Nadia, seorang siswi yang kerap menjadi korban bullying, diam-diam menyimpan perasaan kepada Ketua OSIS (Ketos) yang merupakan kakak kelasnya. Namun, apakah perasaan Nadia akan terbalas? Apakah Ketos, sebagai sosok pemimpin dan panutan, akan menerima cinta dari adik kelasnya?
Di tengah keraguan, Nadia memberanikan diri menyatakan cintanya di depan banyak siswa, menggunakan mikrofon sekolah. Keberaniannya itu mengejutkan semua orang, termasuk Ketos sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banggultom Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Pak Arhan menghela napas panjang, lalu menatap kepala sekolah dengan tatapan yang tajam dan penuh tekanan yang sangat dalam. "Saya ingin menegaskan sekali lagi untuk mu kepala sekolah," suaranya berat dan menggelegar, "putri saya, Cici, tidak melakukan perundungan seperti apa yang kalian tuduhkan. Jika ada pihak yang berusaha menghancurkan reputasi kami, saya akan memastikan semuanya diselesaikan dengan cepat dan tegas."
Kepala sekolah, yang sudah sangat tertekan, mengangguk dengan ragu-ragu. Ia tahu bahwa melawan Arhan sama dengan menantang badai yang bisa menghancurkan siapa saja. Namun, di balik ketakutannya, rasa keadilan dalam dirinya tetap mendorongnya untuk menjaga integritas sekolah, apapun konsekuensinya.
"Tentu, Pak Arhan," jawabnya, suaranya sedikit gemetar. "Kami hanya ingin memastikan semua pihak didengar dengan adil."
Pak Arhan mendekatkan wajahnya ke kepala sekolah, suaranya menjadi lebih lembut namun penuh ancaman. "Saya harap kepala sekolah tahu, jika ada tindakan yang merugikan keluarga saya, konsekuensinya bisa sangat serius."
Kepala sekolah hanya bisa menundukkan kepala, menahan napas saat Pak Arhan berbalik dan melangkah keluar dari aula, diikuti oleh Cici yang masih dengan senyum licik di wajahnya. Sebelum keluar, Pak Arhan berhenti sejenak di pintu, menatap putrinya dan berbisik, "Lakukan apa yang kau mau, Cici, selama itu tidak merugikan kamu. Tetapi ingat, setiap langkahmu akan ada konsekuensinya."
Cici mengangguk, matanya bersinar dengan penuh ambisi. "Tentu, Ayah," jawabnya, suaranya penuh percaya diri. Setelah itu, ia melangkah keluar dari aula, meninggalkan suasana yang kini menjadi lebih berat dan penuh ketegangan.
Seluruh siswa di aula saling bertukar pandang, beberapa terlihat ketakutan, sementara yang lain mulai merasakan kecemasan tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Beberapa siswa bisik-bisik, suara mereka menjadi suara latar yang menambah ketegangan di ruang itu. Nadia merasakan dinginnya keringat yang mengalir di tengkuknya. Meskipun ada rasa lega karena akhirnya kebenaran mulai terungkap, ancaman dari Pak Arhan masih menggantung di atas kepalanya seperti awan gelap, menanti saatnya untuk menghujani.
Steven menatap Nadia, mencoba memberikan senyum yang menenangkan, meskipun ia tahu betul betapa sulitnya situasi ini. "Kita harus tetap kuat, Nadia. Kebenaran akan menang," katanya, dengan suara yang berusaha sekuat mungkin terdengar percaya diri.
Nadia mengangguk, meskipun hatinya masih berdebar kencang, seperti ada ketidakpastian yang merayap dalam dirinya. Meskipun Pak Arhan telah memperingatkan kepala sekolah dan menyatakan bahwa Cici tidak bersalah, ia tahu bahwa ini bukan akhir. Mungkin ini hanya awal dari pertempuran lain yang lebih besar, tetapi sekarang ia tidak merasa sendirian. Ada Steven, ada keyakinan dalam dirinya, dan ada harapan bahwa keadilan akan datang, walau harus melawan kekuatan yang tak terkalahkan sekalipun.
Tiba-tiba, terdengar suara bisikan di antara para siswa, membicarakan peristiwa tadi dan apa yang mungkin terjadi selanjutnya. Nadia memandang ke sekeliling, melihat kekhawatiran di mata teman-temannya, namun di balik ketakutannya, ada tekad yang tumbuh besar. Ia tahu bahwa untuk mengubah keadaan, mereka semua harus berani melawan, bahkan jika itu berarti berhadapan dengan seseorang sekuat Pak Arhan dan anaknya, Cici.
Senyum Steven yang menggantung di wajahnya memberikan secercah kekuatan. "Kami tidak akan menyerah," kata Nadia dalam hati, menatap jauh ke depan, siap menghadapi tantangan yang masih menunggu di balik hari-hari mendatang.
semangat