ke kedai?" tanya Arlen dengan nada tak percaya.

"Engga, dari sini ke stasiun, aku naik kereta, nanti lanjut lagi naik ojek sampai ke kedai."

"Sudah dapat drivernya?"

"Belum."

"Batalkan saja." kata Arlen buru-buru. "Pakai mobilku saja." Ia memberikan kunci mobil yang tadi dia ambil dari dalam laci meja di kamarnya.

"Mobil kamu?" Kalila mengerutkan kening.

Arlen mengangguk. "Pakai mobilku saja. Kedaimu lumayan jauh, jadi gunakan mobilku mulai sekarang untuk aktifitasmu kemana pun. Nanti, aku akan belikan mobil untukmu."

"Eh, ga usah, ga usah." Kalila malah terlihat panik mendengar niat Arlen yang akan membelikannya mobil baru. "Aku naik umum juga ga masalah kok. Udah biasa malah."

"Kalo gitu, mulai sekarang biasakan pakai mobilku kalo kamu ga mau aku belikan yang baru untukmu."

"Tapi Ar, kalo mobilmu aku pakai, kamu pakai apa untuk aktivitasmu?"

"Aku pakai yang satu lagi, yang biasa aku gunakan untuk ke kantor."

"Tunggu, jadi maksudmu, aku pakai mobilmu yang merah?" Kedua mata Kalila bahkan sampai melebar.

"Ya. Kurasa mobil itu cocok untukmu."

"Tapi..."

"Ah, aku harus berangkat sekarang, tapi masih ada yang harus aku siapkan dulu di dalam. Jadi, kamu duluan saja, ya. See you." Arlen meninggalkan Kalila yang masih dengan keterkejutannya di depan pintu. Sementara Arlen sudah kembali masuk ke dalam unit apartemennya.

Arlen kembali masuk ke dalam unit apartemennya. Jantungnya berdebar, entah kenapa dia jadi merasa gugup di depan Kalila.

Karena itu, lagi-lagi dia mengutuk dirinya yang sangat bodoh tak tertolong. Untuk semua ketulusan dan kebaikan yang Kalila berikan untuknya, dia malah membalas Kalila dengan tuduhan-tuduhan bodoh dan lebih percaya pada ucapan-ucapan Miranda dari pada kata hatinya sendiri.

* * *

Tidak seperti hari-hari sebelumnya dimana suasana kantor selalu tegang setiap kali Arlen datang. Wajahnya selalu menampilkan aura dingin yang beku. Sorot matanya selalu menatap tajam yang menusuk. Tidak akan ada yang berani bicara saat suara langkah kaki Arlen terdengar, atau makian akan keluar dari mulutnya.

Tapi kini, lihatlah bagaimana ketegangan menghilang dari wajahnya, ia juga menyapa seorang karyawannya yang gugup karena harus berpapasan dengannya.

Noe bahkan turut menyunggingkan senyumnya melihat bagaimana perubahan Arlen. Tuannya itu menjadi lebih manusiawi. Mungkin kesalahan dan penyesalan bisa membuat seseorang berubah.

"Tuan, ini dokumen kontrak dengan..." Noe tidak melanjutkan ucapannya atau pun langkahnya begitu melihat bagaimana Arlen menikmati makan siangnya. Ia akhirnya memilih untuk kembali keluar dari ruangan itu dan melarang siapa pun mengganggu jam istirahat Arlen meskipun perihal soal pekerjaan.

Ini kali pertama Arlen menyantap makan siang tepat waktu.

Mereka cukup bingung dan heran, karena sebelumnya, Arlen bahkan tidak peduli dengan jam istirahat atau pun jam pulang kantor.

Waktu bergulir, Noe yang sudah siap untuk memberikan dokumen lainnya yang harus ditanda-tangani Arlen malah bingung melihat Arlen yang sudah menutup layar laptop di atas meja kerjanya, bosnya itu bahkan langsung bangkit dan mengenakan jasnya.

"Mau kemana, Tuan?" tanya Noe.

"Sudah waktunya pulang, kan?" Arlen balas bertanya.

Noe sampai mengerjapkan matanya. Sejak kapan bosnya yang workaholic itu memilih untuk pulang tepat waktu?

