Leana seorang aktris yang baru saja terjun ke dunia hiburan tiba-tiba didorong ke dalam laut. Bukannya mati, Leana justru masuk ke dalam sebuah novel yang di mana ia menjadi tokoh pendukung yang lemah. Tokoh itu juga memiliki nama yang sama dengannya
Leana menjadi salah satu simpanan tokoh utama yang telah beristri. Namun tokoh utama pria hanya menganggap ia sebagai alat pemuas hasrat saja. Dan terlebih lagi, di akhir cerita ia akan mati dengan mengenaskan.
Merasa hidup sudah di ujung tanduk, Leana berusaha mengubah nasib tokohnya agar tidak menjadi wanita simpanan yang bodoh dan tidak mati mengenaskan. Di sisi lain Leana juga harus mencari cara agar keluar dari dunia novel ini.
Akankah Leana mampu melepaskan diri dari tuannya yang terkenal kejam itu? Dan bagaimana caranya agar Leana mampu kembali ke dunia asalnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rembulan Pagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan Sulit
Daerah bawah mata Leana menghitam. Gadis itu tidak tidur semalaman. Selama itu juga Leana menunggu dering telepon itu. Hasilnya nihil, setelah percakapan itu tidak ada lagi dering yang masuk.
Untuk menghilangkan mata panda, Leana memasukkan kedua sendok ke dalam freezer. Setiap lima menit sekali Leana akan mengeluarkan dan menempelkan di bawah matanya. Cara itu dilakukan berulang-ulang hingga mata pandanya berkurang.
Tidak ada yang bertanya apa yang sedang Leana lakukan, sebab semua mengira Leana tidak tidur karena mendapatkan hukuman dari Dalton. Mira juga belum melihat Leana dan Nyonya Merry pergi ke rumah sakit untuk menemani Anastasia. Bastian pergi untuk melanjutkan kuliahnya. Dan Dalton pemilik rumah itu juga kembali bekerja.
Stres sudah menjadi milik Leana. Belakangan ini, tidak bukan belakangan ini tetapi semenjak dirinya ke sini semua menjadi tidak baik-baik saja. Leana mulai mengeluh, stres, bingung dan sedikit putus asa.
Mungkin jika penulis berbaik hati, Dalton akan dibuat mempunyai hati yang lembut. Tanpa disadari, beberapa sifat karakter itu berubah semenjak kedatangan Leana yang mengubah semua alurnya.
"Lama kelamaan aku akan dikirim ke rumah sakit jiwa," gumam Leana yang bingung akan melakukan apa.
Dalton sama sekali belum memberi tugas apapun untuk Leana dan kini gadis itu menganggur. Bastian juga sama sekali tidak dapat dihubungi, laki-laki itu langsung menghilang tanpa memakan sarapannya.
"Kasihan sekali Leana. Lihatlah hukumannya," bisik Pelayan.
"Namun itu konsekuensinya. Leana harus menerima itu. Lagi pula itu hukuman yang baik."
"Tetapi mengapa sampai harus seperti itu? Apakah Leana wanita simpanan Tuan Dalton hingga kamar harus bersebelahan?"
"Kau benar, kemarin juga pakaiannya robek. Apa mabuk biasa bisa melalukan itu?"
Sebenarnya Leana mendengar gunjingan itu, hanya saja Leana malas menanggapi. Untuk apa ia harus menjelaskan semuanya? Lagi pula mereka hanya rekan kerjanya, dan hidup Leana tidak berpengaruh pada tokoh yang tid
Mira yang sedang bekerja juga mendengar hal itu, tetapi Mira tidak ingin mencari masalah. Mira memilih diam dan melanjutkan pekerjaannya. Meski terusik, yang bisa Mira lakukan adalah dengan menyuruh mereka melakukan hal lain dengan dalih diperintahkan oleh Nyonya Merry. Setidaknya Leana tidak digunjingkan oleh mereka.
"Aku tahu ini aneh, entah apa yang disembunyikan Leana. Tapi aku percaya Leana dan aku akan menjaganya," ucap Mira kepada dirinya sendiri.
Dari atas Leana melihat Mira yang sedang dalam kekesalan. Leana yakin Mira juga tahu bahwa orang-orang itu membicarakan Leana. Sebagai pelayan, urusan ini seharusnya tidak boleh diperbesar, sebab akan ada salah satu dari mereka yang keluar.
"Mira!" panggil Leana membuat Mira menoleh.
Mira dengan cepat menghampiri Leana.
"Ada apa? Kau tidak apa-apa?"
Leana menggeleng. Senang rasanya bisa berteman dengan orang yang ikut marah ketika sahabatnya digunjingkan. Leana sadar bahwa dirinya di dunia nyata tidak punya siapa-siapa. Sekarang di tempat ini, Mira menjadi sahabatnya.
"Senang bisa bersahabat denganmu Mira."
...***...
