Uang miliaran di rekening. Tanah luas. Tiga ratus pintu kontrakan.
Anjani punya segalanya—kecuali harga diri di mata suaminya dan keluarganya.
Hari ulang tahunnya dilupakan. Status WhatsApp menyakitkan menyambutnya: suaminya disuapi wanita lain. Dan adik iparnya dengan bangga menyebut perempuan itu "calon kakak ipar".
Cukup.
"Aku akan tunjukkan siapa aku sebenarnya. Bukan demi mereka. Tapi demi harga diriku sendiri."
Dan saat semua rahasia terbongkar, siapa yang akan menyesal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 31
Anjani berjalan tergesa-gesa menuju kamar Firman. Di kepalanya, berbagai pikiran buruk bermunculan. Ia membayangkan Firman tergantung dengan seutas tali, atau mulutnya berbusa karena menenggak racun.
“Ah, betapa lemahnya Firman. Hanya karena ditinggal menikah, sampai harus mengakhiri hidupnya,” gumam Anjani lirih.
Klik.
Pintu kamar Firman terbuka. Hening. Tidak ada suara sama sekali dari dalam. Jantung Anjani berdetak kencang. Ia benar-benar tidak menginginkan sesuatu yang buruk terjadi pada Firman.
Namun saat pintu terbuka sepenuhnya, matanya membulat.
Firman tidak tergantung. Tidak juga tergeletak dengan busa di mulut.
Ia sedang duduk di lantai, memegang sebungkus kentang goreng. Sisa bungkus lainnya berserakan di mana-mana.
“Firman!” teriak Anjani.
“Ya, Bu? Ada apa?” jawab Firman, pelan. Matanya sembap, wajahnya kusut. Jelas sekali ia baru saja menangis.
“Kamu... tidak bunuh diri?” tanya Anjani, setengah lega, setengah bingung.
Dari belakang, Jamal ingin tertawa. Tapi ia memilih diam. Ia tahu Anjani sedang tidak ingin diganggu.
Tiba-tiba Firman menangis lagi.
“Firman, kenapa kamu menangis?” tanya Anjani, melangkah masuk.
“Kentang saya habis, Bu,” ucap Firman dengan suara lirih.
“Firman, kenapa kamu tidak keluar-keluar dari kamar?” Tanya Anjani penasaran sekaligus kesal
“Aku pusing, Bu. Masukkan saja saya ke rumah sakit jiwa. Saya menyerah.”
“Kenapa?”
“Karena semua yang kulihat adalah Yeni. Bahkan daun yang jatuh pun rasanya seperti yeni,” ucap Firman serius.
“Astaga, Firman. Lupakan yang meninggalkan kamu. Hidup terus berjalan. Cari yang baru. Jangan terus terbawa perasaan.” Anjani menatap firman tak percaya ternyata ada yang tergila-gila sama cinta
“Aku sudah coba, Bu. Tapi tetap tidak bisa,” kata Firman, menunduk.
Anjani menghela napas panjang. “Kalau sore nanti kamu belum keluar dari kamar, aku pecat kamu.”
“Jangan dong, Bu. Nanti saya tinggal di mana kalau dipecat?”
“Makanya, cepat move on.”
Firman mengangguk pelan. “Ya, baiklah, Bu.”
Anjani menggelengkan kepala, lalu keluar kamar. Langkahnya meninggalkan rumah kontrakan, menyisakan Firman dan tumpukan bungkus kentang.
....
Di Rumah Raka
“Kamu harus bisa memenangkan hati Anjani, Raka,” ucap Farida serius.
“Aku pasti bisa mendapatkannya. Dari dulu dia suka sama aku. Cuma dulu aku nggak tertarik,” jawab Raka santai.
“Kenapa sekarang kamu tertarik?”
“Karena dia punya potensi besar. Dia punya hak paten atas pupuk, dan lahannya di Lampung bisa kita gunakan untuk bangun tempat wisata. Itu peluang besar, Mah,” jelas Raka.
