Sean Ronald Javindra, putra ketiga Eriel dan Edna ditugaskan daddynya ke Surabaya. Tas kecil satu satunya yang dia bawa tertinggal di toilet bandara. Untung dia sudah melewati bagian imigrasi.
"Sial," makinya kesal. Dia jadi ngga bisa menghubungi keluarga dan teman temannya, kaena ponselnya berada di dalam tas kecil itu.
Dia dengan sombong sudah menolak semua fasilitas daddynya karena ingin jadi orang biasa sebentar saja.
"Emang lo udah siap nerima hinaan?" cela Quin saat mengantarkannya ke bandara beberapa jam yang lalu.
"Yakin naek pesawat ekonomi?" ejek Theo mencibir.
"Jangan banyak protes ntar," sambung Deva dengan wajah mencelanya.
Sean malah terkekeh, menganggap enteng semua perkataan mereka.
Sekarang dia baru rasakan apesnya. Kaki panjangnya terasa pegal karena terpaksa di tekuk. Duduknya yang ngga bisa bebas karena kursinya berderet untuk tiga orang. Belum lagi tangis bocil yang ngga berhenti di depannya.
Rasanya saat itu kemarahan Sean mau meledak,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aksi 007
"Maksud Bu Nisa, tuan Idrus yang memberikan biji kopinya?" Kini Om Giri duduk berhadapan denga. Bu Nisa dan Pak Jojo.
"Benar, tuan Giri. Saya saksinya. Tuan Ghosam memang menyukai kopi yang diolah sendiri. Jadi saat tuan Idrus mengantarkan biji kopinya, tuan Ghosan kelihatan senang. Apalagi waktu diseduh rasanya juga enak kata tuan Ghosam," jelas Pak Jojo.
Giri tercenung sesat. Dalam hati mengumpat kelicikan Idrus.
"Berapa lama tuan Ghosam meminum kopi itu?"
"Kurang lebih dua minggu, tuan," sahut Bu Nisa.
Giri manggut manggut.
"Tuan, kami sama sekali ngga bermaksud meracuni tuan Ghosam." suara Bu Nisa terdengar tersendat menahan tangis.
Dia saja masih shock berat karena melihat tuan Ghosam pingsan di depan matanya. Anehnya dia dan Pak Jojo langsung digiring ke kantor polisi. Dianggap sebagai tertuduh.
"Benar, tuan. Kami juga mengkhawatirkan tuan Ghosam,' ucap Pak Jojo penuh perasaan. Sampai hari ini dia merasa dunia bekerja tidak adil untuknya dan Bu Nisa.
Sekarang ini mereka berdua sudah dianggap orang jahat yang tidak tau membalas kebaikan tuan Ghosam.
"Nona Ariella.pasti kecewa," tambah Bu Nisa sambil mengusap air matanya yang mengalir perlahan di pipinya.
Pak Jojo juga merasakan perasaan sedih yang sama. Nona Ariella dulunya sama baiknya dengan papanya. Mereka takut sudah mengecewakan bahkan menyakiti hati nona mudanya.
"Tidak, kok. Bu Nisa dan Pak Jojo jangan khawatir. Ariella belum sempat kemari karena dia sangat sibuk. Ariella jadi CEO sekarang."
"Oh, syukurlah," seru keduanya berbarengan.
Hati keduanya pun lega karena nona mudanya tidak membenci dan salah duga terhadap mereka.
"Ariella yang meminta saya menemui kalian dan mengusahakan kebebasan kalian. Semoga dalam beberapa hari ini kalian bisa dibebaskan," tutur Giri membuat Bu Nisa dan Pak Ghosan merasa terharu dan semakin lega.
Nyali mereka menciut membayangkan kemarahan.dan kesedihan nonanya. Ternyata asumsi mereka salah.
Ponsel Giri bergetar. Ternyata ada pesan dari pengawalnya yang diminta menjaga Ariella.
Dia langsung bangkit dengan jantung berdebar keras. Rautnya tampak panik.
Ada yang menguntit nona, tuan. Sepuluh mobil.
"Saya pergi dulu. Ariella dalam bahaya."
"Nona muda kenapa, tuan?" wajah Bu Nisa jadi ikutan panik mendengar kata kata tuan Giri.
"Target mereka sekarang Ariella setelah papanya, tuan Ghosam."
Keduanya terhenyak dan saling pandang.
"Hati hati, tuan. Selamatkan nona Ariella," ucap Pak Jojo sangat khawatir.
Giri hanya mengangguk sebelum pergi.
"Semoga nona Ariella ngga apa apa apa," harap Bu Nisa makin cemas.
"Siapa, ya, bu, yang sudah melakukan ini....."
"Entahlah, Pak Jojo. Semoga orang jahat itu cepat ditangkap."
"Ya, bu. Semoga." Dalam hati Pak Jojo sangat geram dan ingin tau siapa orang jahat itu.
*
*
*
Om Giri dan pengawalnya berhasil menahan tiga mobil. Selain itu dia merasa heran melihat ada beberapa buah mobil yang ngga dikenal turut membantu juga. Sayangnya satu mobil lolos.