"Lalu dokumen yang harus diperiksa ini, apakah besok saja, Tuan?"

"Apakah harus aku periksa sekarang?"

"Ini dokumen yang harus dibawa untuk meeting besok pagi, Tuan."

"Baiklah, aku bawa pulang saja." Arlen meninggalkan mejanya menuju pintu, sekarang kita ke kedai."

"Kedai?"

"Kedai Kalila."

"Bukan kah Nona menggunakan mobil Tuan?"

Arlen menggeleng. "Kulihat dan pantauan GPS, mobilku ga bergerak dari apartemen. Sudah pasti Kalila enggan menggunakan mobilku."

"Baik Tuan." Noe mengangguk.

Tapi Arlen yang hendak keluar dari pintu tiba-tiba ngerem mendadak lalu berbalik. "Apa kamu ga masalah kalau pulang sendiri?"

Kening Noe berkerut. "Maksudnya, Tuan?"

"Kurasa aku akan menjemput Kalila sendiri."

"Apa Tuan tidak apa-apa menyetir sendiri?"

"Hei, kemampuan stirku lebih baik darimu." Sahut Arlen dengan nada jengkel.

"Maaf Tuan. Baiklah, saya akan siapkan mobil di lobi."

Arlen mengangguk.

Nah, hatinya mulai berdebar hanya karena membayangkan dia akan membuat Kalila terkejut dengan kedatangannya ke kedai.

.

.

.

Bersambung

1
Yus Nita
ceritanya bagus gak terlalu ribet, karena mereka tau saling suka jadinya cepat berbalik dan saling memaafkan jadi gak butuh waktu lama untukenynggu
Yus Nita
Mantap asri aku suka sikapmu yg tegas
Bundanya Robby
hm buat cemburu aja suami mu la
Maya Ratnasari
relate sekali kak. secara medis org koma mampu mendengar
Jemiiima__: Halo sahabat pembaca ✨
‎Aku baru merilis cerita terbaru berjudul BUKAN BERONDONG BIASA
‎Semua ini tentang Lucyana yang pernah disakiti, dihancurkan, dan ditinggalkan.
‎Tapi muncul seseorang dengan segala spontanitas dan ketulusannya.
‎Apakah Lucy berani jatuh cinta lagi? Kali ini pada seorang Sadewa yang jauh lebih muda darinya.
‎Mampir, ya… siapa tahu kamu ikut jatuh hati pada perjalanan mereka.
‎Dukung dengan like ❤️ & komentar 🤗, karena setiap dukunganmu berarti sekali buatku. Terimakasih💕
total 1 replies
Lina Herlina
wajar jika Kalila masih ragu...buat terus semangat membenahi diri, buktikan keseriusanmu
Lina Herlina
pasangan bodoh...dan rafa bersikeras memisahkannya
Lina Herlina
walah telat Len Arlen...laki2 selalu mengedepankan emosinya
Lina Herlina
masa setelah tau adik y Kalila sakit si Arlen gak sadar jg...kukira hatinya udah mulai melembut terhadap Kalila, ternyata ttp sama
Lina Herlina
harusnya Kalila dari awal cerita ke Arlen soal adiknya
Lina Herlina
udah lama pacaran tentunya Arlen kan tau profesi Miranda...kenapa baru protes soal pakaian nya
Lina Herlina
ngapain repot2 minta di Carikan informasi jika ujung2 nya di tolak...nyesel nyesel loe ntar
Lilik Juhariah
biarin dikasih shock terapi., Kalila dijadikan ban serep
𝐵💞𝓇𝒶𝒽𝒶𝑒🎀
foto no Poto 🙏🏻
Melly Febriani
tebalik pelakor tuh justru miranda
gitaz
bosnya asri siapa?
apa hubungannya SM Kalila dan rafa
gitaz
yg dtng apakah Miranda
gitaz
aku kira td bakal ada salah paham diantara keduanya yg ngagetin Lila itu Rafa, ternyata arlen
Cici Sri Yunita
bagus
gitaz
apa mungkin alasan Kalila emg dr awal dia sudah mencintai Arlen cuma GK mau merusak persahabatan mereka
Aqella Lindi
tp klau udh gk kuat prg sejauh ny tgl kn laki2 ego sprt itu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!