“Bagus. Tapi kamu harus perlakukan dia dengan baik. Turunkan egomu. Tidak semua orang harus sempurna sesuai versi kamu.” ucap Farida memberi persetujuan dengan sikap Raka
“Tapi, Mah... Masa aku harus selalu ngalah? Aku ini laki-laki. Aku harus bisa mengatur dia.”
“Mama setuju kamu harus tetap memimpin. Tapi Anjani itu beda. Dia perempuan yang punya prinsip. Kamu harus pelan-pelan, sabar. Nggak apa-apa sedikit ngalah, asal kamu bisa dapat hatinya.” ucap Farida mencoba memberikan pengertian pada anaknya.
“Kenapa Mama suka sama Anjani?” tanya Raka penasaran.
“Karena dia punya koneksi kuat dengan Pak Menteri. Mama pengin urusan impor beras nanti kita yang pegang. Dan Mama yakin, Pak Menteri akan mengikuti saran Anjani. Karena beliau butuh dia.”
“Oke, Mah. Terima kasih karena sudah menerima Anjani.” ucap Raka tersenyum bahagia
“Sekarang tidur. Besok kamu harus mulai berubah. Ingat, turunkan ego.” Farida mengatakan hal itu sambil menepuk pundak Raka.
“Baik, Mah.”
Raka masuk ke kamarnya dengan pikiran yang mulai tersusun.
"Mungkin aku harus mengalah dulu, Anjani betapa beruntungnya kamu dicintai oleh aku padahal banyak sekali wanita yang menginginkan aku" ucap Raka kemudian mengirim pesan
"Anjani maafkan aku...aku khilaf...aku harap kamu memaafkan kebodohanku"
Raka mengirim pesan pada Anjani
Namun ceklis satu.
Raka beberapa kali melihat ponsel namun masih belum terbaca.
.........
Jam sebelas malam, Riki sampai di Surabaya. Tubuhnya terasa lelah setelah perjalanan panjang dari Jakarta. Namun, pikirannya masih penuh beban. Ia segera melangkah menuju rumah dinas yang diberikan kantor sebagai tempat tinggalnya selama menjabat sebagai Kepala Cabang.
Begitu masuk, Riki langsung melihat Lusi. Penampilan wanita itu sangat mencolok malam itu. Lusi mengenakan pakaian modis dan seksi yang membuat banyak mata tertuju padanya, terutama tetangga sekitar rumah dinas yang sedang melintas. Rambutnya dibiarkan tergerai rapi, riasannya tebal, dan sepatu hak tingginya menambah aura percaya diri yang berlebihan.
Riki mengerutkan kening dan suaranya terdengar kesal. "Bisa nggak lain kali kamu pakai baju yang nggak seperti itu? Terlalu mencolok."
"Kenapa sih kamu cemburu?" Lusi menoleh sambil tersenyum sinis.
"Aku ini sekarang suami kamu, kamu harus nurut sama aku," balas Riki dengan nada tegas.
"Aku bukan Anjani, Riki. Aku Lusi. Wanita yang tidak mudah kamu atur seenaknya."Lusi melotot,
"Lusi!!!"Riki membentak,
"Jangan membentakku! Aku masih punya bukti foto perselingkuhan kita. Aku anak pejabat, tidak butuh karier seperti kamu. Jangan coba-coba atur hidupku kalau nggak mau aku laporkan kamu ke atasanmu!" Lusi tak gentar
Riki hanya bisa menghela napas panjang, merasa dunia makin sempit. Belum seminggu menikah, Lusi sudah jadi beban besar dalam hidupnya. Berbeda jauh dengan Anjani dulu, yang selalu menurut dan patuh padanya.
---
Sesampainya di dalam rumah dinas, Lusi hanya mengambil koper kecilnya tanpa sedikit pun membantu Riki menurunkan barang bawaan. Ia bahkan tidak membuatkan air minum untuk suaminya. Riki kembali menghela napas, dalam hati bertanya-tanya, kalau bukan karena ambisinya untuk karier, mungkin ia sudah membuang Lusi jauh-jauh.