Kesembilan mobil berhasil dibuat jungkir balik.
Musuh mereka rupanya sangat paham dengan situasi jalan yang sepi.
Beberapa mobil berputar balik dari tujuan mereka ketika melihat kecelakaan beruntun yang disertai dengan suara tembakan tiada henti.
*
*
*
DOR
"Ahh...," jerit Ariella reflek menuduk ketika mendengar suara tembakan yang untung saja tidak mengenai mobil mereka.
Sean segera mengambil salah satu pistol dari dalam paper bag yang membuat Ariella terkejut.
"Kamu punya pistol?"
Sean ngga menyahut. Dia menatap spion di samping mobil dan menurunkan kaca jendelanya.
Setelah memastikan keamanan dan jarak tembak, Sean pun menarik pelatuk pistolnya.
DOR!
DOR!
Ariella membelalakkan matanya melihat aksi Javin.
Dia sama sekali ngga menduga supirnya kini cosplay seperti agen 007 yang jadi favoritnya.
Javin terlihat sangat tampan dan berkharisma. Jauh berbeda dari supir tengil dan matre yang beberapa hari ini dia kenal.
Hatinya tanpa sadar mengembang dan menyanyikan lagu simponi indah.
Suara balasan peluru membuatnya kembali ke alam nyata.
Kenapa dia bisa secepat ini oleng... Logikanya menyalahkan pikiran bodohnya.
*Tapi dia benar benar tampa*n dan keren, bantah hati kecilnya ngotot.
DOR DOR
Sambil menunduk dan sesekali melihat ke belakang, Ariella merekam aksi keren Javin di dalam kepalanya.
Satu mobil rubicon dari arah berlawanan membantu Sean menembaki mobil Jeep yang masih berusaha mencelakakan sedan audi yang dikemudikan Sean.
Saat mobil mereka berpapasan, satu wajah yang dia kenal menyapanya dengan senyum tipis.
Malik!
Sean yakin laki laki muda yang sedang melakukan rentetan tembakan itu putra tunggal Om Fazza.
Jeep di belakangnya mulai oleng karena ban serta kaca depannya terkena peluru dari Sean dan Malik.
Mobil itupun hilang keseimbangan dan ambruk berguling guling di tengah jalan.
Dari kaca spion, Sean dapat melihat beberapa mobil pengawal Om Devin datang dan mengepung mobil jeep itu.
Padahal Sean ingin berhenti dan menghampiri laki laki yang lebih muda tiga tahun darinya itu untuk berterimakasih secara langsung. Tapi dia belum mau Ariella makin mencurigainya dan identitasnya lebih cepat kebongkar.
Perannya sebagai supir masih sangat menyenangkan untuknya.
Sekarang saja Ariella pasti akan bertanya tanya kenapa dia bisa memiliki pistol.
"Kita selamat?" Ariella menatap mobil Jeep yang terguling dan sedang dikelilingi beberapa mobil dengan dada berdeburan ngga menentu.
Sean ngga menjawab tapi makin melajukan mobilnya ke arah rumah sakit. Dia pun sudah menyimpan pistolnya ke dalam paper bag.
Ariella menatap nanar tingkah Javin yang memperlakukan pistolnya dengan santai. Seakan akan itu hanyalah mainan saja.
"Kamu... kamu siapa sebenarnya?" tanyanya dengan penuh kecurigaan.
Dalam benaknya mulai meyakini Javin adalah intel gabut yang sedang menyamar.
Dalam kepalanya pun masih terekan jelas aksi profesional supirnya tadi.
Mendebarkan sekaligus menggetarkan hatinya.
"Supir yang merangkap pengawal kamu," sahut Sean kalem.
"Kamu intel? Atau polisi?" Ariella masih ingat betapa tangkasnya Javin kemarin melawan banyak preman dengan tangan kosong
Dam sekarang Javin begitu ahli menggunakan pistolnya.
Kalo bukan polisi atau intel, ngga mungkin, kan?
Tapi jawaban yang didapat Ariella malah kekehan tawa yang menyebalkan.
"Aku sekeren itu yah?" Tawa Sean makin berderai.
Ada ada saja, batin Sean geli. Ngga nyangka Ariella mengiranya begitu.
Ariella mendengus kesal.
Selalu saja membuat hatinya mangkel dan membuyarkan bayangan kekagumannya.
Dasar tengil, umpatnya dalam hati.
"Trus kamu, kok, bisa punya pistol?" selidik Ariella ngga nyerah.
"Buat jaga jaga. Ternyata berguna, kan?"
Ariella ngga menjawab, tapi hatinya mengiyakan
Sangat berguna.
"Ngga sembarang orang bisa punya pistol."
"Tentu. Aku membelinya dari uang gajiku."
"Heemmmh...." Ariella mendengus lagi. Gaji yang dia berikan memang lebih dari cukup untuk membeli pistol kecil itu.
Tapi tetap saja Ariella merasa aneh. Ada yang mengganjal tentang Javin, supirnya itu.
DinDut Itu Pacarku ngasih Iklan
rumahku perbatasan gersik lamongan ...
😁😁