Ruangan ICU menjadi tempat mengerikan bagi Wen. Pria itu menatap wanita yang dicintainya. Padahal saat itu mereka masih sempat bercakap dan minum kopi. Lalu Anastasia pergi ke sebuah tempat yang tidak pria itu ketahui.
Rasa bersalah menyentuh diri pria itu. Anastasia adalah orang yang harus Wen jaga. Namun Wen sama sekali tidak bisa menjaganya. Memberikan Anastasia ke Dalton adalah harapan Wen agar Anastasia bisa aman. Melihat semua yang terjadi, Wen hanya bisa pasrah karena Anastasia tidak mampu bangkit.
"Aku mencintaimu."
"Aku mencintaimu."
"Aku sangat mencintaimu."
Berkali-kali Wen mengucapkan itu. Ingin sekali dirinya melihat Anastasia bangun dan membalas perkataan itu dengan, "aku juga mencintaimu."
Nyonya Merry datang, wanita tua itu terkejut melihat Wen yang hampir meneteskan air mata. Pria itu menyeka ujung matanya agar tidak ada air mata yang jatuh. Nyonya Merry tidak berani bertanya perihal Wen. Sebab Nyonya Merry berpikir Wen adalah kerabat dekat Anastasia.
"Kau kepala pelayan di rumah Dalton?" tanya Wen.
"Ah benar Tuan."
"Aku titip Anastasia. Aku pergi dulu."
"Tentu Tuan."
Wen pamit undur diri. Pria dengan kemeja putih dan celana abu-abu itu keluar dari ruangan. Ketika Wen keluar dari rumah sakit, pria itu berpapasan dengan Dalton. Dalton sadar dan tidak memilih memusingkannya.
Pintu kamar di buka, Dalton menghampiri Nyonya Merry dan Anastasia yang masih koma.
"Bagaimana penyelidikannya Dalton?"
"Polisi menetapkan bahwa malam itu Anastasia pergi ke Bar. Dan rekaman itu jelas. Anastasia meminum itu. Tetapi anehnya hanya dua gelas tidak membuat Anastasia mabuk. Istriku itu kuat minum. Namun polisi hanya membuat kejadian ini kecelakaan biasa."
"Lalu apa yang akan terjadi?"
"Aku mengira ini bukan kecelakaan biasa Bibi. Kemungkinan ada seseorang yang dendam kepadaku ataupun kepada Anastasia. Jadi jika polisi tidak benar dalam menggali informasi dan memberikan hukuman penjara, pengacaraku akan melawan hukum."
"Aku sangat kasihan dengan Anastasia. Baru saja dia menjadi Nyonya, tetapi sekarang dia harus terbaring di ruangan seperti ini."
Beberapa bunga segar sudah diisi di vas bunga. Dalton menatap bunga itu. Seketika pikirannya bertanya, bunga apa yang Leana sukai? Namun setengah Dalton menampar dirinya sendiri. Istrinya ada di depannya, terbaring koma. Mengapa dia harus memikirkan itu?
Berhara pikiran waras menang, yang terjadi malah sebaliknya. Dengan sisi egoisnya, Dalton membeli buket bunga Lavender. Pria itu kembali ke mansion. Leana masih menjadi alasan kebingungannya saat ini. Dengan mudahnya Dalton menemukan Leana yang tengah duduk dipinggir kolam yang dangkal.
"Kau suka bunga ini?" Dalton datang dan bertanya secara tiba-tiba hingga membuat Leana terkejut.
"Hati-hati kau bisa terjatuh lagi," ucap Dalton memperingatkan.
"Tidak, aku hanya suka aromanya saja."
"Lalu bunga apa yang kau suka?"
"Apa urusannya denganmu?"
"Kau bertanya kepada Tuanmu dengan kurang ajar?"
Leana terdiam. Akhir-akhir ini semenjak Dalton menjamahi tubuhnya, Leana mulai berkata kasar kepadanya dan bersikap tidak sopan.
"Apakah bunga kesukaanku itu penting?"
"Penting. Jika bunga itu tumbuh di pekaranganku, maka aku akan melenyapkannya."
Kata-kata Dalton seperti sebuah peluru yang dilepaskan ke dada, amat menyakitkan. Apa yang sebenarnya terjadi kepada pria ini? Mengapa di satu sisi dia seakan menginginkan Leana dan di satu sisi dia juga ingin mencelakainya.
"Dasar kejam!" umpat Leana.
Dalton tertawa. Pria itu membuang bunga Lavender itu ke tanah. Kakinya menginjak bunga Lavender.
"Bereskan ini. Nanti malam ke kamarku!"
Dengan arogannya Dalton masuk ke dalam dan meninggalkan Leana sendirian. Tanpa sadar air mata keluar dan membanjiri pipi Leana.
"Mengapa peranku ini ditindas? Apa salahku? Lihat saja, aku juga akan mempermainkanmu suatu saat Dalton!"
aq mampir,Thor. Bahasanya baku dan mudah dipahami😊