Sementara itu, ponsel Riki bergetar. Sebuah pesan masuk dari Susi, asisten staf keuangan.
Riki membuka pesan itu dan membacanya dengan wajah yang semakin kusut.
“Pak, besok setelah meninjau proyek, Bapak diminta melaporkan keuangan sebesar tiga ratus juta kepada Pak Andre, direktur bagian keuangan,” isi pesan Susi.
“Lusi... uangnya masih ada sisa nggak?” tanya Riki merasakan dadanya semakin sesak. Ia menatap Lusi, penuh kecemasan.
“Astaga, masih saja nanya! Aku sudah bilang, uangnya sudah habis buat DP hotel.”Lusi menjawab dengan nada kesal.
“Terus aku harus jawab apa ke bagian keuangan?”Riki mengusap wajahnya
“Kan aku sudah ajarin kamu. Bilang aja uang itu buat investasi untuk mendatangkan investor yang lebih besar. Katakan kalau di acara resepsi pernikahanmu nanti bakal datang para investor.”Lusi santai menjawab.
Riki terdiam sejenak, lalu mengangkat telepon dan menelepon Pak Andre. Setelah satu dering, telepon langsung diangkat.
Riki menghela napas panjang, merasa takut tapi terpaksa harus jujur. Dalam hati ia tahu, langkahnya ini berisiko.
“Ya, Pak, ada apa?” tanya Pak Andre di ujung telepon dengan suara berat.
“Ini, Pak... uang tiga ratus juta itu sudah habis,” ujar Riki dengan suara gemetar.
“Hmm, kenapa bisa habis, Pak? Jangan gunakan sembarangan. Itu uang operasional, Pak.” tanya Pak Andre terdengar serius.
“A... anu, Pak... Seminggu lagi saya akan mengadakan resepsi pernikahan. Saya menikah dengan anak pejabat, jadi uang itu saya gunakan untuk menjamu para pejabat yang datang dan para investor kenalan calon mertua saya.”Riki mencoba meyakinkan
Ada keheningan sesaat di ujung telepon. Riki merasa detak jantungnya berdegup sangat kencang.
“Baiklah, Pak Riki. Terima kasih sudah jujur. Memang ada pos untuk biaya entertainment menjamu orang penting. Tidak masalah. Sekarang, buat daftar pejabat mana saja yang akan datang beserta nomor kontaknya. Nanti saya laporkan ke owner bahwa uang itu digunakan untuk gala dinner para investor,” ujar Pak Andre akhirnya.
“Baik, Pak. Terima kasih banyak,” balas Riki dengan suara lega, seperti beban besar terangkat dari pundaknya.
---
“Bagaimana, Ki?” tanya Lusi
“Kamu harus buat daftar pejabat mana yang akan datang. Kalau bisa menghadirkan banyak pejabat tinggi, uang itu akan dianggap uang entertainment untuk mengundang para pejabat,” kata Riki.
“Pejabat mana yang harus aku cantumkan? Kan bapakku saja sedang terjerat kasus korupsi.” ucap Lusi dalam hati pikirannya berputar putar mencari jalan
“Bisakah kamu?” tanya Riki, menatapnya dalam-dalam.
“Aku... akan usahakan,” jawab Lusi pelan, meski hatinya ragu.
“Kalau begitu, kerjakan sekarang.”
“Aku capek... yuk kita tidur saja.”Lusi menggeleng lelah.
Ia lalu memeluk Riki dengan lembut dan memberikan sentuhan menggoda. Riki yang sedang kesal dan stres, akhirnya luluh juga.
dulu gampang an deket dng raka, sekarang dng diko.
entah lah jadi malas, gmpang di kompori. padahal pinter, jenius tp gmpang bnget nemplok sana sini, mudah di kompori.
karakter nya kurang mencerminkan wanita mahal mlh kayak janda murahan
Tapi.. kayanya bakalan lucu kalau si Firman yg dan bucin duluan nantinya 😂😂👍